Berita

ilustrasi/ist

Nusantara

PKL Ogah Manfaatkan Lokbin Bikinan Jokowi

Keberadaannya Jadi Biang Kemacetan Lalu Lintas
RABU, 03 APRIL 2013 | 08:15 WIB

.Permasalahan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang semakin menjamur di Jakarta harus segera ditangani dengan serius. Keberadaan mereka di kawasan fasilitas publik jelas mengganggu kepentingan umum dan menyalahi aturan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mestinya punya kebijakan bagaimana mengelola PKL tanpa mengorbankan fasilitas publik.

Dari pengamatan Rakyat Mer­deka, hampir di setiap sudut Ja­karta hingga kini masih dipenuhi PKL. Mereka pada umumnya ber­ada di tempat-tempat kera­maian dengan memanfaatkan fasilitas publik sebagai tempat berdagang. Mulai dari trotoar, halte bus hingga jembatan pe­nyeberangan orang.

Di kolong flyover Jalan Raya Bogor, Pasar Rebo, Jakarta Ti­mur, puluhan PKL mencari rezeki di persimpangan jalan yang padat lalu lintas kendaraan maupun orang ini. Mereka memanfaatkan fasilitas publik seperti trotoar, untuk berdagang. Bahkan ada juga yang tempat berda­gang­nya menggunakan sebagian jalan.

Di kolong flyover Jalan Raya Bogor, Pasar Rebo, Jakarta Ti­mur, puluhan PKL mencari rezeki di persimpangan jalan yang padat lalu lintas kendaraan maupun orang ini. Mereka memanfaatkan fasilitas publik seperti trotoar, untuk berdagang. Bahkan ada juga yang tempat berda­gang­nya menggunakan sebagian jalan.

Pada pagi hari, para PKL me­mang tidak terlalu terlihat ramai, hanya pedagang asongan yang ramai berlalu lalang. Namun, menjelang sore menuju malam, mulai terlihat pergerakan para PKL mempersiapkan dagangan. 

Barang dagangan yang ada di sana bisa dibilang komplit. Apa yang dibutuhkan masyarakat umumnya ada. Mulai dari ma­kanan, minuman, pakaian, sepatu hingga alat-alat elektronik.

Risa, seorang warga yang biasa lewat di Pasar Rebo, menilai keberadaan PKL diakui ada baik dan buruknya. Baiknya, menu­rutnya, bisa mencari barang-ba­rang yang diperlukan sekalian le­wat. Harganya pun cenderung le­bih murah. “Nggak enaknya, yang seperti ini makin ramai dan bikin macet,” katanya.

Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna mengatakan, untuk menjaga estetika kota dan mengurangi kemacetan, penataan PKL dinilai harus bersinergi dengan penempatan yang tepat, sekaligus juga perilaku pembeli yang sesuai. "Ada baiknya PKL tidak ditempatkan di lokasi yang sudah padat, ada sumber kema­cetan, apalagi yang di sentra ekonomi primer, seperti contohnya  di Tanah Abang," ujarnya.

Yayat mengatakan, meski hal tersebut sering terjadi di Jakarta, dimana gulanya banyak di situ ada semutnya, tapi tetap saja harus dihentikan.

"Sekarang, pembeli juga harus ditata. Pembeli harus datang ke pasar, tidak boleh datang di sembarang tempat. Ada Perda-nya juga kok," tegasnya.

Selama ini, lanjut Yayat, banyak PKL yang kesulitan berjualan di pasar. Selain karena harus membayar harga sewa mahal, pembeli yang datang ke pasar pun sedikit. Namun hal itu juga disebabkan salah satunya karena faktor pengelolaan pasar yang belum maksimal.

"Pasar harus dikelola, tem­patkan pasar-pasar di dekat taman, sungai. Pujasera (pusat jajan serba ada) harus dihidupkan kembali. Dengan pengelolaan seperti itu, ada tujuan untuk menghargai baik penjual maupun pembeli," jelasnya.

Selain itu, lanjut Yayat lagi, pedagang juga harus diajarkan untuk bisa bersih.
Pengelola jangan hanya mau memungut uang saja, namun tidak mau berkoordinasi dengan pedagang. “Kalau pasar kotor dan becek, siapa yang mau datang? Penge­lola pasar harus berubah. Jangan juga pasar lebih banyak preman daripada pengelolanya," tandasnya.

Berkaitan pasar tradisional, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, saat ini di Jakarta terdapat 153 pasar tradisional dan 20 lokasi binaan (lokbin). Namun yang tertata dengan baik baru 15 persen, sementara 85 persennya masih perlu penataan lagi.

"Kondisi demikian jika tidak segera dibenahi, maka akan tergilas oleh pasar modern dan menambah kesemrawutan lalu lintas," cetus bekas Walikota Solo yang sukses mengelola ribuan PKL.

Didata Dulu Agar Tidak Membludak Saat Relokasi

Penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jakarta menjadi salah satu program yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Namun, pelak­sanaannya terpaksa ditunda, karena Pemerintah Provinsi (Pem­prov) DKI Jakarta akan men­data terlebih dulu jumlah PKL yang ada di Jakarta.

Salah satu upaya Jokowi membuat Ibukota bersih dan tertib yakni dengan menata PKL. Kenyataannya, memang tak semudah membalik telapak ta­ngan. Apalagi untuk kota se­besar Jakarta. Dia mengaku tidak mau tergesa-gesa merealisasikan penataan PKL.

Meski sudah ada target yang harus dicapai, namun Jokowi jus­tru menunda sementara penataan PKL. Ia akan mendata dulu angka pasti jumlah PKL di Jakarta agar tidak membludak saat direlokasi. Sebab, dikhawa­tirkan PKL yang telah mendapat­kan bantuan justru akan meng­ajak sanak saudaranya datang ke Jakarta.

Saat ini, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Per­dagangan (KUMKMP) DKI Ja­karta sedang melakukan penda­taan sehingga nantinya bisa diketahui jumlah pasti PKL di Jakarta. Karena hanya PKL yang sudah menetap lama saja yang akan dilakukan penataan.

"Kami belum berani melaku­kannya lagi. Karena dikha­wa­tirkan dengan memberikan gero­bak dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) gratis ini, akan dibaca oleh PKL lainnya, sehingga mereka akan mengajak sanak saudara di kampung untuk datang ke Jakarta," ujar Jokowi.

Setelah pendataan selesai, lanjut bekas Walikota Solo ini, pihaknya baru akan kembali meneruskan penataan PKL di Jakarta. Karena pihaknya tidak ingin dengan penataan ini, jumlah PKL justru meningkat. "Kami hentikan dulu, karena kami ingin mendata, lalu kita kunci. Agar datanya tidak membludak," katanya.

Untuk penataan dan relokasi PKL, Jokowi menambahkan, selain menggunakan dana APBD, Pemprov DKI Jakarta juga akan menggandeng pihak swasta untuk mengucurkan dana melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

Nantinya Pemprov DKI Ja­karta akan menyediakan lokasi dan pasar khusus PKL. Selain untuk mengurangi kemacetan, langkah ini juga dibuat untuk menghilangkan kesan kumuh di sebagian wilayah Jakarta. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya