Untuk pertama kali, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil tersangka kasus Hambalang Andi Alfian Mallarangeng (AAM).
Rencananya, bekas Menteri Pemuda dan Olahraga itu diperiksa KPK pada Selasa (9/4). Kemarin, KPK terlebih dahulu memerksa bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault.
Adhyaksa Dault diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka sekaligus, yakni Andi Alfiian Mallarangeng, Deddy Kusdinar dan Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Adhyaksa diperiksa karena dianggap mengetahui seputar perubahan anggaran pembangunan pusat olahraga Hambalang yang semula hanya Rp 125 miliar menjadi proyek triliunan rupiah.
KPK juga memeriksa lima saksi lain. Empat saksi merupakan pegawai Kemenpora yakni Rio Wilarso, Poniran, Hardiyanto dan Teguh Suhanta. Sisanya adalah Dedyk Nurdhyono yang merupakan Direktur PT Milenia Mitra Nugroho.
Adhyaksa tiba di Gedung KPK pukul 9.40 pagi naik mobil Kijang Inova putih bernomor B 9 ADY. Mengenakan batik warna merah lengan pendek, ia berjalan sambil menenteng map warna merah yang salah satu isinya merupakan draft sertifikat Hambalang.
Sebelum masuk Gedung KPK, Adhyaksa menguraikan, lahan 32 hektar untuk proyek Hambalang, semula merupakan aset Kementerian Pendidikan Nasional. Aset itu kemudian dihibahkan Kemendiknas ke Kemenpora. Kemudian, Dirjen Olahraga dilebur ke dalam Kemenpora. Pada peleburan tersebut, di lahan Hambalang sudah ada aset, yaitu satu mesjid dan dua rumah yang merupakan aset dari Kemendiknas.
Setelah dirinya menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, lanjut Adhyaksa, Kemenpora menghentikan pembangunan di lahan tersebut karena belum ada sertifikatnya.
Namun, Adhyaksa heran kenapa di lahan itu sudah ada bangunan masjid.
Mengutip alasan Kemendiknas saat itu, kata Adhyaksa, mesjid tersebut dibangun saat hak guna tanah itu masih dipegang bos PT Buana Estate, Probosutedjo. Hak guna usaha itu telah habis masanya. “Urus punya urus tidak keluar-keluar, saya urus ke Badan Pertanahan Nasional. Saya tanya Pak Djoyo, Kepala BPN saat itu. Katanya, HGU-nya belum keluar,†ujarnya.
Pada masa akhir jabatannya sebagai Menpora pada 2009, menurut Adhyaksa, anggaran yang disiapkan sebesar Rp 125 miliar untuk Hambalang masih dibintangi DPR.
Pada 2006, pihaknya telah membuat master plan yang berdasarkan analisis hidrologi dan geologi dengan menyesuaikan struktur tanah. Hasilnya, sekolah olahraga itu hanya bisa dibangun konstruksi dua lantai.
“Tapi dananya tidak cair karena tidak ada sertifikat. Setelah jabatan saya selesai, pada 2010 ternyata proyek itu menjadi triliunan. Jadi, masalahnya pada 2010,†tandasnya sambil masuk Gedung KPK.
Setelah diperiksa selama dua jam, Adhyaksa keluar Gedung KPK. Adhyaksa menjelaskan bahwa pemeriksaannya tak jauh berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya. Hanya, dia menilai, pemeriksaan kali ini sudah banyak pengembangan dan lebih mendalam untuk penguatan dakwaan terhadap Andi dan Dedi.
Selain itu, kata Adhyaksa, KPK bertanya tentang dugaan keterlibatan anggota DPR dalam perubahan anggaran proyek Hambalang dari singgle years menjadi multi years.
“Ada pertanyaan baru kepada saya soal keterlibatan pihak legislatif. Kan saya menjadi menteri lima tahun, saya kenal tokoh-tokoh anggota DPR. Lebih pendalaman lah,†paparnya.
