Komisi Pemberantasan Korupsi sedang getol melacak asal-usul harta kekayaan tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Ahmad Fathanah.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK masih akan memanggil pihak-pihak yang diduga mengetahui asal-usul harta Fathanah sebagai saksi. “Pemeriksaan saksi-saksi untuk TPPU AF dilanjutkan,†katanya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3) lalu.
Dalam pengembangan kasus pencucian uang ini, lanjut Johan, KPK bisa saja menemukan kasus lain selain kasus kuota impor daging sapi. Seperti diketahui, sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU, Fathanah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi bersama koleganya, bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), Direktur PT Indoguna Utama Arya Abdi Effendi (AAE) dan Juard Effendi (JE).
Yang ditelusuri KPK antara lain empat mobil milik Fathanah yang nilainya diperkirakan sekitar Rp 4,3 miliar. Makanya, KPK memeriksa marketing PT Williams Mobil, Bahnizal Hakim dan General Manager (GM) Mitsui Leasing Capital, Ricky DK. Bahnizal memenuhi panggilan pemeriksaan pada Rabu (20/3) lalu, sedangkan Ricky tidak hadir. “Tidak ada keterangan ketidakhadiran Ricky DK,†kata Johan.
KPK telah menyita empat mobil Fathanah itu. Pertama, Toyota FJ Cruiser hitam, berkap putih, bernomor polisi B 1330 SZZ. Kedua, Toyota Alphard putih gading bernopol B 53 FTI. Ketiga, Mercedes Benz C200 hitam bernopol B 8749 BSG. Keempat, Toyota Land Cruiser Prado bernopol B 1739 WFN. Land Cruiser Prado ini, bahkan telah disita pada operasi tangkap tangan di Hotel Le Meridien, Jakarta pada 29 Januari lalu. Empat mobil tersebut kini terparkir di samping Gedung KPK.
Pada Kamis (21/3), giliran anggota DPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fathanah. Pemeriksaan itu terkait salah satu mobil tersebut. KPK juga memeriksa tiga saksi lain, yakni sopir bernama M Ali Imron, Sahruddin alias Alu dan pemilik Mega Audio, Johni Candra. “Semuanya hadir dalam pemeriksaan,†katanya.
Jazuli tiba di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan pada pukul 10 pagi. Mengenakan batik warna coklat dipadu peci hitam, Jazuli tampak rapi. Sebelum masuk Gedung KPK, dia mengaku dipanggil sebagai saksi kasus pencucian uang untuk tersangka Fathanah.
Tiga jam kemudian, Jazuli keluar Gedung KPK. Sebelum memberikan keterangan kepada wartawan, Jazuli menyatakan bahwa dirinya dipanggil sebagai saksi, bukan tersangka. “Ingat ya, supaya jangan salah catat, bukan tersangka. Bajunya saja masih batik,†guyonnya.
Di tangga Gedung KPK, Jazuli menjelaskan, pemeriksaan itu mengenai mobil Toyota Land Cruiser Prado miliknya yang tahun lalu dia jual kepada Fathanah. “Ternyata, mobil itu masih atas nama saya. Makanya, KPK ingin tahu, ini sebenarnya punya siapa. Ya, saya jelaskan,†katanya.
Dalam pemeriksaan itu, Jazuli menjelaskan mengenai mekanisme jual beli Prado tersebut. Mobil itu dia beli pada 2011 seharga Rp 900 juta dengan cara kredit. Mobil itu kemudian digunakannya untuk berkeliling pada kampanye Pilgub Banten. Seperti diketahui, Jazuli merupakan salah satu cagub Banten saat itu.
Tapi, lanjutnya, karena didesak kebutuhan sesudah ikut pilkada, mobil tersebut dijual kepada Fathanah pada Agustus 2012. “Saya jual ke AF Rp 600 juta karena dia yang nerusin kredit itu,†katanya.
Jazuli mengaku, Toyota Prado itu sudah didaftarkan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Namun, dia menjualnya karena tengah didesak banyak kebutuhan sesudah ikut pilkada. “Setelah selesai pilkada, karena saya banyak kebutuhan ini itu, saya jual,†akunya.
