Berita

ilustrasi, BJB

X-Files

Kejagung Panggil Ulang 2 Saksi Penting Kasus BJB

Kucuran Kredit Libatkan Korporasi & Perorangan
RABU, 03 APRIL 2013 | 09:21 WIB

.Kasus dugaan penyelewengan kredit Rp 55 miliar dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) kembali bergulir di Kejaksaan Agung.

Penyidik fokus menelusuri aset tersangka yang diduga di­sem­bunyikan dan diinvestasikan ke dalam bentuk asuransi. Na­mun, penyidikan ke arah itu ma­sih terganjal karena dua saksi kasus ini mangkir dari panggilan pemeriksaan.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, ada dua  saksi yang ke­terangan­nya sangat diperlukan oleh pe­nyidik. Kedua  saksi itu di­ang­gap punya kapasitas untuk memberi­kan keterangan. Sayang, dua sak­si ini tidak memenuhi panggilan penyidik.


Saksi yang mangkir itu adalah pimpinan cabang Jasa Asuransi In­donesia (Jasindo) Surabaya, Jawa Timur. Untung tak me­nye­but­­kan nama saksi ini. Dia juga belum bisa memastikan, apa ala­san yang membuat pimpinan cabang perusahaan asuransi pelat merah itu berhalangan hadir.

Menurut Untung, pemeriksaan sak­si dari perusahaan asuransi, di­picu dugaan adanya aliran dana milik tersangka yang masuk ke pe­rusahaan asuransi tersebut. “Bisa jadi, penyidik ingin meng­kros cek hal itu,” timpalnya.

Akan tetapi, Untung belum bisa memberikan gambaran utuh, siapa pemilik berikut besaran dana di Jasindo itu. “Masih di­kembangkan penyidik,” ujar be­kas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Selanjutnya, saksi lain yang tak memenuhi panggilan penyidik berinisial EEG. Kata dia, EEG semestinya memenuhi panggilan penyidik pada Senin (1/4) lalu. Tapi hingga petang, saksi yang berprofesi sebagai penasihat hu­kum itu, tak juga menampakkan batang hidungnya di Kejagung.

Untung belum mau menye­but­­kan, apa kapasitas EEG se­hingga dijadikan saksi kasus ini. “Nanti se­­­telah dia diperiksa, akan kami sam­­paikan. Yang pas­ti, tidak mung­­­kin penyidik me­­manggil sak­si secara seram­pangan,” ucapnya.

Dia menambahkan, karena dua saksi tersebut tidak hadir,  pe­nyi­dik mengagendakan pemanggilan ulang. Agenda pemanggilan ulang sudah disusun dan dikirim ke­pada dua saksi tersebut supaya penyidikan cepat selesai.

Untung menambahkan, penyi­dik juga mengagendakan pe­mang­gilan saksi-saksi lain. Pe­meriksaan saksi-saksi tersebut, dibutuhkan penyidik mengingat perkara ini melibatkan banyak pihak, baik perorangan maupun korporasi.

Dia berharap, dukungan semua pihak mampu mendorong penyi­dik untuk menyelesaikan kasus ini secara cepat dan tepat.  “Prog­resnya akan disampaikan bila penyidikan masuk tahap pe­nuntutan. Kita tunggu saja ha­silnya,” ucapnya.

Ketika dikonfirmasi seputar kasus ini dan penindakan di in­ternal BJB, kemarin, Kepala Hu­mas BJB Boy S Pandji tidak mem­berikan tanggapan.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Komisaris PT Ra­dina Niaga Mulia (RNM), Elda Devianne Adiningrat (EDA) se­ba­gai tersangka kasus dugaan pe­nyelewengan kredit Rp 55 miliar dari Bank BJB.

Nama Elda sebelumnya men­cuat dalam kasus suap kuota im­por daging sapi yang membuat be­kas Presiden PKS Lutfhi Hasan Ishaaq ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai tersangka. Dalam kasus sapi, Elda masih berstatus saksi.

Menurut Untung, EDA awal­nya menerima kredit dari BJB. Namun, kata Untung, dana itu malah disalurkan EDA untuk pe­nyertaan modal kerja ke PT Cipta Inti Permindo (CIP).

PT RNM, lanjut Untung, tidak melaksanakan kegiatan sesuai kredit yang diajukan kepada BJB. PT RNM justru menyerahkan uang kredit itu kepada tersangka Yudi Setiawan (YS), Direktur Uta­ma PT CIP untuk pengadaan ba­han baku pakan ternak.
Penyer­taan modal kerja terse­but, dilatari dugaan bahwa Elda mengaku kenal baik dengan Yudi. “Bukti pengiriman dana su­dah disita,” tandasnya.

