.Perkara dugaan korupsi pengadaan benih di Kementerian Pertanian 2008-2012, masih bergulir di Kejaksaan Agung. Tapi, belum ada tersangka dari pihak Kementerian Pertanian (Kementan). Semua tersangka dari pihak perusahaan.
Para tersangka adalah bekas Direktur Utama PT Sang Hyang Seri (SHS) Kaharudin, Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono dan Karyawan PT SHS SuÂbagyo. Satu tersangka lain berÂinisial EA, menjabat sebagai KoÂmisaris PT Radina Niaga Mulia (RNM), perusahaan rekanan SHS. Belum ada penetapan terÂsangka baru. Sejauh ini, KeÂjaÂgung masih memeriksa saksi-saksi untuk melengkapi berkas para tersangka.
Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, pemeriksaan terhadap para terÂsangka dan para saksi kasus SHS masih dilakukan. “Kami sudah jadwalkan pemeriksaan saksi-saksi,†katanya. Namun, Untung beÂlum mau menjabarkan, idenÂtiÂtas saksi-saksi yang akan diÂkorek keterangannya.
Dia menyatakan, kejaksaan teÂngah menelaah keterangan saksi Selfiana Tarigan, Hening Puspita Sari dan Emakusumawati. SelÂfiaÂna adalah Kepala Sub Bagian BaÂgian (Kasubag) Produksi PT SHS, HeÂning merupakan Kepala BaÂgiÂan (Kabag) Holtikultura PT SHS. Sedangkan Eva menjabat seÂbagai Kasubag Monitoring dan EvaÂluasi (Monev) Penjualan PT SHS.
Pemeriksaan Selfiana dan HeÂning, ditujukan untuk mengetahui mekanisme kerja di PT SHS. Yang meliputi rangkaian proses peÂnerbitan surat kontrak perjanÂjian dengan pihak lain.
“Apakah peÂnerbitan surat di SHS ada perÂinÂtah dari pimpinan atau baÂgaiÂmana,†ujarnya.
Sebab, penyidik menemukan duÂgaan, harga komoditi dalam konÂtrak kerja sama dengan peruÂsaÂhaan pihak ketiga, menjadi leÂbih mahal dan berpotensi meÂruÂgiÂÂkan keuangan negara. Sebagai Kasubag Produksi dan Kabag HolÂÂtikultura, keduanya diduga meÂÂngetahui alur penerbitan perÂjanÂjian kontrak perusahaan.
TerÂlebih, kaÂsus korupsi yang disidik kejaksaan terkait dengan bidang produksi dan holtikultura, dalam hal ini pemÂbenihan tanaman holtikultura.
Untung menguraikan, pemeÂrikÂsaan juga diarahkan pada meÂkaÂnisme penerbitan kontrak perÂjanjian kerja lainnya. “Tidak terÂfokus pada pokok perkara saja.†Intinya, penyidik ingin mendapat kepastian, siapa pihak yang seÂnantiasa terlibat dalam penerbitan surat kontrak atau perjanjian kerja.
Lebih spesifik lagi, sebutnya, penyidik berusaha mencari tahu, siapa pihak yang memberi peÂrinÂtah atau petunjuk dalam setiap pembuatan surat perjanjian konÂtrak kerja. Apakah berasal dari pejabat SHS pusat, atau hanya cuÂkup di level pejabat kantor regioÂnal alias cabang daerah.
Untung menambahkan, peÂmerikÂsaan Ema mengarah pada keÂterkaitan tugas dan keweÂnaÂngan monitoring produksi dan penjuaÂlan holtikultura PT SHS. Kemana saja benih holtikultura didiÂsÂtriÂbuÂsikan, siapa pembelinya dan baÂgaiÂmana mekanisme penjualannya.
Dia tak menepis anggapan, peÂmeriksaan saksi juga dilakukan guna mengkros-cek kebenaran keterangan tersangka bekas Dirut PT SHS. Namun, bekas Kajati Kepri itu menolak membeberkan haÂsil pemeriksaan saksi dan terÂsangka secara terperinci.
Dia bilang, hasil pemeriksaan saksi dan tersangka masih dianaÂlisa penyidik. Selain ditujukan unÂtuk mengembangkan perkara, juga dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka. “Nanti kalau sudah selesai akan kita sampaikan,†ujarnya.
Untung menambahkan, pemeÂrikÂsaan tersangka Kaharudin, diÂlakukan dalam kapasitas saksi unÂtuk tersangka lainnya. “KeÂteÂraÂngannya akan menjadi bahan unÂtuk dikonfrontir dengan keÂteÂraÂngan tiga tersangka lainnya.â€
Menurutnya, agenda pemeÂrikÂsaan tersangka lainnya akan diÂlakukan pekan mendatang. “TerÂsangka diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka lainÂnya,†bebernya.
Disinggung mengenai jumlah saksi yang sudah diperiksa, UnÂtung mengaku tidak ingat angka pastinya. Tapi sedikitnya, sudah ada 50 saksi yang sudah diperiksa penyidik. Pasalnya, pemeriksaan saksi-saksi kasus ini dilakukan meÂnyebar di daerah-daerah seÂperÂÂti Lampung dan Tegal, Jawa Tengah. UnÂtuk keperluan terseÂbut, tim peÂnyidik Kejagung pun diÂturunÂkan ke daerah-daerah.
Reka UlangBiaya Pengelolaan Benih Diduga Tak DisalurkanDirektur Penyidikan KeÂjakÂsaÂan Agung Adi Toegarisman menÂjelaskan, kasus ini bermula dari temuan mengenai biaya peÂngelolaan cadangan benih naÂsioÂnal di PT Sang Hyang Seri (SHS) dari 2009 sampai 2011 yang tidak disalurkan.
“Biaya pengelolaan sebesar lima persen itu, oleh Sang Hyang Seri pusat, tidak pernah disaÂlurÂkan kepada kantor regional di daeÂrah, sehingga patut diduga ada penyimpangan,†kata Adi.
Berdasarkan penyelidikan, jakÂsa menemukan dugaan peÂnyeÂleÂweÂngan pada 2009 sebÂesar Rp 10.412.223.750, dari nilai konÂtrak sebesar Rp 31.236.671.250. TaÂÂhun 2010 sebesar Rp 10.630.927.500, dari nilai konÂtrak sebesar Rp 31.892.782.250. TaÂhun 2011 sebesar Rp 15.277.866.283, dari nilai konÂtrak Rp 45.833.598.851.
Adi juga menduga, dalam meÂnentukan harga komoditi dengan pihak ketiga, terjadi intervensi KaÂÂharuddin yang merupakan beÂkas Direktur Pemasaran PT SHS.
Kaharuddin kemudian menjadi Direktur Utama. Intervensi itu diketahui berdasarkan keterangan saksi Manajer Regional I sampai VI dan Sekretaris Direktur PeÂmasaran PT SHS.
Dalam program cadangan beÂnih nasional (CBN) tahun 2009 dan tahun 2010, ada perbedaan anÂtara dokumen SHS dengan DiÂnas Pertanian Kabupaten di LamÂpung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran. Menurut data SHS, untuk bibit jagung hibrida di Kabupaten Pesawaran tahun 2009, terdapat penyaluran sebaÂnyak 16.977 Kg. “Tapi, menurut data di Pesawaran, mereka tidak pernah menerima penyaluran CBN itu,†katanya.
Pada 2010 di Kabupaten LamÂpung Selatan, sesuai data SHS, terdapat penyaluran CBN padi non hibrida sebanyak 113.871 Kg. Di Kabupaten Lampung TiÂmur, sesuai data SHS, telah disaÂlurkan CBN jagung hibrida sebaÂnyak 10.740 Kg. Namun, sesuai data di Dinas Pertanian KaÂbuÂpaÂten Lampung Timur, yang diÂteÂriÂma hanya 9.780 Kg, sehingga terÂdapat selisih 960 Kg.
Setelah dikonfirmasi kepada keÂlompok tani, terjadi juga peÂngaÂdaan benih kedelai fiktif Rp 4.627.060.000 dan
mark up volume maupun harga benih kedelai Rp 1.018.450.000 yang dilakukan Kantor Cabang PT SHS di Lampung Timur dengan para kelompok tani, sesuai perÂjanjian jual beli benih kedelai.
Perjanjian itu ditandatangani Manajer Cabang SHS tahun 2008 sampai 2011 Hartono, dan MaÂnaÂjer Cabang SHS dari 2011 sampai 2012, Subagyo. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes, sebanyak 170 ton benih tidak disalurkan ke kios yang terdaftar di Dirjen TaÂnaman Pangan.
“Tapi, disalurkan ke sub kios dan perorangan di wilayah BreÂbes dan Tegal,†tuturnya. PemÂbaÂyaran dari Kios Bima Tani secara tunai, dan ditransfer ke PT SHS meÂlalui Nomor Rekening 1231238999 Bank BNI Cabang Klaten, dengan nilai Rp 1.757.088.800. KeÂmuÂdiÂan, pembayaran ke nomor rÂeÂkening 003501000856309 Bank BRI Cabang Klaten dengan nilai Rp 1.118.925.200, dari Kios PuÂsaka Tani.
Menurut Adi, tim penyidik berÂkesimpulan, telah diperoleh bukti permulaan yang cukup, telah terjadi korupsi pengadaan benih oleh Sang Hyang Seri tahun 2008 sampai 2012 yang melanggar UnÂdang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TinÂdak Pidana Korupsi, seÂbaÂgaiÂmana telah diubah dengan UnÂdang UnÂdang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, penyidik KejaÂgung telah memeriksa dua pejÂaÂbat eselon II di lingkungan KeÂmenterian Pertanian. Dua pejabat tersebut, yakni Rahman Pinem, beÂkas Direktur Perbenihan DitÂjen Tanaman Pangan yang saat ini menjabat Direktur Budidaya SeÂreÂlia dan Bambang Yudianto, DiÂrekÂtur Perbenihan Tanaman Pangan.
Pokok pemeriksaan tersebut untuk mengetahui rencana aloÂkasi kebutuhan kegiatan yang berÂhubungan dengan program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) sesuai tugas dan keweÂnÂaÂngan yang dijabat masing-maÂsing saksi.
Perkara Benih Jangan Meniru Kasus MerpatiAlfons Leomau, Purnawirawan PolriKombes (purn) Alfons LeoÂmau menyatakan, langkah KeÂjaksaan Agung mengusut perÂkara korupsi ini perlu didoÂrong semua kalangan. Hal itu perlu diÂlakukan mengingat peÂnaÂnganan skandal korupsi maÂsih minim di kejaksaan.
“Ini momentum bagus unÂtuk kejaksaan dalam meÂnunÂjukkan komitmennya memÂbeÂranÂtas korupsi,†katanya. Tapi, dia menggarisbawahi, penaÂngaÂnan kasus korupsi di PT Sang Hyang Seri (SHS) ini maÂsih seÂbaÂtas menyentuh level bawah.
Idealnya, pengusutan kasus ini bisa menyentuh level pejaÂbat. Tidak boleh berhenti samÂpai di sini saja.
Lantaran itu, lanjut Alfons, rangkaian pemeÂriksaan saksi-saksi, seyogÂyaÂnya mampu menyingkap perÂkara secara maksimal. Terlebih, nilainya, saat ini Kejagung maÂsih minim prestasi dalam meÂnaÂngani kasus korupsi besar.
Alfons meminta, penyidikan dan penuntutan dilakukan seÂobyektif mungkin agar sulit diÂmentahkan tersangka ataupun terdakwa. “Kita tidak ingin peÂnyidikan dan penuntutan leÂmah, seperti yang terjadi pada kasus Merpati dan sejumlah kaÂsus lainnya yang dibawa keÂjakÂsaan ke Pengadilan Tipikor.â€
Bekas DiÂrektur Utama PT Merpati NuÂsanÂtara Airlines Hotasi NabaÂban diputus bebas dalam kasus sewa pesawat yang didakwa fiktif oleh kejaksaan.
Dia mengharapkan, penguÂsuÂtan kasus SHS mampu meÂnyenÂtuh pelaku lain. Khususnya peÂlaku yang punya peran lebih beÂsar atau strategis. Dari sini, haÂrapnya lagi, kelak selain mamÂpu menjerat tersangka lain, juga bisa membangkitkan efek jera.
“Membuat orang berpikir panÂjang untuk melakukan koÂrupsi atau penyelewengan. Hal itu penting mengingat, korupsi sudah sangat memprihatinkan,†tuturnya.
Otak Pelaku Kasus Ini Mesti DiungkapEdi Ramli Sitanggang, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Edi Ramli Sitanggang meÂnyaÂtakan, kasus dugaan korupsi peÂngadaan benih punya damÂpak signifikan. Masalahnya, kaÂsus ini langsung berkaitan deÂngan kehidupan masyarakat kecil, yakni petani.
“Kasus korupsi ini perlu diÂusut Kejaksaan Agung secara komprehensif. Jangan seteÂngah-setengah, apalagi sampai dibiarkan berlarut-larut,†wanÂti-wanti politisi Partai DeÂmokrat ini.
Menurut Edi, petani meÂruÂpaÂkan pihak yang paling diÂruÂgiÂkan dalam kasus seperti ini. Lantaran itu, dia berharap kaÂsus ini tidak terjadi terus-meÂneÂrus. Makanya, dia meminta kejaksaan segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan. DeÂngan begitu, perkara ini meÂnÂdaÂpat kepastian hukum yang tetap.
Sekalipun sudah ada empat tersangka dalam kasus ini, dia mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak cepat berpuas diri. Masih perlu penelusuran yang lebih intens untuk meÂnyeÂleÂsaiÂkan kasus ini secara utuh. Dari sini, dia yakin bahwa masih terÂbuka peluang bagi kejaksaan unÂtuk menetapkan tersangka lain. “Otak pelaku kasus ini harus bisa diungkapkan,†tandasnya.
Apalagi, penanganan kasus ini sudah berjalan jauh. Paling tidak, jaksa memiliki bahan untuk mengembangkan perkara ke arah yang lebih tinggi. “TeÂtapÂkan tersangka baru sesuai bukti-bukti yang ada,†ucapnya.
Yang penting, ingatnya, peÂnetapan status tersangka terseÂbut tidak dipaksakan KejakÂsaan Agung. Apalagi dipeÂngaÂruhi inÂterÂvensi pihak-pihak terÂtentu. “KejÂaksaan harus bisa meÂnunÂjukkan kemandirian,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]