Berita

Politik

PEMBANTAIAN LAPAS CEBONGAN

Jangan Terbuai Propaganda Cinta Kopassus!

SENIN, 15 APRIL 2013 | 15:31 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

. Sikap dasar manusia Indonesia sangat peka terhadap berbagai dinamika, meski tidak selalu diekspresikan secara terbuka. Silent majority selalu ditemui dalam berbagai respons publik Indonesia terhadap banyak soal, termasuk pada propaganda tidak bermutu, yang ditujukan untuk membelokkan dan menyederhanakan kasus penyerbuan Lapas Cebongan belum lama ini.

"Propaganda antipremanisme, cinta Kopassus, anugerah ksatria untuk pemberantas preman, kesimpulan tidak adanya pelanggaran HAM dan lain-lainnya adalah kerja sistematis untuk satu tujuan, yakni memangkas penuntasan kasus penyerangan Lapas Cebongan secara holistik," ujar Ketua  Setara Institute, Hendardi, Senin (15/4).

Menurut Hendardi, propaganda tersebut dilakukan dengan menggunakan mesin kampanye untuk membodohi masyarakat atas fakta yang sebenarnya terjadi. Ujungnya adalah mencetak lupa di tengah masyarakat. Dia menduga propaganda dilakukan oleh pihak TNI.


Dia mengatakan propaganda dengan memunculkan stigma antipremanisme untuk membenarkan tindakan 11 anggota Kopassus melakukan pembunuhan keji ini persis sama dilakukan TNI dan penguasa untuk mencari pembenaran atas kejahatan yang dilakukan oleh aparat negara terhadap sejumlah kasus di masa lalu. Propaganda antiseparatisme dilakukan untuk menundukkan gerakan politik di Aceh dan Papua, antikomunisme untuk membenarkan pembantaian 1965, dan berulang untuk membungkam kritisisme aktivis PRD, pengokohan nasionalisme dan stabilitas politik untuk membenarkan penculikan aktivis oleh Tim Mawar pada 1997-1998.

"Terlalu dini dan gegabah menyatakan masyarakat Yogyakarta mendukung Kopassus. Cara ini justru menunjukkan kepanikan TNI atas desakan penuntasan kasus Cebongan dan aspirasi penuntasan reformasi militer," tegas dia.

Untuk itu Hendardi berharap, publik tidak terbuai dengan propaganda tersebut dan tetap mengawal serta mendorong penuntasan kasus Lapas Cebongan secara progresif dengan mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil dua langkah, yakni membentuk Tim Investigasi Eksternal dan menerbitkan Perppu tentang Peradilan Militer yang memungkinkan anggota TNI diadili di peradilan umum. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya