Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim mengumumkan penahanan satu tersangka baru kasus dugaan korupsi nota dinas perjalanan Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Direktur III Tipikor BaÂresÂkrim Mabes Polri Brigjen Nur Ali meÂnyÂaÂtaÂkan, menyusul penÂetapan terÂsangÂka terhadap KoorÂdinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPH Migas Edi M SuÂhariadi, kepolisian menetapÂkan satu tersangka baru. TerÂsangka baru itu adalah, Umar, PeÂjabat PemÂbuat Komitmen (PPK) BPH Migas.
Nur membeberkan, tersangka Umar diduga bekerjasama deÂngan tersangka Edi dalam meÂnyelewengkan anggaran perÂjaÂlanan dinas. Namun, Nur meÂnoÂlak merinci bentuk penyeÂleÂweÂngan yang dilakukan Umar.
“Dia sudah ditahan di RuÂtan Bareskrim sejak sepekan lalu,†ujar polisi yang dipÂroÂmoÂsikan menjadi Kapolda Sumatera Barat ini.
Menurutnya, penahanan dilaÂkuÂkan mengingat tersangka diÂnilai menyulitkan penyidikan. SeÂlain itu, dia bersikukuh, terÂsangÂka juga tidak kooperatif daÂlam menjalani pemeriksaan. KaÂrena khawatir tersangka meÂlaÂrikan diri serta menghilangkan baÂrang bukÂti, pihaknya memuÂtuskan untuk menahan Umar.
Bekas Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Metro Jaya ini menyatakan, pengusutan perkara korupsi perjalanan dinas ini terus dilanjutkan. Hal itu dilaÂkukan dengan penelusuran dan penyitaan aset tersangka.
Dia menyebutkan, yang telah disita dari tangan tersangka Edi antara lain, mobil, komputer jinÂjing dan dokumen pengeluaran perjalanan dinas. “Barang-barang tersebut disita untuk kepentingan penyidikan,†ucapnya.
Dia menambahkan, hasil peÂmeÂriksaan tersangka meÂnyeÂbutÂkan, dana hasi korupsi perjalanan dinas BPH Migas dipakai Edi untuk membeli mobil Suzuki. Menjawab pertanyaan, apakah bakal ada tersangka lain dalam kasus ini, Nur memastikan, peÂnyidikan masih berjalan.
Kemungkinan adanya peneÂtaÂpan tersangka lain, bisa saja terjadi. “Sepanjang bukti-buktiÂnya cukup, kami tidak akan ragu-ragu menetapkan status tersangka pada pihak lainnya,†tegas dia.
Yang jelas, saat ini pihaknya berÂupaya melengkapi berkas perÂkara. Hal itu ditujukan agar peÂnyiÂdikan cepat selesai. Dia mengÂharapkan, penetapan status terÂsangka kedua ini, jadi moÂmenÂtum penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan pihak lainÂnya. Di luar itu, menjadi bahan untuk melengkapi berkas perkara ke tingkat penuntutan.
Hingga kemarin, tutur jenderal binÂtang satu tersebut, pihaknya inÂtensif memeriksa tersangka Umar. Pemeriksaan ditujukan guna mengecek kebenaran keteÂrangan tersangka Edi. “TeÂrÂsangka Umar dijadikan saksi untuk terÂsangka Edi. Begitupun sebaliknya.â€
Akan tetapi, dia menolak memÂÂbeberkan hasil konfrontir keÂterÂaÂnÂgan tersangka. Menurutnya, peÂmeriksaan intensif diperlukan meÂngingat tenggat waktu penyiÂdiÂkan nyaris habis. Karena itu, dia berupaya optimal agar peÂkan depan penyidik bisa meÂlimÂpahÂkan berkas perkara ke keÂjaksaan.
Menanggapi penyidikan kasus dugaan korupsi di institusinya, anggota BPH Migas M Qoyum meÂmasÂrahÂkan pengusutan masaÂlah huÂkum tersebut ke tangan penegak hukum. Dia mengÂingatkan, pada prinÂsipnya BPH Migas mendukung seÂpenuhnya upaya penegakan huÂkum yang dilakukan penyidik. “Saya tidak mengikuti prosesÂnya. Saya khawatir gara-gara oknum nama lembaga jadi tercemar,†katanya ketika diÂminta meÂnanggapi kasus ini.
Dia menambahkan, BPH MiÂgas menyerahkan penanganan maÂsalah ini ke Biro Hukum. DiÂketaÂhui, Dit III Tipikor Bareskrim memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini Rp 2,8 miliar atau 80 persen dari total dua tahun anggaran yang mencapai Rp 3,5 miliar.
Kepala Biro Penerangan MaÂsyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar menambahkan, tersangka Edi diduga membuat laporan perÂjalanan fiktif pegawai BPH MiÂgas dengan angkutan udara untuk dua tahun anggaran. Pada 2010 , anggaran yang diduga dikorupsi Rp 2,6 miliar. Pada 2011 angÂgaÂran perjalanan yang dikorupsi diÂduga Rp 938 juta.