Selain EDA dan YS,  Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka lain kasus BJB. Yakni, bekas Direktur Utama PT E-Farm Bis­nis Indonesia (EFBI), DY, Di­rek­tur Komersil EFBI Deni Pasha Sa­tari (DPS), dan Manajer Ko­mersil BJB cabang Surabaya Eri Sudewa Dullah (ESD).

Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Januari 2013.  Jadi, ter­sangka kasus BJB sudah lima. Tidak tertutup kemung­kinan jumlah tersangkanya ber­tambah.

Reka Ulang
Tersangka Impor Sapi Ikut Jadi Saksi Kasus BJB

Untuk mendalami kasus ini, penyidik Kejaksaan Agung telah memeriksa sejumlah saksi, antara lain pimpinan Cabang.

Bank BJB Surabaya Kalmet Nehru dan Supervisor BJB Kan­tor Cabang Waru, Tito Syarif San­tosa. Kedua saksi itu, menurut Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, dimintai keterangan seputar analisa pengajuan kredit dan mekanisme pencairan kredit oleh PT Cipta Inti Permindo (CIP).

Gara-gara kasus ini pula, Ah­mad Fathanah (AF), kolega bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Is­haaq (LHI), diperiksa penyidik Kejagung sebagai saksi.

Menurut Untung, hasil pe­nyi­dikan sementara menunjukkan in­dikasi keterlibatan AF. “Ada du­gaan, AF mendapatkan aliran dana dari kredit fiktif yang di­ajukan ke BJB cabang Surabaya,” katanya.

Lantaran itu, penyidik Ke­jagung datang ke Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan untuk mengorek keterangan AF pada 7 Maret lalu. Setelah mengantongi izin dari KPK, mereka menggali ket­e­ra­ngan AF sebagai saksi.

Menurut Untung, pemeriksaan AF mengarah pada aliran dana dari PT Radina Niaga Mulia (RNM). Kendati begitu, Untung belum mau blak-blakan, berapa dana yang masuk ke kocek AF. Begitu pula, apa peran AF dalam kasus ini.

Dia hanya menginformasikan, penyidik menduga, AF memiliki kedekatan dengan tersangka Elda Devianne Adiningrat (EDA), bos PT RNM. Namun, aliran dana yang masuk ke kantong AF justru diduga terkait dengan tersangka Yudi Setiawan (YS), bos PT Cipta Inti Permindo (CIP).

Selain memeriksa AF sebagai saksi, penyidik Kejagung juga te­lah memeriksa tersangka Di­rek­tur Komersil PT E Farm Bisnis In­donesia (EFBI) Deni Pasha Sa­tari (DPS), dan tersangka Ma­na­ger Komersial BJB Cabang Sura­baya Eri Sudewa Dullah (ESD).

Pemeriksaan ESD berkutat se­putar kebijakan bank men­ca­ir­kan kredit PT CIP. Di luar itu, pe­nyi­dik mengarah pada teknis pe­nga­juan kredit. “Terkait tugas dan ke­we­nangan saksi sebagai Ma­najer Komersial Bank Pe­m­ba­ngunan Daerah Jawa Barat dan Ba­nten Cabang Surabaya,” tandasnya.

Jadi, lanjutnya, kompetensi ESD sebagai Direktur Komersil sangat menentukan pencairan kredit. Peranan vital inilah yang memicu penyidik untuk me­ng­o­rek kesaksian yang bersangkutan. Bisa saja, analisis yang dilakukan sudah benar, namun ada pihak lain yang mengintervensinya un­tuk melakukan penyelewengan.

Atau sebaliknya, analisis kredit justru dilaksanakan secara seram­pangan. Hal itu kemungkinan terjadi karena iming-iming atau motivasi mendapat keuntungan pribadi. “Semua hal menyangkut ini masih dikembangkan,” ucapnya. Sedangkan pemerik­sa­an DPS, kata Untung, ditujukan guna mengetahui aliran dana dari PT CIP ke PT EFBI.

Kasus ini berawal ketika Bank BJB menyetujui pemberian kredit usaha Rp 55 miliar kepada PT CIP. Namun dalam proposal pe­ngajuan kredit, PT CIP, produsen dan distributor sarana pendidikan itu justru berencana mengem­bangkan usaha pembuatan bahan baku pakan ternak.