Ditanya, apakah ada pemeriksaannya yang mengarah pada dugaan keterlibatan anggota Komisi X DPR, Adhyaksa menjawab, “Yang jelas, ada pertanyaan kepada saya tentang anggota Dewan. Saya kan lima tahun jadi menteri, kenapa proyek 125 miliar menjadi 1,2 triliun,†ucapnya.
REKA ULANG
Fokus Dulu Pada Tiga Tersangka
Bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault berharap, berkas penyidikan tiga tersangka kasus ini segera dilimpahkan ke penuntutan.
“Kasus ini kan sudah setahun, jadi harus segera dilimpahkan ke pengadilan. Biar jelas. Jangan sampai kita terjebak pada persoalan-persoalan yang tidak esensial.
Masih banyak kasus lain,†katanya sebelum diperiksa penyidik di Gedung KPK, kemarin.
Adhyaksa berpendapat, KPK seharusnya fokus dulu pada tiga tersangka dan segera melimpahkan berkas mereka ke penuntutan. Setelah itu, barulah KPK mengembangkan penyidikan untuk menambah tersangka baru. “Tersangka kan sudah ada tiga, tuntaskan dulu proses terhadap mereka. Kasihan mereka sudah lama jadi tersangka,†ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, rajin memeriksa saksi kasus Hambalang, KPK tak kunjung menjadwalkan pemeriksaan tersangka Andi Alfian Malarangeng (AAM), bekas Menteri Pemuda dan Olahraga.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo membantah, belum dipanggilnya Andi karena KPK masih mencari bukti. Menurut dia, setiap orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, berarti KPK sudah memegang dua alat bukti.
Johan menambahkan, berdasarkan kebutuhan penyidikan, penyidik menentukan mana yang terlebih dahulu akan diperiksa. “Apakah para saksi dahulu baru kemudian tersangka, atau sebaliknya. Yang jelas, setiap kasus itu berbeda,†ujarnya.
Pemeriksaan para saksi itu untuk mengembangkan kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 1,2 triliun ini. KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yang ditaksir KPK bermodalkan Rp 2,5 triliun.
Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Kedua, pengadaan proyek Hambalang ditangani kerjasama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
KPK memang getol mengorek keterangan para saksi kasus Hambalang. Pada 20 Maret lalu misalnya, KPK memeriksa saksi-saksi kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Saat itu, KPK memanggil enam saksi untuk pengembangan kasus tersebut. Lima saksi diantaranya menjabat sebagai direktur perusahaan. Mereka adalah Direktur PT Permata Nusa Pratama (PNP) Mashuri, Direktur PT Sinar Surya Alumindo (SSA) Elihento, Direktur PT Brema Brata (BB) Roes Ediarto, Direktur PT Pratama Widya (PW) Rusmiati Wisala dan Direktur PT Kapel Jaya (KJ) Gesit Riota Arifiyanto.
KPK juga memanggil staf PT Adhi Karya, Sutrisno. Mereka dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Andi Mallarangeng dan tersangka Deddy Kusdinar.
Dari enam saksi yang dipanggil untuk diperiksa pada hari itu, hanya satu yang tidak memenuhi panggilan KPK, yaitu Roes Ediarto. “Khusus untuk Roes Ediarto, dia memberikan konfirmasi berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri,†kata Johan.
Sementara itu, perusahaan tempat para saksi tersebut bekerja, bergerak di berbagai bidang. PT Permata Nusa Pratama bergerak dalam bidang karbon. PT Sinar Surya Alumindo bergerak di bidang pemasangan alumunium dan kaca gedung. PT Brema Brata bergerak di bidang supplier. PT Pratama Widya bergerak di bidang jasa konsultasi dan kontraktor khusus geoteknik. PT Kapel Jaya bergerak di bidang jasa instalasi listrik.
