Berita

al araf/ist

Politik

Revisi UU Ormas Pesanan Kapitalis?

JUMAT, 05 APRIL 2013 | 12:10 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Parlemen dinilai sangat arogan dalam membahas Revisi UU Organisasi Masyarakat (Ormas). Faktanya, bukan satu atau dua kelompok saja yang keberatan atas RUU tersebut.

Demikian dikatakan, Direktur Imparsial, Al Araf, dalam sebuah diskusi yang digelar Madjid Politika Universitas Paramadina, bertajuk "RUU Ormas dalam Konsolidasi Demokrasi di Indonesia".

"Banyak kelompok yang keberatan dengan RUU ormas. Soal urgenisnya, untuk apa RUU Ormas? Pemerintah dan parlemen sesat pikir dalam berorganisasi dan berserikat," ucapnya, seperti dalam rilis yang dikirimkan Majid Politika kepada wartawan.


Dia tegaskan, UU Ormas tidak dibutuhkan. Rencana revisi UU itu, disebutnya, tidak punya argumentasi filosofis, yuridis dan sosiologis yang kuat. Dalam aspek yuridis, dalam tata sistem negara hukum dianut dua rezim pengaturan berbasis anggota dan perkumpulan. Untuk yang tidak punya anggota adalah yayasan. Nah, Indonesia sudah memiliki UU Yayasan.

"Sedangkan UU perkumpulan masih mengacu kolonial. Sehingga tidak terlalu dibutuhkan," jelas Al Araf.

Lewat UU Ormas-lah rezim Orde Baru melakukan politik represif dengan memberangus kelompok sayap Islam. Disitulah permulaan politik totalitarian.

"UU itu belum dicabut. Seharusnya UU itu bukan direvisi, tapi dicabut. Kita tidak hidup dalam alam represif lagi. Maka seharusnya tidak usah diteruskan. Semua Ormas akan demo bersar-besaran kalau ini disahkan," ucapnya.

Para aktivis menyatakan, banyak pasal dari revisi UU Ormas yang membuka ruang intervensi negara. Kesimpulannya, pemerintah bisa melakukan seleksi ormas. Rezim politik administrasi akan diterapkan. Bahkan ada indikasi perselingkuhan oligarki dengan kaum kapitalis.

"Ada kepentingan kapitalistik, di mana para pemilik modal kesal dengan ormas-ormas buruh yang selalu protes meminta haknya dipenuhi. Anggota DPR butuh modal, maka disokong pemilik modal untuk melakukan kampanye, tapi memang sulit dibuktikan," tandasnya. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya