Pertemuan 33 DPD Partai Demokrat dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, di Puri Cikeas, Jawa Barat, tidak membicarakan Kongres Luar Biasa untuk memilih ketua umum baru yang definitif.
Demikian disampaikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, kepada wartawan usai pertemuan di rumah pribadi SBY, Cikeas, Sabtu petang (2/3).
Amir mengatakan, pertemuan sejak siang tadi sekadar konsolidasi partai, seputar penetapan DCS (Daftar Caleg Sementara) partai, dan membahas kewenangan Majelis Tinggi mengesahkan DCS.
Soal apakah DCS bisa dilayangkan ke Komisi Pemilihan Umum tanpa tanda tangan Ketua Umum definitif, menurutnya masih perlu dibicarakan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ada situasi khusus yang kebetulan belum diatur secara eksplisit oleh AD/ART. Misalnya, dalam hal ketua umum berhalangan, lalu apa yang harus dilakukan," kata Amir saat diwawancara para wartawan.
Namun, AD/ART Partai Demokrat menurutnya jelas mengatur kewenangan Majelis Tinggi menyusun daftar DCS. Amir berharap, kondisi seperti ini tidak menimbulkan sebuah kekosongan hukum.
"Karena itu saya minta KPU pun menyadari seharusnya ada aturan yang mereka bisa buat sesuai keperluan," ucapnya.
Soal pemilihan ketua umum baru, Amir katakan belum dibahas. Tapi, kalau pun nanti mengarah ke sana, dia berharap kader yang dipilih adalah orang fokus mengurus partai tanpa rangkap jabatan.
Sebelumnya, sebagian kalangan sudah menduga bahwa konflik internal Demokrat yang memaksa Anas Urbaningrum mengundurkan diri akibat kasus hukum, terkait erat dengan penyusunan DCS.
Akan ada pertikaian sengit bila DCS yang disusun Majelis Tinggi pimpinan SBY tidak sesuai dengan kemauan Ketua Umum (Anas Urbaningrum), yang menjabat Wakil Ketua Majelis Tinggi.
Ahli hukum tata negara, Saldi Isra, pernah mengatakan, pertarungan akan lebih serius pada penentuan caleg karena banyak sekali kepentingan yang akan terlibat dalam pertarungan.
Sesuai konstitusi Partai Demokrat, yang berwenang menentukan draf nama calon legislator dari Demokrat adalah Majelis Tinggi Demokrat yang dikuasai SBY. Masalahnya, dan yang harus menandatanganinya adalah Ketua Umum, Anas Urbaningrum.
Wartawan senior, Budiarto Shambazy, dalam diskusi publik tadi pagi di Cikini, Jakarta, mengatakan, andaikan kemelut DCS itu tak ada maka perseteruan Anas dengan SBY tak mungkin muncul.
"Andaikan nggak ada DCS yang masuk KPU pada 15 April itu, tidak akan terjadi ini. Jadi yang pertempuran sebenarnya adalah siapa yang jadi DCS. Pengesahannya wewenang Ketum dan itu yang mau diambilalih oleh SBY," katanya.
[ald]