Dalami Rp 125 M Jadi Rp 2,5 Triliun
Hifdzil Alim, Peneliti PUKAT UGMPeneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Hifdzil Alim berharap Komisi Pemberantasan Korupsi mengintensifkan pemeriksaan saksi kasus Hambalang dari pihak anggota DPR.
Menurut dia, salah satu pelanggaran dalam kasus ini adalah perubahan proyek yang semula membangun sekolah olahraga berbiaya Rp 125 miliar, menjadi mega proyek sarana dan prasarana olahraga berbiaya total Rp 2,5 triliun.
Dia berharap, setelah rajin memeriksa anggota DPR, KPK bisa menemukan siapa saja yang terlibat mengubah anggaran dari single year menjadi multi years. “Bisa saja jika ada alat bukti yang cukup, ditetapkan tersangka baru dari pihak legislatif,†katanya.
Soalnya, menurut Hifdzil, tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang tidak bisa dilakukan sendiri. Selain pihak eksekutif dan pengembang yang kini sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka, tentu patut diduga ada pihak-pihak lain yang terlibat. Seperti pihak legislatif atau perusahaan pengadaan barang dan jasa.
Hifdzil menambahkan, kejelian dan ketelitian KPK melakukan penyidikan kasus Hambalang sangat dibutuhkan. Soalnya, kasus dugaan korupsi penggelembungan anggaran, berbeda dengan kasus suap yang tertangkap tangan. “Pada kasus mark up seperti inilah justru keprofesionalan KPK dipertaruhkan,†tandasnya.
Tapi, soal kenapa KPK belum memeriksa tersangka kasus Hambalang, menurut Hifdzil, hal itu merupakan strategi penyidikan saja. Menurut dia, KPK sudah memegang alat bukti dan barang bukti yang cukup untuk menjerat para tersangka.
Sehingga, ketika diperiksa, para tersangka tak bisa mengelak.
“Saksi yang diperiksa sudah lebih dari seratus. Sepertinya tidak ada celah lagi untuk melakukan perlawanan,†tandasnya.
Harap KPK Jawab Penasaran Publik
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Deding Ishak meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menjawab rasa penasaran masyarakat, kenapa tersangka kasus Hambalang belum dibawa ke persidangan.
Menurut dia, berlarut-larutnya proses pemberkasan tersangka kasus ini menimbulkan rasa penasaran publik. Bahkan, katanya, bisa mengikis dukungan publik kepada KPK.
Apalagi tersangka Andi Alfian Mallarangeng, bekas Menteri Pemuda dan Olahraga belum sekalipun diperiksa, apalagi ditahan seperti umumnya tersangka kasus korupsi yang ditangani KPK.
“Saya harap KPK bisa menjawab semua rasa penasaran publik itu dengan cara segera melimpahkan kasus tersebut ke tahap penuntutan,†kata politisi Partai Golkar ini, kemarin.
Menurut Deding, kasus Hambalang adalah kasus yang mendapat perhatian besar masyarakat. Sehingga, masyarakat menunggu bagaimana duduk perkara kasus tersebut sebenzarnya.
Dia berharap, belum dilimpahkannya berkas pemeriksaan kasus Hambalang ke penuntutan hanya masalah prosedur kerja penyidik KPK yang ingin menguatkan kontruksi hukum untuk membangun dakwaan. Bukan karena masalah kurangnya penyidik KPK.
“Jika masalahnya karena kekurangan penyidik, tentu KPK akan kerepotan mengusut kasus lain. Soalnya, masih banyak kasus lain yang perlu ditangani,†ujarnya.
Mengenai dugaan bahwa ada anggota DPR yang terlibat kasus Hambalang, Deding meminta KPK tetap bersandar pada alat bukti. Jika sudah menemukan pelanggaran anggota DPR dalam penganggaran pembangunan pusat olahraga yang awalnya single years menjadi multi years, KPK harus segera menetapkan tersangka baru. “Jika alat bukti yang dimiliki KPK sudah cukup, jangan takut menetapkan tersangka baru,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]