.Kejaksaan Agung mengapresiasi seluruh fakta persidangan kasus korupsi pengadaan alat laboratorium komputer Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 2010. Tapi, Kejagung baru menyentuh pelaku sekelas pejabat pembuat komitmen. Penetapan tersangka belum menyentuh pihak Permai Grup.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum ) KeÂjaÂgung Setia Untung Ari Muladi menyatakan, kejaksaan sudah menyelesaikan pengusutan kasus UNJ. “Berkas perkara dan terÂsangka sudah dilimpahkan ke pengadilan. Sidangnya pun sudah berjalan. Kami serahkan putuÂsanÂnya ke tangan hakim.â€
Tapi, lanjut Untung, kejaksaan tidak tinggal diam melihat perÂkemÂbangan sidang kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta. Bila ada hal signifikan yang perlu diÂtinÂdaklanjuti, katanya, tentu keÂjaksaan akan mengambil langÂkah-langkah hukum secara proporsional.
Bukan tak mungkin, menurutÂnya, pengembangan fakta-fakta perÂsidangan menghasilkan hal yang signifikan, seperti peneÂtaÂpan tersangka baru. Apalagi, penetapan status tersangka kasus UNJ masih sebatas pada panitia proyek. Namun, kata Untung, itu buÂkan berarti kejaksaan menÂyeÂtop pengusutan perkara ini. “Kami masih menggali fakta-fakta tentang keterlibatan pihak lain,†ucapnya.
Dia sepakat, kasus UNJ berkaiÂtan dengan pokok perkara besar lain dan diduga melibatkan baÂnyak kelompok. Tak tertutup keÂmungkinan, pendalaman perkara ini akan menghasilkan tersangka baru. Tapi, sambungnya, kejakÂsaan mesti berhati-hati meÂnenÂtukan langkah hukum. Terlebih, hal itu menyangkut penetapan status tersangka.
Untung pun mencontohkan, Kejagung tidak bisa memaksakan penetapan tersangka kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dalam hal ini Rektor UNJ Bejo Suyanto dan Pembantu RekÂtor (Purek) II UNJ Supriyadi. “PenetaÂpan tersangka harus didasari alat bukti yang cukup,†katanya.
Menurutnya, pengakuan saksi pernah menerima sesuatu dari Grup Permai (milik bekas BenÂdahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin), belum cukup untuk dijadikan sebagai bukti. Masalahnya, saat diperiksa penyidik, Bejo mengaku tidak tahu perusahaan dan siapa orang yang ikut tender proyek di UNJ.
Dalam kesaksiannya di hadaÂpan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (21/3) lalu, Bejo kembali meÂnyaÂtakan, pengajuan laptop ia samÂpaikan kepada pihak kampus lantaran yang biasa dipakainya rusak. Dia mengaku sama sekali tidak tahu bahwa laptop penÂgÂgantinya berasal dari perusahaan peserta lelang.
Bejo menyatakan, laptop itu ditÂerimanya dari kedua terdakwa kasus ini, yaitu Pembantu Rektor III UNJ Fahrudin Arbah dan Ketua Panitia Pengadaan yang juga dosen Fakultas Teknik, Tri Mulyono. Bejo mengaku sama sekali tak kenal Gerhana Sianipar maupun utusan peserta lelang dari Grup Permai lainnya.
Padahal dalam sidang sebeÂlumÂnya, Wakil Direktur MarÂketing Grup Permai Gerhana SiaÂnipar menggambarkan, bagaiÂmana perusahaan ini menggiring proyek di UNJ. Dia mengaku perÂnah secara khusus mengirim lapÂtop dengan spesifikasi paling top untuk Rektor UNJ.
Kepada majelis hakim, GerÂhana mengakui tahu ada peÂngiÂriman laptop ke Rektor UNJ keÂtika stafnya, Melia Rike meÂmaÂsukkan anggaran untuk pembeÂlian sebuah laptop. Saat mengeÂcek nominal harga laptop itu, dia mengaku sempat terheran-heran.
“Harga laptopnya Rp 20 juta. Tertulisnya untuk rektor UNJ,†katanya. Kepada majelis hakim, Bejo mengaku tidak tahu berapa harga laptop merk Vaio yang diberikan kepadanya.
Kesaksian Gerhana didukung kesaksian Mindo Rosalina MaÂnulang alias Rosa dalam sidang tersebut. Sekadar mengingatkan, Rosa adalah anak buah NazaÂruddin yang telah menjadi terÂpidana kasus suap pembangunan Wisma Atlet.
Atasan Gerhana itu menyaÂtaÂkan, pernah ada pengajuan angÂgaran untuk laptop yang meruÂpakan request dari pihak UNJ. “Saya lupa harga laptopnya beraÂpa. Tapi spesifikasinya seingat saya cukup bagus. Itu yang minta UNJ,†tandasnya.
Tapi Bejo bersikukuh. Ia tak kenal orang-orang itu dan tidak tahu bahwa laptop yang diguÂnaÂkannya berasal dari mereka. Bejo mengaku sama sekali tak meÂngikuti tender dan pelaÂkÂsanaan proyek. Urusan itu, sepenuhnya dipercayakan Bejo kepada anak buahnya, yakni Fahruddin Arbah, Purek III UNJ selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Tri MulÂyono, dosen Fakultas Teknik UNJ selaku Ketua Panitia Pengadaan.
Dia pun tak tahu pelaksanaan proyek di UNJ diselewengkan terÂdakwa Fakhruddin dan terÂdakwa Tri dengan cara mengÂgiring pemenang proyek. “Saya tidak tahu prosesnya. Tiba-tiba sudah ada pemenangnya,†ucapnya.
Kesaksian Bejo nyaris serupa dengan Purek II UNJ Suryadi. Di hadapan majelis hakim, dia juga mengaku pernah diberi Rp 20 juta oleh terdakwa. Saat menerimaÂnya pada 2010, Suryadi mengaku tak sempat menanyakan asal-usul uang itu. “Saya tidak tahu kalau uang itu berkaitan dengan proyek laboratorium komputer tahun 2010,†ucapnya.
Saat disinggung mengenai meÂkanisme tender dan pelaksanaan lelang proyek di UNJ, dia pun meÂngaku tidak tahu. Begitu pula saat ditanya, apakah dia meÂngetahui perusahaan apa saja yang ikut tender itu.
Reka UlangDidakwa Rugikan Negara Rp 5 MiliarPembantu Rektor (Purek) III Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Fahrudin Arbah menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus pembangunan gedung, pengaÂdaÂan barang dan jasa UNJ tahun 2010 di Pengadilan Tipikor JaÂkarÂta pada Selasa malam (15/1) lalu.
Jaksa penuntut umum (JPU) Rahmat dkk mendakwa Fahrudin dan Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono merugikan negara Rp 5,175 miliar. JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur itu menÂjelaskan, pada 2010, UNJ belanja peralatan laboratorium dan peraÂlatan penunjang laboratorium deÂngan pagu anggaran Rp 17 miliar. Atas rencana itu, pada 5 Januari 2010, Kuasa Pengguna Anggaran yang juga merupakan Rektor UNJ Bejo Suyanto, menunjuk paÂniÂtia pengadaan barang dan jasa.
Tri ditunjuk sebagai Ketua PaÂnitia Pengadaan dan IfatuÂrohiya Yusuf menjadi Sekretaris. Tim ini beranggotakan Suwandi, Andi Rawang Sulistyo dan M Abud Robiudin. Tugas mereka memÂbangun gedung dan fasilitasnya seperti mebel, peralatan laboÂratorium dan peralatan penunjang operasional perkantoran.
Tugas lainnya merehabilitasi Gedung Daksinapati tahap III dan Gedung Pasca Sarjana, peÂngerÂjaan Civil World New Building, pengadaan pengembangan staf akademik dan studi lanjut S3 di luar negeri dan pengadaan konÂsultan implementasi peÂngeÂmbÂaÂngan kurikulum.
Grup Permai yang merupakan perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet, ikut dalam proyek tersebut. “Sebelum revisi DIPA keempat, Grup Permai ikut serta dalam proyek Gedung Pusat Studi dan Sertifikasi Guru di UNJ,†kata JPU Rahmat PurwanÂto saat membacakan dakwaan.
Rahmat menyebutkan, DirekÂtur Pemasaran Grup Permai, Mindo Rosalina Manulang, meÂlalui Wakil Direktur Grup PeÂrÂmai, Gerhana Sianipar, memeÂrintahkan staf pemasaran PT Anugrah Nusantara
(anak perusahaan Grup PerÂmai) untuk ikut menggarap proÂyek itu. Staf pemasaran PT AnuÂgrah Nusantara itu bernama MeiÂlia Rike. Mereka masuk dalam pembangunan proyek Pusat Studi dan Sertifikasi UNJ yang dikerÂjakan PT Mega Niaga dan PemÂbangunan Perumahan.
Rosa menyuruh Meilia meÂnyiapÂkan kegiatan proyek peÂngadaan laboratorium dan peraÂlatan penunjang pada 2010. MeiÂlia kemudian mencari agen penyedia alat penunjang tersebut. Dia juga bertemu dengan Tri Mulyono untuk membicarakan apa saja barang yang dibutuhkan.
Saat mengumpulkan agen peÂnyedia itu, Rosa mengatakan harga tiap barang harus didiskon 40 perÂsen dan 3 persen. Namun kepada UNJ, para vendor diminta mengiÂrimkan brosur tanpa ada diskon.
Ketua Panitia Pengadaan Tri Mulyono kemudian menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan brosur itu, tanpa melibatkan angÂgoÂta panitia lain. Akhirnya, dia meÂmutusÂkan pengadaan 90 jenis barang dan 545 unit dengan total harga Rp 16,99 miliar.
Tersangkanya Level BawahAditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Aditya Mufti Ariffin meminta Kejaksaan Agung serius menÂcermati perkembangan sidang kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta. Soalnya, rangkaian fakta persidangan bisa memÂbantu penyidik Kejagung menemukan dan menetapkan tersangka baru.
Dia menilai, penyidikan kaÂsus ini semula berjalan begitu alot. Namun anehnya, lamanya proses penyelidikan dan penyiÂdikan justru tidak membuahkan hasil yang signifikan. Maksud dia, tersangka yang ditetapkan Kejagung hanya dua orang. Itu pun hanya sekelas pejabat pemÂbuat komitmen dan ketua peÂlaksana proyek. “Masih dari leÂvel bawah saja,†katanya.
Setengah bertanya, dia meÂnyaÂtakan, apa, kemana dan baÂgaiÂmana peran pihak lain yang lebih signifikan dari kedua terÂdakwa kasus tersebut. TeÂrÂsangÂka yang kini berstatus terdakwa adalah Fakhruddin Arbah, Pembantu Rektor III UNJ yang saat itu Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen, dan Tri Mulyono, doÂsen Fakultas Teknik UNJ yang saat itu Ketua Panitia Pengadaan.
Aditya tak begitu yakin bahÂwa kedua terdakwa memiliki keberanian menyelewengkan proyek ini berdua saja. Pada prinsipnya, modus korupsi umumnya dilakukan secara konspiratif. Di situ memerlukan sinergi dari beberapa pihak. “Bila ada tersangka dari interÂnal kampus, tentu ada pihak luar yang patut disangka terlÂiÂbat,†tandasnya.
Dia menggarisbawahi, keÂsakÂsian Rektor UNJ Bejo Suyanto pada sidang kasus ini perlu ditindaklanjuti penyidik. Menurutnya, pengakuan saksi tersebut, cukup bisa dijadikan sebagai patokan adanya peÂnyimpangan yang sistematis.
Dengan begitu, harap dia, penanganan perkara ini juga tak berhenti sampai pada dua terdakwa.
“Saya rasa masih banyak hal yang bisa digali lebih dalam di sini,†tuturnya. Aditya pun meÂrasa janggal melihat Kejaksaan Agung tidak jeli. “Bagaimana mungkin, pihak yang jelas-jelas menerima pemberian dari pihak yang diduga bermasalah, lolos dari jerat hukum?â€
Korupsi Pendidikan Sumber MalapetakaMarwan Batubara, Koordinator KPKNKoordinator LSM KoÂmiÂte Penyelamat Keuangan NeÂgara (KPKN) Marwan BatuÂbara menyatakan, korupsi tidak kenal ruang dan batas waktu. Bila tak cermat mengÂhaÂdaÂpinya, semua lini bisa disusupi virus korupsi. Oleh sebab itu, semangat pemberantasan koÂrupsi tidak boleh surut.
“Praktik korupsi yang meÂnyusupi lembaga pendidikan sangat berbahaya. Itu bisa menÂjadi sumber malapetaka. SeÂbab, produk dari dunia penÂdidikan yang idealnya berani memberantas korupsi, otomatis akan bermental koruptif,†tandasnya.
Karena itu, Marwan mengÂharapkan, pengusutan kasus koÂrupsi yang diduga masuk ranah pendidikan dilakukan secara konsisten. Tidak seteÂngah-setengah, seperti kasus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini. “Saya belum melihat ada perkembangan signifikan dalam penanganan kasus ini. Tersangka belum menyentuh kelompok elit,†tuturnya.
Padahal, sebutnya, bila punya komitmen tinggi dalam memÂberantas wabah korupsi, ini meÂrupakan timing tepat bagi keÂjaksaan membuktikan kinerjaÂnya kepada masyarakat. “Selain ada penindakan, juga ada daÂmÂpÂak pencegahan yang efeknya dirasakan masyarakat luas,†katanya.
Dia menambahkan, kejakÂsaan hendaknya tidak berkomÂpromi dalam menangani kasus korupsi seperti ini. Sebab, korupsi yang berkaitan dengan institusi pendidikan bisa berÂdampak sistemik. “Bagaimana masyarakat kita bisa jadi pandai kalau sarana belajar-mengaÂjarnya saja dikorupsi,†katanya.
Yang lebih menyedihkan, lanÂjut Marwan, korupsi ini diÂduga dilakukan para pendidik. “Jika ini dibiarkan tanpa peÂninÂÂdakan yang jelas, dapat dÂiÂpasÂtikan produk dari penÂdidikan di sini terancam gaÂgal,†taÂnÂdasnya. [Harian Rakyat Merdeka]