Jazuli juga menegaskan dirinya tidak ditanya penyidik mengenai kuota impor daging sapi. “Nggak ada urusannya sama kuota daging sapi. Hanya itu yang ditanya,†katanya sambil menuju mobil Toyota Kijang Innova Silver bernomor polisi B 127 AY.
Pada Kamis (7/3), KPK mengenakan pasal TPPU terhadap Fathanah. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, penetapan tersangka itu didasarkan atas temuan KPK yang didapatkan dalam penggeledahan di kantor dan rumah AF.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan KPK terhadap tersangka dan penelusuran aset.
“Jadi setelah mengembangkan kasus dugaan suap impor daging, penyidik temukan bukti-bukti yang mengarah ke dugaan TPPU pada tersangka AF,†kata Johan.
REKA ULANG
Suap Kasus Daging Sapi Dekati Penuntutan
Selain mengembangkan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka Ahmad Fathanah (AF), KPK juga menggeber pemberkasan untuk kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi.
Pada Jumat (22/3) lalu, KPK memeriksa enam saksi kasus tersebut. Yakni, dari pihak swasta Dena Zelvia, Eka Pratiwi, Anna Retnowati dan Mimin Juniatin. Selain itu, KPK juga memeriksa staf ahli menteri bidang investasi Pertanian, Probowo Respatyo Caturroso dan PNS bernama Ahmad Fikri. “Keenamnya diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka,†kata Johan Budi.
Sehari sebelumnya, KPK memanggil Sekjen DPR Winantuningtyastiti sebagai saksi untuk tersangka kasus tersebut. Winantuningtyas tiba di Gedung KPK pukul 8 pagi. Dia datang menumpang mobil Toyota Camry hitam bernopol B 1078 RFS. Tak lama kemudian, sekitar satu jam, Winantuningtyas keluar Gedung KPK.
Mengenakan setelan coklat bermotif bunga dengan kerudung berwarna senada, Winantuningtyas mengatakan, kedatangannya untuk menyerahkan dokumen terkait tugas-tugas Komisi I DPR. Komisi tersebut adalah tempat dulu Luthfi Hasan bertugas. “Tugas Komisi I apa saja, mitra kerjanya apa saja, ya kita kasih,†ujarnya.
Winantuningtyas menjelaskan, tugas Komisi I tidak ada hubungannya dengan impor daging. “Saya nggak tahu persis, ditanya tugas komisi I, berhubungan dengan impor daging apa nggak, saya jawab nggak,†jelasnya.
Pada Selasa (19/3), KPK melakukan penggeledahan di dua tempat terkait kasus suap pengurusan impor daging sapi. Penggeledahan pertama, di sebuah rumah toko (ruko) di Atrium Senen, Jalan Senen Raya, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
“Ini salah satu ruko milik saksi,†kata Kabiro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo. Mengenai siapa nama saksi pemilik ruko tersebut, Johan tidak menjelaskan lebih jauh.
Selain ruko, KPK juga melakukan penggeledahan di sebuah kantor atau gudang di kawasan industri, jalan Industri Bojong Larang, Karawaci, Tangerang, Banten. Pada Jumat (8/3), KPK menggelar rekonstruksi.
Rekontruksi tersebut dilakukan di kantor PT Indoguna Utama, Jalan Taruna Nomor 8 Pondok Bambu, Jaktim.
Dalam rekontruksi tersebut penyidik KPK membawa tiga tersangka. Mereka adalah Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi (AAE) dan Juard Effendi (JE), serta Ahmad Fathanah (AF), yang diduga menerima suap untuk diberikan kepada bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).
Rekonstruksi ini dilakukan karena penyidik ingin memastikan sejauh mana peristiwa yang disampaikan atau pengakuan para tersangka terkait proses suap itu.
“Lebih detail lagi, bagaimana proses penyerahan uang dari AAE ke AF,†kata Johan.
Menurut Johan, proses rekontruksi ini merupakan tahap akhir dalam melengkapi berkas penyidikan. Setelah itu biasanya segera dinaikkan ke penuntutan. “Bisa sepekan atau dua pekan lagi,†katanya.
Johan mengatakan, rekonstruksi digelar di kantor PT Indoguna Utama dan tidak di Hotel Le Meridien, karena di kantor importir daging sapi milik Maria Elisabeth Liman itulah terjadi proses penyuapan.
Selain melakukan rekontruksi, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi kasus suap tersebut. Mereka adalah Puji Rahayu Aminingrum, karyawan PT Indoguna Utama dan Jerry Roger dari pihak swasta. “Keduanya hadir dalam pemeriksaan,†ucap Johan.
Pengejaran Aset, PPATK Yang Lebih Banyak Bekerja
Yesmil Anwar, Dosen Hukum Pidana Unpad
Menurut dosen hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Yesmil Anwar, Komisi Pemberantasan Korupsi punya kewenangan untuk menyidik kasus pencucian uang ketika sudah memegang bukti adanya hasil kejahatan yang disamarkan atau disembunyikan.
Contohnya, kasus pencucian uang Ahmad Fathanah dengan sangkaan kejahatan awal kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. “Tak harus dibuktikan dulu kejahatan awalnya, perintah undang-undang, KPK sudah dapat menelusurinya. Bahkan, melakukan penyitaan,†kata Yesmil.
Dari tindak pidana awal, kata Yesmil, KPK dibantu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan melacak, adakah transaksi-transaksi yang mencurigakan atau tidak sesuai dengan profil tersangka.
“Dalam hal penelusuran aset, lebih banyak PPATK yang bekerja,†ujarnya.
Yesmil menjelaskan, dari pelacakan aset kasus pencucian uang, KPK juga bisa mengembangkan penyidikan untuk menelusuri apakah ada kejahatan yang lain. Kata dia, bisa saja aset-aset yang digunakan dalam pencucian uang itu, bercampur dengan hasil korupsi dari kasus yang lain.
“Tinggal nanti KPK membuktikan, pencucian uang ini jika dibelikan aset, berasal dari kejahatan yang mana. Yang A, B, atau C, misalnya,†papar Yesmil.
Dia menambahkan, KPK bisa saja melakukan penyidikan kasus pencucian uang setelah kasus primernya diputus di pengadilan. Namun, katanya, penggabungan penuntutan kejahatan primer dengan kasus pencucian uang dalam satu tuntutan akan memudahkan penuntut. Penuntut bisa mengakumulasikan dakwaan dan memudahkan ganti rugi untuk negara yang didasarkan dari aset-aset yang sudah disita.
Kejahatan Awalnya Mesti Dibuktikan Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyatakan, kasus suap kuota impor daging sapi dan kasus pencucian uang yang menyeret Ahmad Fathanah sebagai tersangka, merupakan penyidikan yang berbeda.
Sebab itu, lanjutnya, berkas penuntutannya juga berbeda. Artinya, jika Fathanah terbukti bersalah dalam dua kasus tersebut, hukuman untuknya dikomulatifkan. “Jika AF terbukti bersalah, hukumannya komulatif. Dari kasus suap sapi berapa tahun, ditambah kasus pencucian uang berapa tahun,†kata politisi PDIP ini.
Dia juga mengingatkan KPK agar bekerja profesional dalam mengusut kasus pencucian uang tersebut. Menurut Eva, penyitaan yang dilakukan KPK terhadap aset tersangka kasus pencucian uang, hanya sebatas mengamankan aset tersebut sampai hakim memutuskan.
Sebab itu, KPK harus bisa membuktikan kejahatan awal atau primernya. Juga dari kejahatan mana aset-aset tersebut berasal. “Harus dibuktikan kejahatan awalnya agar bisa ke penuntutan pencucian uang,†ucapnya.
Menurut Eva, penggunaan Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) masih kontroversial. Karena itu, dia juga meminta KPK memberi kesempatan kepada AF untuk menjelaskan dari mana aset-asetnya itu. “Jika AF bisa membuktikan aset tersebut dari hasil jual beli yang sah, maka KPK wajib mengembalikan aset tersebut,†ucap Eva.
Eva juga meminta KPK agar mendalami terus tindak pidana korupsi yang disangka dilakukan Fathanah. Selain kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, KPK harus sigap menelusuri dugaan adanya pihak lain yang terlibat kasus tersebut.
Menurut dia, dengan mendalami kasus suap pengurusan impor daging sapi, bisa saja KPK menemukan kasus korupsi dan pencucian uang lain yang dilakukan AF. [Harian Rakyat Merdeka]