Perkara pencurian pulsa konsumen alias kasus mafia pulsa, memasuki proses penyidikan pada awal Maret 2012. Tapi, belum ada seorang pun tersangka kasus ini yang dibawa ke pengadilan.
Kendati begitu, Kepolisian yang menangani penyidikan kasus ini, optimis mampu merampungkan perkara mafia pulsa. Setelah menyangka Direktur Utama PT Colibry Network Nirmal Hiro Barwani (NHB) menggasak pulsa pelanggan Telkomsel hingga Rp 19 miliar, kepolisian fokus melengkapi berkas dua tersangka lainnya.
Kabareskrim Polri Komjen Sutarman mengaku, kasus mafia pulsa bakal tuntas. Hal itu disampaikan Sutarman setelah berkas perkara atas nama tersangka NHB dinyatakan lengkap. Lengkapnya berkas perkara itu, mengubah status perkara NHB masuk tahap penuntutan.
“Satu berkas perkara sudah P21. Kami masih melengkapi berkas perkara dua tersangka lainnya,†kata bekas Kapolda Metro Jaya ini, akhir pekan lalu.
Menurut Sutarman, lengkapnya berkas perkara Dirut Colibry memberi angin segar dalam penyidikan kasus ini. Paling tidak, membantu pengusutan perkara dua tersangka lainnya.
Dua berkas perkara yang masih dilengkapi itu, atas nama tersangka bekas Vice President Digital Music dan Content Management Telkomsel Krisnawan Pribadi (KP) dan Direktur Utama PT Mediaplay Windra Mai Harianto (WMH).
Berdasarkan petunjuk jaksa, lanjut Sutarman, penyidik kepolisian perlu menambah keterangan saksi untuk kedua tersangka itu. Saksi yang dimaksud, tentunya yang mengetahui tugas dan tanggung jawab tersangka.
“Hal ini tidak menjadi kendala penyidik,†katanya.
Sutarman berharap, upaya melengkapi berkas perkara dua tersangka itu dapat berjalan tanpa hambatan berarti. Dia pun beralasan, penanganan kasus mafia pulsa sangat pelik. Diperlukan kehati-hatian ekstra.
Lantaran itu, waktu penuntasannya sangat panjang. Apalagi, masih terdapat beberapa perbedaan penafsiran kKpolisian dengan Kejaksaan. “Jaksa sempat mengembalikan berkas perkara hingga lima kali,†katanya.
Tapi, lanjut Sutarman, penyidik telah mendapatkan bukti tindak pidana. Dia membeberkan, dari satu produk Colibri, pulsa pelanggan Telkomsel diduga disedot hingga Rp 19 miliar. Angka itu diperoleh setelah penyidik memeriksa produk Colibry menggunakan analisis digital.
“Hasil analisis digital dari Telkomsel menunjukkan dugaan penyelewengan itu,†katanya.
Bekas Kapolda Jawa Barat ini berharap, hal itu mampu meyakinkan jaksa bahwa ada tindak pidana dalam kasus ini. Namun, dia tidak mau membeberkan analisis tersebut.
Hal lain yang juga menjadi sorotan, kenapa tiga tersangka kasus ini tak kunjung ditahan. Sutarman pun belum bisa memastikan kapan ketiganya akan ditahan.
Karopenmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar menambahkan, penyidik memiliki kewenangan untuk menahan atau tidak menahan tersangka. Selama tersangka dianggap kooperatif, tentu penyidik bisa tidak menahan mereka. Tapi sebaliknya, jika menyulitkan proses penyidikan, penyidik tak akan membiarkan tersangka bebas.
Dia menambahkan, bila berkas perkara sudah P21, maka urusan penahanan tersangka menjadi wewenang Kejaksaan. Perlu atau tidak tersangka ditahan, merupakan urusan Kejaksaan.
“Kepolisian bertugas menyerahkan berkas perkara, barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan,†jelas Boy.
Senada dengan Sutarman, Boy menyatakan kelegaannya. Setelah memakan waktu setahun lebih, akhirnya Kepolisian menyelesaikan berkas salah seorang tersangka kasus mafia pulsa.
Menurutnya, upaya penyidik mengusut kasus ini melelahkan. Karena itu, dia berharap perkara ini bisa ditindaklanjuti Kejaksaan secara profesional dan proporsional.
Dengan begitu, perkara yang merugikan masyarakat luas itu dapat diselesaikan lewat proses pengadilan.
Boy menambahkan, dua berkas perkara lainnya tengah diselesaikan jajaran Ekonomi Khusus Bareskrim. Tapi, dia belum bisa menyampaikan siapa saksi-saksi yang dimintai keterangan lanjutan. Dia berharap, dua berkas perkara tersangka lainnya bisa segera lengkap juga.
REKA ULANG
6 Kali Dikembalikan Ke Penyidik
Berkas kasus mafia pulsa dilimpahkan Bareskrim Polri ke Kejaksaan Agung pada Rabu, 6 Juni 2012. Berkas perkara memuat nama tersangka Direktur Utama PT Colibri Network Nirmal Hiro Barwani (NHB), Direktur Utama PT Mediaplay Windra Mai Harianto (WMH) dan Vice President Telkomsel Krisnawan Pribadi (KP).
Kasus pencurian pulsa mendapatkan perhatian DPR. Sampai-sampai, Komisi I DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) Mafia Pulsa. Ketua Panja Mafia Pulsa DPR Tantowi Yahya mengapresiasi apa yang sudah dilakukan penyidik Kepolisian.
“Kami mengapreasiasi penyidik yang bekerja sampai berkas salah seorang tersangka lengkap. Kami sempat frustrasi, mengira penyidik ’masuk angin’ karena kasus ini tidak selesai-selesai hampir setahun,†katanya.
Tantowi berharap, Kejaksaan merespon kasus ini secara cepat. Dia membandingkan, Kejaksaan cepat menangani kasus Indosat dan IM2, tapi kenapa lamban menangani kasus pencurian pulsa konsumen Telkomsel.
Sebelumnya diberitakan, pengusutan kasus maling pulsa mandek. Berkas perkara tiga tersangka perkara ini tidak kunjung lengkap. Padahal, mereka telah ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Maret 2012.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman, jaksa penuntut umum (JPU) belum bisa melakukan proses penuntutan terhadap para tersangka kasus ini, sebab berkas perkara mereka masih belum lengkap.
“Untuk dua tersangka, sudah enam kali jaksa peneliti mengembalikan berkasnya ke penyidik kepolisian. Sedangkan tersangka yang satu lagi sudah tiga kali dikembalikan. Banyak petunjuk yang belum dilengkapi,†kata Adi pada Selasa, 6 November 2012. Adi kini menempati posisi Direktur Penyidikan Kejagung.
Adi menjelaskan, dua tersangka yang berkasnya enam kali dikembalikan ke Kepolisian atas nama NHB dan KP. “Pengembalian berkas untuk keenam kalinya kepada penyidik Kepolisian. Kami lakukan pada 9 Oktober lalu,†katanya.
Berkas yang dikembalikan itu, lanjut Adi, berisi sejumlah petunjuk dari jaksa peneliti yang mesti dilengkapi penyidik Kepolisian.
“Kami akan tunggu sampai petunjuk itu dilengkapi,†ujar bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Berkas tersangka Windra dikembalikan untuk ketiga kalinya pada hari yang sama. “Untuk berkas WMH, dikembalikan juga, yang ketiga kalinya,†ucapnya.
Berkas ketiga tersangka itu dibuat secara terpisah. Petunjuk yang diberikan jaksa peneliti pun disampaikan terpisah. “Berkas berbeda dengan tersangka yang berbeda, di-split,†ujarnya.
Ketika ditanya, mengapa penanganan kasus ini begitu lama, Adi menyatakan bahwa pihaknya menunggu kelengkapan berkas dari penyidik Kepolisian.
“Kami tetap berpegang pada ketentuan dan mekanisme hukum. Jika petunjuk yang diberikan jaksa belum lengkap, tentu belum bisa naik ke penuntutan,†katanya.
Sebagai latar, Kepolisian menetapkan tiga tersangka kasus pencurian pulsa. Ketiganya disangka punya peran penting dalam kasus penyedotan pulsa konsumen.
Seperti dijelaskan Boy Rafli Amar saat menjabat Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, tiga tersangka itu adalah KP, NHB dan WMH. Ketiga tersangka itu adalah penandatanganan perjanjian kerja sama antara Telkomsel dengan perusahaan penyedia layanan content provider. Kata Boy, KP ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Maret 2012. NHB dan WMH ditetapkan sebagai tersangka pada 6 Maret 2012.
Dia menjelaskan, ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 62 juncto Pasal 9 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, serta Pasal 362 dan 378 KUHP. “Masuk kategori pelanggaran berlapis,†tandas Boy yang saat itu masih berpangkat Kombes.
Jangan Sampai Tidak Bergulir Ke Pengadilan
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa mengingatkan, Kepolisian tidak boleh main-main dalam mengusut kasus pidana. Beragam teknis penyidikan, idealnya dilakukan guna membongkar dugaan konspirasi di balik kasus mafia pulsa yang diduga merugikan masyarakat luas ini..
“Kasus mafia pulsa ini sarat teknologi. Jadi, penyelidikan dan penyidikannya perlu menerapkan teknologi juga. Metode penyelidikan dan penyidikan inilah yang perlu dipahami penyidik,†kata politisi Partai Gerindra ini.
Kemampuan membaca dan menganalisis persoalan, lanjut Desmon, sangat menentukan keberhasilan menyidik perkara serumit apapun. Pada dasarnya, penyidik mempunyai kemampuan untuk menangani beragam kasus.
Persoalannya, kemampuan itu kadang terhambat masalah kemauan.
“Kerap tidak ada kemauan, hal itulah yang selama ini menjadi kendala,†tandasnya.
Karena itu, dia menghargai penyidik menyelesaikan berkas perkara salah satu tersangka kasus ini, di tengah kesulitan menguasai teknologi telekomunikasi.
“Ini poin yang saya garisbawahi, keterbatasan piranti tidak boleh menjadi alasan para penyidik kasus pencurian pulsa menyerah,†katanya.
Desmon berharap, berkas salah satu tersangka yang telah dinyatakan lengkap itu, tidak sia-sia. Jangan sampai berkas perkara tersebut tidak sampai ke pengadilan alias macet di tingkat Kejaksaan. “Hal itu tentu akan mematahkan semangat penegakan hukum,†katanya.
Polisi Dan Jaksa Perlu Dorongan Masyarakat LuasPoltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHIKetua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Poltak Agustinus Sinaga berpendapat, publik perlu terus mendorong Kepolisian dan Kejaksaan menuntaskan kasus mafia pulsa. Soalnya, menurut dia, kasus ini menyangkut kepentingan masyarakat yang sangat luas.
“Kita tentu tidak mau masyarakat sering menjadi korban kecurangan operator dan kroninya. Persoalannya, masyarakat selaku konsumen sama sekali tidak mengetahui aturan mengenai jasa telekomunikasi,†katanya.
Yang diketahui, lanjut Poltak, tiba-tiba pulsa konsumen terpotong karena sesuatu hal yang tidak jelas. Melihat persoalan seperti itu, dia meminta masyarakat berhati-hati memanfaatkan produk yang ditawarkan operator. Dia juga meminta operator tidak sembarangan menawarkan produknya.
“Harus ada ketentuan dan aturan yang jelas agar masyarakat selaku konsumen tidak dirugikan,†kata Poltak.
Dia pun berharap masyarakat lebih peka menghadapi dugaan pencurian pulsa seperti ini. “Jangan sampai hanya diam ketika menerima kecurangan. Laporkan ke pihak berwajib,†saran Poltak.
Dengan begitu, lanjutnya, produsen layanan jasa telekomunikasi tidak akan berani main-main dalam menawarkan produknya kepada konsumen.
Dia menyatakan, pengusutan kasus mafia pulsa tidak boleh berhenti. Jaksa hendaknya merespons temuan penyidik kepolisian dengan langkah yang konkret. “Tak boleh masuk angin. Apalagi main mata dengan penyedia jasa telekomunikasi. Dengan kata lain, kepentingan konsumen di sini menjadi hal pokok yang harus dibela,†ujarnya.
Lantaran itu, ia mengimbau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mengambil peranan yang signifikan. Jangan sampai, penanganan kasus ini mentok karena berhadapan dengan intervensi pihat tertentu.
Persoalan hukum ini, imbuhnya, hendaknya diselesaikan secara bijaksana. Bila kenyataannya operator atau tersangka tidak bersalah, penyidik idealnya juga tak memaksakan pengusutan perkara ini. [Harian Rakyat Merdeka]