Corporate Secretary BJB Sofi Suryasnia menyatakan, pihaknya merupakan korban dalam kasus ini. “Kami  korban, kami serah­kan semuanya kepada kuasa hu­kum,” katanya, Rabu (27/2) lalu. Tapi, dia menolak membeberkan teknis pengajuan kredit itu.

Jika Ada Kucuran Fiktif, Pengawasan BJB Pasti Tak Beres
Daday Hudaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Daday Hudaya mengingatkan, apapun bentuk dugaan korupsi di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) harus dipertanggungjawabkan.

Lantaran itu, menurut Daday, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu ragu-ragu menga­mbil tindakan hukum.

Semestinya, lanjut Daday, la­poran keuangan diterima pim­pinan dan komisaris BJB se­cara rutin. Dari laporan te­r­se­but, komisaris dan pimpinan bank semestinya menentukan sikap terkait dugaan penye­le­we­ngan tersebut.

Jika terjadi pengucuran kre­dit fiktif, menurutnya, ada yang tidak beres pada pengawasan maupun tata prosedural kerja bank. Hal ini menimbulkan ke­curigaan. Masalahnya, apakah ketidakberesan itu terjadi secara sengaja atau tidak.

“Ini perlu men­dapat jawaban secepatnya. Jangan dibiarkan terkatung-katung,” tandasnya.

Dia meminta, Kejaksaan Agung dan KPK yang mengu­sut perkara dugaan kebocoran di BJB melakukan langkah hu­kum yang proporsional. Mak­sud dia, siapa pun yang diduga menyimpang, hendaknya di­tin­dak tegas. Rangkaian pe­me­rik­saan dan penyidikan terkait hal ini seyogyanya dilaksanakan tanpa pandang bulu.

Hal yang juga perlu men­da­pat perhatian, menurut Daday, perkara dugaan penya­lah­gu­na­an kredit BJB di Cabang Su­ra­baya ini, diduga melibatkan ter­sangka kasus suap kuota impor daging sapi yang sudah ditahan KPK.

“Koordinasi Kejaksaan Agung dan KPK idealnya lebih serius, karena kasus ini patut di­duga masih melibatkan banyak pihak,” kata politisi Partai De­mokrat ini.

Tidak Boleh Disangkutkan Urusan Politik
Fadli Nasution, Ketua PMHI

Ketua Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution mengingatkan, koor­di­nasi intensif antara Ke­jaksaan Agung dan Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi dalam menangani kasus ini, sangat diperlukan.

Dia pun mewanti-wanti, pe­ngusutan perkara tidak boleh di­sangkut-pautkan dengan ke­pentingan politik pihak-pihak tertentu. “Penanganan perkara ini tak boleh dilatari kepe­n­ti­ngan politik. Sebaliknya, para pihak yang diduga terlibat ka­sus ini  hendaknya memandang pengusutan perkara secara pro­porsional,” katanya.

Artinya, rangkaian pem­e­rik­saan hendaknya dipandang se­bagai upaya penegakan hukum secara positif. Bukan malah me­ngeluarkan pernyataan-per­nyataan yang kontra produktif. Dia mengapresiasi saksi yang hadir memenuhi panggilan pe­nyidik. Sebab, hal ini me­nun­jukkan bahwa ada kesadaran hukum sebagai warga negara. “Hal itu idealnya diapresiasi. Di­jadikan sebagai pedoman bagi saksi-saksi lain. Bukan malah mangkir,” ucapnya.

Akan tetapi, Fadli me­nam­bahkan, penegak hukum tidak boleh bertindak semau gue. Maksudnya, rangkaian peme­rik­saan saksi-saksi hendaknya disesuaikan dengan kapasitas seseorang. Penyidik tidak boleh memaksakan atau me­nga­rah­kan saksi untuk mem­beri ke­saksian di luar batas pe­ngetahuannya.

Dengan begitu, akurasi dan absoluditas fakta dapat diper­tanggungjawabkan di per­si­da­ngan. Dari situ pula, penyidik akan menemukan fakta dan bukti-bukti keterlibatan pihak lain. “Bila fokus penyidikan me­ngarah pada aset yang di­sembunyikan tersangka, pasti nanti bisa diketahui,” ucapnya.

Dia menggarisbawahi, tidak ada kejahatan yang sempurna. Oleh sebab itu, secanggih apa­pun modus kejahatan, serta siapa saja yang terlibat dalam upaya menyembunyikan aset hasil kejahatan, pasti dapat terungkap. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya