.Mabes Polri menetapkan enam anak buah Robert Tantular sebagai tersangka kasus tindak pidana perbankan. Berkas perkara tersangka pun siap dilimpahkan ke pengadilan pekan ini.
Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief SuÂlistyanto menjelaskan, berkas perÂkara enam tersangka sudah diÂlimpahkan ke kejaksaan.
“PelÂimÂpaÂhan tahap dua sudah dilakukan. Berkas perkara dan tersangkanya sudah dilimpahkan ke kejaksaan pada 20 Februari lalu,†ujarnya, Jumat (29/2) lalu.
Keenam tersangka adalah, LinÂda Wangsadinata, Arga Tirta, YaÂkobus, Alam Cahyadi, Lisa MoÂnaÂlisa dan Novi. Keenamnya meÂrupakan bekas karyawan Bank Century, milik Robert Tantular.
Keenam tersangka adalah, LinÂda Wangsadinata, Arga Tirta, YaÂkobus, Alam Cahyadi, Lisa MoÂnaÂlisa dan Novi. Keenamnya meÂrupakan bekas karyawan Bank Century, milik Robert Tantular.
Menjawab pertanyaan modus tindak pidana mereka, Arief meÂnyatakan, para tersangka diduga membobol Bank Century dengan mengajukan kredit fiktif. Total dana kredit yang diajukan Rp 128 miliar. “Mereka berkomplot menÂdirikan perusahaan, PT Anima Blue,†ucapnya.
Lewat perusahaan fiktif terseÂbut, lanjut Arief, mereka meÂngaÂjuÂkan kredit kepada Bank CenÂtury. Karena persekongkolan terÂsangka di internal Bank Century, kredit pun bisa cair dengan muÂdah. Namun, dana kredit tersebut tidak diperuntukan bagi kÂeÂpenÂtingan PT Anima Blue.
Namun, dana kreÂdit tersebut malah dibagi-bagi oleh para tersangka. Kendati begitu, Arief belum mau merinci berapa baÂgian yang diperoleh masing-masing tersangka.
Baru ketika Bank Century diÂnyaÂtakan pailit dan manaÂjeÂmenÂnya diambil alih Bank Mutiara, manajemen Bank Mutiara meÂngaÂdukan kasus ini ke Mabes Polri. Arief menegaskan, saat meÂnetapkan status tersangka pada keenam orang tersebut, pihaknya tidak menahan mereka.
“Tersangka tidak ditahan. KeÂpuÂtusan tidak melakukan peÂnaÂhanan, dilatari alasan bahwa para tersangka kooperatif menjalani peÂmeriksaan,†katanya.
Yang paling pokok, menurut Arief, para tersangka dianggap tidak akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, penyidik meminta penetapan status cegah ke luar negeri untuk para tersangka ke Direktorat Jenderal Imigrasi KeÂmenterian Hukum dan HAM.
Asisten Pidana Umum (AsÂpiÂdum) Kejaksaan Negeri Jakarta PuÂsat, Rusman menyatakan, piÂhaknya sudah menerima peÂlimÂpahan berkas perkara kasus terÂseÂbut.
Dia bilang, memori tunÂtutan terhadap empat tersangka, sudah selesai disusun.
“Tinggal disampaikan ke pengadilan pekan depan,†katanya pekan lalu.
Disinggung kenapa jaksa tidak menahanan para tersangka kasus ini, dia mengatakan, pihaknya telah menetapkan status tahanan kota. “Waktu pelimpahan berkas perkara dan tersangka, statusnya tidak ditahan. Kami yang justru menetapkan status penahanan kota bagi tersangka,†tandasnya.
Penetapan status tahanan kota, imbuhnya, dilatari pertimbangan bahwa para tersangka kooperatif. Dia menambahkan, jika perkara ini masuk tahap persidangan, tentunya status tahanan kota akan ditinjau alias dievaluasi.
“Jika menyulitkan jaksa, pasti status tahanan kota akan dicabut atau diubah menjadi tahanan. Lagipula, status penahanan seseÂorang yang sudah berstatus terÂdakwa, merupakan bagian dari kewenangan hakim,†katanya.
Pelaksana harian Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Suhendri mengatakan, kasus perbankan yang melibatkan anak buah RoÂbert Tantular ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. DikonÂfirÂmasi mengenai belum ditahannya tersangka, dia mengaku tidak tahu teknis tersebut. “Saya rasa staÂtus peÂnahanan tersangka menÂjadi kewenangan jaksa,†tukasnya.
Reka UlangDilaporkan Bank Mutiara Ke Mabes PolriKepolisian mengaku telah menangani lima perkara terkait bailout Bank Century. Lima perÂkara ini menyangkut surat perÂjanjian utang atau
letter of credit (L/C) fiktif dan tindak pidana penÂcucian uang.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri (Bareskrim) Komjen Sutarman mengatakan, dari lima perkara itu, empat terkait dengan peÂmÂbeÂrian fasilitas kredit fiktif kepada PT Anima Blue Indonesia. PerÂkara itu dilaporkan oleh Bank Mutiara.
Sedangkan satu perkara lain adalah menyangkut penjualan aset Bank Century dan nasabah PT Antaboga Delta Securitas. Aset tersebut ditemukan dalam reÂkening Yayasan Fatmawati sebesar Rp 20 miliar.
“Rekeningnya sebesar Rp 60 miliar. Tetapi yang terkait dengan perkara ini sebesar Rp 20 miliar,†kata Sutarman dalam rapat kerja dengan tim pengawas kasus Bank Century di Gedung DPR.
Sutarman menambahkan, selain mengusut lima perkara terÂsebut, pihaknya masih berupaya menuntaskan 11 perkara lama. Empat perkara diantaranya terkendala kaburnya tersangka ke luar negeri yakni Anton Tantular, Dewi Tantular, Hendro Wiyanto dan Hartawan Aluwi.
“Kami sudah terbitkan daftar pencarian orang dan
red notice ke seluruh anggota Interpol. Tapi sampai sekarang belum dapat resÂpon dari negara anggota InterÂpol,†katanya.
Hingga kini, kepolisian telah menuntaskan penyidikan 24 perkara terkait Bank Century. Dari situ, terdapat 37 tersangka. SeÂbanyak 14 perkara telah divoÂnis, tujuh perkara dalam proses peÂnuntutan, dan tiga perkara meÂnunggu proses persidangan.
Dalam pengusutan perkara CenÂtury, Badan Pemeriksa KeÂuanÂgan (BPK) sudah dua kali meÂngaudit investigasi Century. Pertama, pada 2009. Kedua, pada 2011. Audit dilakukan untuk meÂngetahui pengucuran Fasilitas PenÂdanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal SeÂmentara (PMS) kepada bank yang kini bernama Bank Mutiara itu.
Audit BPK menemukan sediÂkitnya enam poin kejanggalan. Pertama, menyangkut perubahan aturan FPJP. Pada 14 November 2008, Bank Indonesia (BI) meÂngubah persyaratan rasio kecuÂkupan modal (CAR) penerima FPJP dari minimal 8 persen menÂjadi CAR positif. BPK curiga ini merupakan rekayasa agar CenÂtury memperoleh FPJP senilai Rp 689,39 miliar.
Kedua, pada nilai jaminan FPJP yang dianggap melanggar ketentuan. Nilai jaminan FPJP Century hanya Rp 467,99 miliar atau 83 persen dari plafon FPJP. Padahal, seharusnya nilai jamiÂnan minimal 150 persen. Ketiga, terkait upaya menyembunyikan informasi. Surat Gubernur BI tangÂgal 20 November 2008 tidak memberi informasi lengkap meÂngenai kondisi Century kepada Komite Stabilitas Sistem KeÂuangan (KSSK). Akibatnya, dana talangan membengkak dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun.
Keempat, menyangkut kriteria sistemik yang tidak jelas. Saat rapat 21 November 2008, BI dan KSSK tiÂdak memiliki kriteria yang terÂukur dalam menetapkan dampak sistemik Century. BI juga meÂnamÂbahkan aspek pengukuran baru, yaitu psikologi pasar. KeÂlima, menyangkut rekayasa PeÂnyertaan Modal Sementara (PMS).
Di sini, Lembaga PenjaÂmin Simpanan (LPS) mengubah peraturan, sehingga biaya penaÂnganan bank gagal sistemik dapat digunakan untuk memeÂnuhi kebutuhan likuiditas. Diduga, hal ini dilakukan supaya Century mendapat tambahan PMS.
Keenam, terkait aliran dana ke Deputi Gubernur BI Budi Mulya. BPK menemukan aliran dana Rp 1 miliar dari pemilik Century, Robert Tantular ke Budi pada 12 Agustus 2008.
BPK menyimÂpulÂkan, aliran dana tersebut berpoÂtensi meÂnimbulkan konflik keÂpentingan. [Harian Rakyat Merdeka]