Berita

Susno Duadji

X-Files

Kejaksaan Tak Kunjung Eksekusi Susno Duadji

Putusan Kasasi Sudah Keluar 22 November 2012
SELASA, 05 MARET 2013 | 09:57 WIB

Kasasi yang diajukan bekas Kabareskrim Polri Susno Duadji sudah ditolak majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 22 November 2012. Tapi hingga kemarin, Kejaksaan belum mengeksekusi Komjen Purnawirawan itu. Padahal, begitu menerima salinan putusan kasasi, Kejaksaan Agung telah menunjuk tim eksekutor.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Masyhudi Ridwan mengaku, pihaknya siap melaksanakan eksekusi tersebut.
 
Namun, dia menyatakan belum bisa memastikan waktu pelaksanaan eksekusi. Alasannya, masih ada beberapa hal yang perlu dibahas lebih dalam.


Masyhudi juga menepis pernyataan kuasa hukum Susno Duadji, Fredrich Yunadi yang menyebut Kejaksaan tidak bisa mengeksekusi kliennya. Menurut Fredrich, salinan putusan kasasi itu tidak menyebutkan hukuman terhadap Susno. Dengan dalih itu, dia mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tidak berlaku.

Menurut Fredrich, dalam putusan kasasi itu tidak dituliskan kalimat yang menguatkan putusan pengadilan sebelumnya, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan PT DKI.

“Tidak ada kata-kata menguatkan putusan PN atau PT. Putusan MA hanya memuat menolak permohonan kasasi dan membayar biaya perkara. Karena itu, klien saya tidak bisa dieksekusi,” belanya.

Bahkan, kata Fredrich, salinan putusan itu cacat hukum. Soalnya, nomor putusan PN Jaksel semula adalah 1260/pid.B/2010/PN Jkt Sel, tapi  putusan PT DKI berubah nomor menjadi 1288/pid.B/2010/PN Jkt Sel.
 
Beda nomor putusan juga terjadi pada salinan putusan kasasi. MA mengeluarkan putusan nomor 899 K/PID.SUS/2012.

“Beda nomor itu membuat putusan kasasi tidak punya kekuatan hukum,” ucapnya.

Tapi, menurut Masyhudi, beda nomor salinan putusan bukanlah persoalan krusial. “Salah ketik itu hanya menyangkut masalah teknis,” katanya.

Yang jelas, lanjut Masyhudi, Kejaksaan tetap berpatokan pada putusan PT DKI Jakarta yang intinya, Susno dihukum 3,5 tahun, denda Rp 200 juta, serta wajib membayar uang pengganti Rp 4,208 miliar. “Eksekusi merujuk pada putusan Pengadilan Tinggi DKI,” tandasnya.

Anehnya, Kejaksaan belum bisa memutuskan, kapan eksekusi terhadap Susno dilaksanakan. Kendati begitu, Masyhudi membantah bahwa Kejaksaan lembek atau takut mengeksekusi bekas Kabareskrim Polri itu.

Dia mengatakan, Kejaksaan selaku eksekutor mempunyai wewenang melaksanakan perintah eksekusi. Namun, menurutnya, tim eksekutor masih mengkaji putusan MA itu.

“Kami tidak melihat siapa pihak yang dieksekusi. Selaku eksekutor, prinsipnya kami siap melaksanakan perintah eksekusi. Hanya, kami masih menunggu waktu yang tepat agar pelaksanaan eksekusi berjalan lancar,” alasannya.

Dia menambahkan, hasil kajian tim jaksa eksekutor sudah dikirim ke Kejati DKI dan Kejaksaan Agung. Sampai saat ini, menurut Masyhudi, tim eksekutor masih menunggu petunjuk atasan.

Tapi, menurut Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Suhendri, eksekusi merupakan kewenangan jaksa pelaksana. “Tugas itu sudah diserahkan kepada jaksa pelaksana eksekusi,” katanya.

Dia tidak bisa memastikan, apa dasar yang menjadi ganjalan eksekusi tersebut. Namun, Suhendri menampik bila jaksa disebut lembek atau takut mengeksekusi bekas Kapolda Jawa Barat itu. “Mungkin masih ada hal-hal yang perlu dibahas,” dalihnya.

REKA ULANG
Baru Sekadar Pelajari Salinan Putusan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto menyatakan, pihaknya sudah memerintahkan tim jaksa Direktorat Eksekusi untuk mempelajari salinan putusan kasasi.

Penelitian salinan putusan bertujuan agar teknis eksekusi tidak melenceng. “Saya tugaskan Direktorat Eksekusi untuk pelajari,” kata bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Andhi menyampaikan, tim sedang mempelajari salinan putusan kasasi. Karena itu, dia belum bisa pasang target, kapan jaksa akan mengeksekusi terpidana 3,5 tahun tersebut. Dia berharap, hasil telaahan tim, nantinya menjadi modal Kejaksaan untuk menerbitkan surat perintah eksekusi.

Soalnya, menurut Andhi, eksekusi tidak bisa dilakukan hanya merujuk pada salinan putusan. Metode dan teknisnya mesti dipertimbangkan secara cermat. “Nanti akan diberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan eksekusi,” katanya.

Dia menambahkan, dalam pembahasan salinan putusan kasasi, tak jarang jaksa menemukan kekeliruan. Kekeliruan itulah yang kerap mengganggu kelancaran eksekusi.

Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, tidak ada hal janggal mengenai pengiriman dan penerimaan salinan putusan kasasi tersebut.

“Prosesnya berjalan sesuai ketentuan,” ujar Untung.

Sebelumnya Untung menginformasikan, rencananya Susno akan dieksekusi dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cibinong.

Sedangkan M Assegaf, anggota tim kuasa hukum Susno menyatakan, sekalipun kecewa pada putusan kasasi MA, kliennya sudah siap menghadapi konsekuensi hukum. Dia memasrahkan proses eksekusi kliennya kepada Kejaksaan. Soalnya, domain eksekusi menjadi kewenangan jaksa. Yang paling penting, eksekusi dilaksanakan sesuai ketentuan.

Kasasi yang diajukan Susno diputus pada 22 November 2012. Majelis kasasi diketuai Hakim Agung Zaharuddin Utama, dengan anggota Hakim Agung Leopad Luhut Hutagalung dan Hakim Agung Sri Murwahyuni. Putusan kasasi ini menyangkut kasus korupsi penanganan perkara PT Salamah Arowana Lestari (SAL) dan perkara korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

Pada kasus ini Susno dihukum tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsidaer enam bulan penjara.

Pada putusannya, majelis kasasi juga mewajibkan Susno mengembalikan kerugian negara Rp 4 miliar. Jika tidak dikembalikan dalam waktu satu bulan sejak putusan ditetapkan, harta bendanya akan disita negara.

Susno didakwa menerima suap Rp 500 juta untuk membantu penanganan perkara penangkaran ikan arwana PT Salmah Arwana Lestari (SAL) saat menjabat Kepala Bareskrim Polri. Dalam kasus ini, teman Susno, Sjahril Djohan juga divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut hakim, Sjahril terbukti mengantar duit Rp 500 juta itu kepada Susno.

Susno juga didakwa menyelewengkan dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat sekitar Rp 8 miliar. Menurut jaksa penuntut umum (JPU), Susno melakukannya saat menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat pada 2008.

“Terdakwa melakukan pemotongan anggaran dana pengamanan Pilkada Jawa Barat dari hibah Pemprov Jabar sebesar Rp 8 miliar,” kata Jaksa Narendra Jatna saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 29 September 2011.

Kronologi versi jaksa penuntut umum (JPU), Susno pada Maret 2008 menandatangani surat permohonan anggaran pengamanan pilkada kepada Pemprov Jabar sekitar Rp 27 miliar. Dana itu disetujui Pemprov dengan pencairan sebanyak empat tahap.

Jangan Lembek Eksekusi Putusan

Pieter C Zulkifli Simabuea, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Pieter C Zulkifli Simabuea mengingatkan Kejaksaan, jangan lembek mengeksekusi putusan pengadilan.

Dia menegaskan, tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak melaksanakan eksekusi terhadap bekas Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji. Soalnya, lanjut Pieter, pelaksanaan eksekusi ini menyangkut prinsip kesamaan di hadapan hukum.

“Kesetaraan hukum bagi siapa pun menjadi pedoman di sini. Jadi, apapun bentuk kontroversi yang muncul, hendaknya disikapi kejaksaan secara tegas,” tandas anggota DPR dari Partai Demokrat ini, kemarin.

Menurut Pieter, putusan kasasi Mahkamah Agung merupakan hal mutlak yang wajib dilaksanakan Kejaksaan. Kejaksaan tidak boleh mengesampingkan putusan peradilan di tingkat kasasi, banding, maupun pengadilan tingkat pertama. Selaku pihak yang mengemban tugas eksekusi, jaksa wajib melaksanakan tugasnya itu.

Apalagi dalam kasus Susno ini, putusan pengadilan sudah memiliki kekuatan hukum tetap. “Kejaksaan tidak boleh takut sedikit pun untuk mengambil langkah hukum yang tegas,” katanya.

Mengenai perbedaan nomor salinan putusan, lanjut Pieter, itu hanya masalah teknis. “Yang paling pokok adalah isi putusan majelis hakim, dari tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung,” ucapnya.

Menurut Pieter, ketegasan jaksa menjalankan eksekusi menjadi pembelajaran bagi masyarakat. Soalnya, kejelasan eksekusi menunjukkan kepastian hukum yang jelas kepada publik.

“Eksekusi terhadap siapa pun terpidananya, baik itu seorang Komjen seperti Susno, tukang becak, dan tukang baso tidak boleh dibeda-bedakan,” cetusnya.

Dia menilai, perlawanan kuasa hukum Susno hanya memanfaatkan celah kecil dari lemahnya proses hukum. Perlawanan tersebut merupakan hak terpidana dan tim kuasa hukumnya.

“Yang penting, Kejaksaan tegas dan cepat menetapkan eksekusi sehingga masyarakat bisa melihat, siapa pun sama di hadapan hukum,” katanya.

Lambat Karena Lemah Koordinasi

Bambang Widodo Umar, Pengajar Ilmu Kepolisian

Pengajar Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menilai, lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum, membuat eksekusi terhadap bekas Kabareskrim Susno Duadji lambat.

Lantaran itu, Bambang menyarankan agar proses penegakan hukum dilaksanakan lembaga-lembaga penegak hukum secara terkoordinasi atau terpadu.

“Kurang koordinasi antar lembaga penegak hukum, sangat membahayakan proses penegakan hukum,” katanya, kemarin.

Mengenai beda nomor salinan putusan, Bambang berpendapat, hal itu merupakan masalah yang prinsip atau krusial. Perbedaan itu bisa membuat putusan hakim atau pengadilan menjadi cacat hukum.

“Jika putusannya dinilai cacat, otomatis pelaksanaan eksekusi akan menimbulkan masalah,” ujarnya.

Menurut Bambang, bila salinan putusan yang dikeluarkan lembaga peradilan tidak terkonsep secara terpadu, maka akan menimbulkan persoalan baru. Juga menimbulkan protes secara hukum yang berpotensi melemahkan putusan. Kejaksaan yang mengemban tugas eksekusi pun akan menuai protes karena dianggap menyalahi ketentuan hukum.   

Idealnya, lanjut Bambang, sinkronisasi antar lembaga penegak hukum diintensifkan untuk menentukan langkah lanjutan. Hal ini juga menjadi proses pembelajaran bagi jaksa dan hakim untuk menentukan langkah hukum.

Menurutnya, bila bermodal salinan putusan bermasalah saja jaksa berani mengeksekusi bekas Kabareskrim Polri, hampir pasti jaksa juga berani mengeksekusi terpidana lain yang merupakan masyarakat biasa kendati salinan putusannya bermasalah. “Saya khawatir, masalah seperti ini akan menjadi masif jika tidak ada yang membenahi,” warning-nya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya