Berita

dr. rizal ramli/rmol

Akhirnya, Pemerintah Kaji Saran DR. Rizal Ramli Soal Sistem Tarif

MINGGU, 07 APRIL 2013 | 10:58 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pemerintah akhirnya mempertimbangkan pemberlakuan pembatasan impor produk pangan melalui sistem tarif. Langkah ini ditempuh karena sistem kuota yang selama ini ditempuh dianggap tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Namun di mata Rizal Ramli, sistem kuota impor terbukti tidak transparan dan tidak efektif untuk menjaga stabilitas harga, sehingga merugikan rakyat.

Isyarat akan diterapkannya sistem kuota untuk menjaga stabilitas harga itu tampak dari rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan mengkaji pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk hortikultura. Alasannya, sistem kuota tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). Jika terus dipertahankan, tidak mustahil pemerintah Indonesia akan disibukkan dengan kritikan bahkan gugatan negara-negara yang merasa dirugikan.

“Sistem trarif saat ini adalah yang paling masuk akal. Meski demikian, kita harus hati-hati dalam mengajukan penambahan bea masuk. Tarif bea masuknya harus pas, agar stok domestik terjaga sehingga harganya terjangkau rakyat di satu sisi, tapi petani lokal tidak dirugikan karena harganya kerlewat murah di sisi lain,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.


Sebelumnya, mantan Menko Perekonomian Dr. Rizal Ramli jauh-jauh hari sudah mengkritisi sistem kuota impor produk pangan yang selama ini diterapkan. Menurut dia, melambungnya harga berbagai bahan pangan yang terjadi beberapa waktu lalu karena pemerintah tidak memiliki strategi dan kebijakan yang jelas di sektor pangan. Hal ini diperparah lagi dengan adanya sistem kuota impor yang tidak transparan, sehingga memicu terjadinya pat gulipat antara pejabat dan pengusaha penerima lisensi kuota impor yang merugikan rakyat.

“Kalau sistem kuota dihapuskan dan diganti dengan sistem tarif, dipastikan impor kita akan lebih kompetitif. Harga bahan pangan akan lebih murah dan terjangkau oleh rakyat kecil. Beberapa waktu lalu yang terjadi bukan kenaikan harga sejumlah produk holtikultura, tapi lompatan harga atau price jump. Bagaimana tidak disebut lompatan harga, kalau bawang merah yang sebelumnya di bawah Rp 20.000/kg, tiba-tiba naik jadi Rp 90.000/kg?” papar Rizal Ramli yang juga mantan Kepala Badan Urusan Logisitik (Bulog) ini.

Menurut tokoh nasional yang dinobatkan sebagai calon presiden alternatif versi The President Centre ini, lompatan harga yang kini terjadi disebabkan bisnis pangan di Indonesia diatur dengan sistem kuota yang tidak transparan dan tidak kompetitif. Pada praktiknya, pembagian kuota impor ini juga terjadi karena pat gulipat antara pejabat dan pengusaha. Hal ini menjadi sumber pendapatan pejabat dan untuk kepentingan politik. Akibatnya negara dirugikan karena tidak memperoleh penerimaan yang semestinya. Sedangkan rakyat dirugikan karena harus membayar harga pangan lebih mahal daripada harga di luar negeri.

Selaku Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP), Rizal Ramli menyatakan apresiasinya terkait rencana pemerintah yang tengah mengkaji penerapan sistem tarif. Dia juga bersyukur akhirnya pemerintah menyadari, bahwa sistem kuota yang selama ini diterapkan tidak transparan dan cenderung menjadi bancakan bagi pejabat dan para politisi.

“Kendati terlambat, saya tetap merasa gembira jika pemerintah menerapkan sistem tarif. Paling tidak, perilaku pat gulipat antara pejabat, pengusaha, dan para politisi bisa segera dihentikan. Dengan begitu rakyat tidak perlu lagi membayar produk pertanian dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri,” tukasnya. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya