.Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dituding gagal, dijadikan amunisi untuk menyerang Gubernur DKI, Joko Widodo (Jokowi). Tetap rajin blusukan, bekas Walikota Solo ini yakin, warga Jakarta tetap butuh KJS.
"Saya tahu, selama ini program Kartu Jakarta Sehat ada yang memÂbelokkan. Mereka bilang KJS tidak berhasil, sistemnya nggak bener, harus dihentikan, diganti yang lain. Suara yang diÂtangkap seperti itu. Kalau ada yang teriak-teriak seperti itu, karena memang ada kepentingÂan, saya tahu," ujarnya.
Selama ini, lanjut Jokowi, dia mengaku telah terbuka menerima semua keluhan dan masukan dari berbagai pihak. Dia pun selalu meÂcengek ke lapangan untuk meÂngeÂtahui kondisi sesungÂguhÂnya di masyarakat. Jadi tak hanya berÂdasarkan laporan saja, melainÂkan melalui penglihatan langÂsung.
“Ada yang bilang warga minta KJS dihapus. Lha
wong saya tiap hari turun ke masyarakat, kebuÂtuhan di masyarakat saya tahu. Di maÂsyarakat tidak ada yang minta KJS diputus," tegasnya.
Diakuinya, seÂjauh ini memang masih banyak kekuraÂngan dalam pelakÂsanaan KJS. Seperti terÂbatasnya fasilitas dan tenaga meÂdis. Untuk itu, kata JoÂkowi, pihakÂnya telah berusaha meÂlakukan perbaikan dengan memÂperbaÂnyak ruang perawatan kelas III.
Karena itu, Jokowi berharap masÂyarakat lebih sabar. Sebab, peÂnambahan sarana dan sebaÂgaiÂÂnya untuk meningkatkan peÂlayaÂnan tak dapat dilakukan daÂlam waktu singkat. Dia juga meÂminta masÂyarakat agar tidak menyaÂlahÂkan dokter, yang keÂwalaÂhan meÂnaÂngaÂni jumlah paÂsien pasca KJS.
Terkait isu adanya kepentingan yang berharap agar KJS dianggap gagal, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Wanda HamiÂdah meÂnolak menanggapi. Namun dia meÂnegaskan, layanan kesehaÂtan di Jakarta sepatutnya diperunÂtukan bagi semua dan dapat diÂakses seluÂruh masyarakat DKI.
Ditanya apakah ada anggota DPRD yang tidak senang terhaÂdap program KJS, Wanda memÂbamtahnya. “Yang jelas, pihak DPRD pasti akan kesal jika ada warga Jakarta yang sakit ternyaÂta tak bisa berobat,†kata Wanda.
Program KJS yang kini diÂluncurkan Pemprov, kata politisi PAN itu, harus diapresiasi karena bertujuan melaÂyaÂni masyarakat.
"Ini program yang baik dan harus didorong. Kelemahannya ya harus kita perbaiki bersama," ujarnya bijak.
Pengamat kebijakan publik SuÂÂgiyanto mengatakan, sebenarÂnya tidak ada sama sekali benÂturan kepenÂtingan pada program KJS. Yang ada hanya masalah perÂsiapan pelaksanaannya.
"Faktanya, tidak ada yang ingin membatalkan program KJS kan?" ujar Sugiyanto.
Menurutnya, jika persiapan program KJS seperti rumah sakit baik dari segi SDM dan sebagaiÂnya telah siap ketika KJS itu diÂluncurkan, dia yakin tidak akan ada kritik.
Jika kini ada kritik, sarannya, seharusnya disikapi Jokowi deÂngan bijak. Seperti dengan meÂningÂkatkan peÂlayanan, ruangan, dokter dan seÂbagainya oleh pemÂprov DKI. “Bukan malah menuÂding ada kepentingan yang ingin agar progÂram KJS tidak berhaÂsil,†sindirnya.
Seperti diketahui, program KJS diÂlunÂcurkan Jokowi pertama kali pada 10 November 2012. Pada APBD DKI 2013 telah disiapkan daÂna Rp 1,2 triliun untuk program ini. Dengan kartu ini, seluruh warga ber-KTP DKI bisa menÂdapat laÂyanan kesehatan gratis di PuskesÂmas dan rujukan rawat inap di kelas III rumah sakit yang beÂkerja sama. TarÂÂgetnya adalah 4,7 juta warga DKI yang masuk kategori miskin.
381 Tempat Tidur Kelas 3 Di RSUD Sudah DitambahSeperti diketahui, sejak Kartu Jakarta Sehat (KJS) diluncurkan, diperkirakan jumlah pasien meÂlonjak 70 persen (sekitar 500.000) pasien. Akibatnya, antrean paÂsien panjang, bahkan ada yang tidak tertampung.
"UpaÂya mengatasi itu banyak yang telah dan akan kita lakuÂkan. Ada penambahan dokter, fasilitas juga kita perbanyak," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati.
Khusus untuk mengatasi lonÂjakan pasien, pihaknya mengaku telah menambah daya tampung RSUD kelas 3di Jakarta seÂbaÂnyak 381 tempat tidur. SeÂhingga jumÂlah tempat tidur di kelas 3 RSUD di Jakarta menÂcapai 4.219.
Meski jumlah pasien melonjak, Dien menjelaskan, program KJS tidak akan berhenti. Dia pun berÂjanji akan lebih gencar dalam menÂsosialisasikan program KJS ke masyarakat maupun rumah sakit-rumah sakit. Dia membuka kesempatan bagi warga memÂbeÂrikan informasi mengenai titik lokasi untuk dijadikan target soÂsialisai.
Selanjutnya, tim dari DiÂnas Kesehatan DKI Jakarta akan langsung terjun ke lapangan.
Jika ada pasien KJS yang biaÂya berobatnya melampaui angka Rp 100 juta, dia mengimbau paÂsien berÂsangkutan tak usah khaÂwatir, sebab tetap akan ditangÂgung KJS. Syaratnya, ada caÂtatan dan kajian dari komite meÂdis mengenai peÂluang sembuh pasien bersangÂkutan.
Dinas Kesehatan DKI JaÂkarta juga akan membuka posko pengÂaduan di tingkat rumah sakit. Tujuannya, agar semua keluhan dan informasi masalah dapat langÂÂsung diterima dan diseÂleÂsaikan tanpa harus membaÂwanya ke tingkat gubernur.
Berkenaan dengan utang kepaÂda pihak rumah sakit akibat meÂlonjaknya jumlah pasien, Dien mengklaim Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menyeleÂsaikan semua utang tersebut. Jumlahnya mencapai Rp 260,4 miliar dan telah diaudit oleh BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Baru dibayar, karena klaim rumah sakit terlambat. Kita juga dilarang bayar kalau dokuÂmenÂnya tidak lengkap," tegasnya.
Adapun mengenai program baru Sistem Penanggulangan GaÂwat Darurat Terpadu (SPGDT) melalui saluran bebas pulsa 119, Dien menyatakan, respons masÂyaÂÂrakat sangat tinggi. Saluran itu baru memiliki empat operator itu harus melayani ribuan penelepon setiap hari. Bahkan di akhir peÂkan, jumlah telepon masuk bisa menÂcapai 3.000 sampai 4.000 pangÂgilan. [Harian Rakyat Merdeka]