Reka UlangBerkasnya Sempat Dikembalikan KejaksaanAnggaran belanja untuk perÂjalanan dinas banyak terpakai unÂtuk keperluan yang tidak seÂmesÂtiÂnya. Akibatnya, kebocoran angÂgaÂran di sektor ini mencapai kisaÂran 40 persen. Hal itu disamÂpaiÂkan Agus Martowardojo saat maÂsih menjabat Menteri Keuangan.
Agus mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan, banyak prakÂtik yang tidak taat aturan. Hal tersebut merupakan tindak kejaÂhatan terkait penggunaan belanja negara. Dia mengharapkan, jajaÂran inspektorat jenderal (Irjen) dapat mengintensifkan pengaÂwasan. Termasuk mengusut duÂgaÂan penyimpangan belanja seÂkÂtor perjalanan dinas, belanja moÂdal, dan belanja barang.
Salah satu dugaan penyimÂpaÂngan itu terjadi di BPH Migas dan kasusnya ditangani Bareskrim Polri. Penetapan status tersangka terhadap Edy M Suhariadi (EMS), penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPH Migas dilakukan pada Kamis, 9 Agustus 2012. Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah kepolisian meÂmeriksa 11 saksi.
Bersamaan penetapan status tersangka, Bareskrim meninÂgÂkatÂkan status penyelidikan ke peÂnyidikan. Untuk kepentingan ini, penyidik tipikor pun melaÂyangÂkan surat pemberitahuan diÂmuÂlaiÂnya penyidikan (SPDP) ke KeÂjakÂsaan Agung. Dalam surat, peÂnyidik menyebut telah meÂneÂtapÂkan tersangka dan 11 saksi.
“SuÂdah ada pemberitahuan ke Kejagung. SPDP atas nama terÂsangka disampaikan Kamis, 9 Agustus,†kata Kepala Biro PeneÂrangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar.
Dia mengaku, kepolisian tidak main-main mengusut kasus ini. Dia mengemukakan, pengiriman SPDP memberi gambaran bahwa perkara ini ditangani secara prÂoÂporsional. “Kami berusaha obÂyektif dan transparan. Tidak ada yang ditutup-tutupi,†kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini.
Boy menyatakan, SPDP berisi pemberitahuan bahwa EMS disangka melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi yaitu, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) UnÂdang Undang Pemberantasan TinÂdak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Menurutnya, rangkaian pemeÂrikÂsaan yang dilakukan kepoÂliÂsian selama enam bulan, mengÂhaÂsilkan keputusan bahwa terÂsangÂka EMS harus menjalani penahanan. Dia pun ditahan pada 6 Februari 2013.
Kata Boy, penahanan dilakuÂkan bersamaan pelimpahan berÂkas perkara tahap pertama ke KeÂÂjaksaan Agung. Penahanan ini meÂÂÂrupakan kewenangan penyiÂdik. Yang jelas, penahanan bisa diÂlatari kemungkinan bahwa peÂnyidik mengantongi indikasi keÂterlibatan pihak lain. Bisa jadi pula, atas dugaan itu, penyidik khaÂÂwatir tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Sebelumnya, kepolisian tidak langsung menahan dan mencegah tersangka kasus dugaan korupsi nota perjalanan dinas BPH Migas itu ke luar negeri. Menurut Boy Rafli Amar, peÂnyidik Tipikor BaÂreskrim meÂnganggap, tersangÂka kooperatif menjalani penyiÂdikan.
SelanÂjutÂnya, berdasarkan anaÂlisis penyiÂdik, barang bukti yang dijadikan alat untuk menjerat tersangka suÂdah cukup. “Bukti-bukÂtinya suÂdah di tangan kepoÂliÂsian. Jadi, keÂmungkinan tersanÂgÂka mengÂhilangkan barang bukti saÂngat minim,†ucapnya. Akan tetaÂpi, seiring waktu, tersangka Edi M Suhariadi (EMS) akhirnya ditahan.
Polisi pun berupaya melengÂkapi berkas perkara Edy. Dia disangka korupsi dana perjalanan dinas Rp 2,2 miliar.
Berkas perkara Edi sempat boÂlak-balik Mabes Polri-Kejaksaan Agung. Direktur III Tipikor BaÂreskrim Polri Brigjen Noer Ali menjelaskan, masih ada beberapa persyaratan administratif yang perlu dilengkapi dalam berkas perkara EMS.
Oleh sebab itu, penyidik TipiÂkor Bareskrim melengkapi keÂkuÂrangan yang ada. Bekas InsÂpekÂtorat Pengawasan Daerah (IrÂwasÂda) Polda Metro Jaya ini meÂnyeÂbutkan, usaha melengkapi berkas dilaksanakan berdasarkan peÂtunjuk jaksa. Tapi, Noer tidak mau membeÂberkan, apa saja peÂtunjuk jaksa yang perlu diÂlengkapi.
Perkara Korupsi Tidak Semata Masalah JumlahM Nurdin, Anggota Komisi III DPRPolitisi PDIP M Nurdin meÂngingatkan, apapun bentuk koÂrupsi, hendaknya ditangani secara proporsional. Dengan begitu, siapa pun yang diduga terÂlibat bisa dimintai pertangÂgungjawaban hukum secara maksimal.
Dia mengapresiasi langkah huÂkum yang dilakukan kepoÂliÂsian. Menurutnya, penanganan kasus korupsi ini menunjukkan masih adanya komitmen Polri dalam menindak perkara koÂrupsi. “Ini menunjukkan masih ada komitmen kepolisian meÂnyelesaikan persoalan koÂrupÂsi,†katanya.
Sekalipun nominalnya masih relatif kecil, dia tetap memÂbeÂriÂkan dukungan agar kepolisian optimal dalam menyelesaikan perkara. Disampaikan, persoaÂlan korupsi tidak semata terkait dengan jumlah.
“Selama ada indikasi peÂnyimÂpangan, harus ditindak seÂcara proporsional. Jangan meÂliÂhat dari jumlah kerugian neÂgaÂranya, besar atau kecil. SeÂbab, parameter itu tidak bisa dijadikan patokan dalam upaya menegakkan hukum.â€
Dia pun meminta, penaÂngaÂnan kasus-kasus korupsi lain oleh kepolisian dibuka secara transparan. Dengan begitu, maÂsyarakat bisa menjadi tahu, apa saja hasil kerja penyidik tipikor selama ini. Bukan sebaliknya, malah ditutup-tutupi. “Itu bisa mengundang kecurigaan,†tandasnya.
Ia juga mendorong penyidik tipikor untuk mempercepat peÂnuntasan perkara korupsi perÂjalanan dinas BPH Migas. SoalÂnya, selain dugaan korupsi terÂsebut, masih ada kasus-kasus dugaan korupsi lainnya yang perlu mendapat perhatian dari penegak hukum.
Terlebih, lanjut dia, keperÂcayaan masyarakat terhadap kepolisian lemah. Jadi, dengan penanganan perkara korupsi yang intensif, dia berharap, kepercayaan masyarakat keÂpada lembaga ini dapat diÂkemÂbalikan.
Fakta Di Sidang Bisa Langsung Dipantau PenyidikAkhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak IndonesiaKoordinator LSM GeraÂkan Rakyat Anti Korupsi (GÂeÂrak) Indonesia meminta keÂpoÂlisian berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum lain dalam mengusut perkara koÂrupsi. Masalahnya, selain duÂgaan korupsi sektor perjalanan diÂnas, masih ada dugaan koÂrupsi lain di tubuh BPH Migas.
“Koordinasi dengan lemÂbaga lainnya menjadi penting. SuÂpaÂya ada sinkronisasi dalam peÂnanganan kasus korupsi,†katanya.
Menurut Akhiruddin, peÂnguÂsuÂtan perkara perjalanan dinas juga perlu dipercepat. PerÂsoaÂlanÂÂnya, kasus ini sudah ditaÂngani sejak Agustus lalu. NaÂmun, kenapa kepolisian belum kunjung mampu menuntaskan perkara tersebut. Lebih lanjut, dia mempertanyakan, kenapa pula kepolisian baru meneÂtapÂkan dua tersangka dalam perÂkara ini.
Padahal, nilainya, perkara perÂÂjalanan dinas ini bukan terÂmaÂsuk perkara yang pelik peÂnaÂnganannya. “Ini termasuk perÂÂsoalan sederhana. Kenapa peÂnguÂsutannya memakan wakÂtu yang begitu panjang?†tandasnya.
Dia berharap, penanganan kasus dana perjalanan ini tidak terkatung-kaÂtung.
Sebaiknya, kepolisian segera meÂlimpahkan perkara ke keÂjakÂsaan. Dengan beÂgitu, nasib atau status hukum terÂsangka menÂjadi lebih jelas. Lebih penting lagi, dari situ pula, nantinya duÂgaan keterliÂbatan pihak lain daÂpat diketahui.
“Setidaknya, pelimpahan berÂkas perkara ke tingkat peÂnuntutan akan mampu menÂjaÂwab siapa pihak lain yang diduÂga terlibat,†ucapnya.
Untuk memastikan dugaan keterlibatan pihak lain, fakta-fakta yang terungkap di persiÂdaÂngan, idealnya dipantau dan dikembangkan penyidik. “Jadi saya rasa, persoalannya di sini sangat tergantung pada keÂmauÂan penyidik,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]