Media dan pers merupakan dua entitas berbeda. Media, seperti namanya, adalah wadah, wahana, dan tempat. Sementara pers atau karya jurnalistik adalah satu dari sekian banyak jenis materi yang bisa ditampun di wadah yang bernama media itu. Artinya, tidak semua isi media adalah pers atau karya jurnalistik.
Begitu disampaikan pengamat media Muchlis Hasyim dalam Youth Public Lecture di Auditorium Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (28/2).
Di televisi, dicontohkan Muclis, tidak semua isi siarannya karya jurnalistik. Bahkan sebagian besar bukan karya jurnalistik, seperti film, program hiburan, reality show, variety show, komersial program, dan seterusnya. Sementara karya jurnalistik hanya ada pada bagian-bagian tertentu, seperti berita, program liputan khusus, dan sejenisnya. Begitu juga dengan isi koran. Walaupun karya jurnalistik atau pers dominan di koran, namum ada materi non-jurnalistik yang ditemukan, seperti advertisement dan pariwara yang disebut dengan istilah advertorial, halaman hiburan, kartun sampai teka-teki silang.
"Dalam pembicaraan sehari-hari, media dan pers kerap dipergunakan berganti-ganti dan merujuk pada satu hal, yakni karya jurnalistik. Penggunaan istilah yang tumpang tindih ini mungkin tidak begitu penting untuk dibicarakan. Tetapi, ketidakmampuan membedakan keduanya akan membawa persoalan baru terlebih di era social media yang menjadi raja," ungkap jurnalis senior ini.
Hal tersebut, lanjut pendiri Inilah.com ini, akan membuat apapun yang didiseminasi atau didistribusikan lewat sosial media adalah karya jurnalistik dikerjakan dengan hukum-hukum jurnalistik yang ketat serta standar etika dan moral merujuk pada kebenaran faktual dan kepentingan umum.
"Bagaimana pun, pers atau jurnalisme bukan aksi main kayu. Tidak bisa dilakukan dengan sembarangan tanpa mempertimbangkan banyak hal yang berkaitan dengan kepentingan publik, bukan kepentingan atau kesenangan pribadi," katanya.
Kalau kita merujuk pada UU 40/1999 tentang Pers, tegas dia, jelas disebutkan bahwa pers memiliki dua fungsi. Pertama berfungsi sebagai lembaga atau pranata sosial yang memenuhi kebutuhan publik akan informasi yang juga melakukan pendidikan, memberikan hiburan dan alat kontrol sosial. Kedua, berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Dalam makna yang lebih luas dari kedua hal itu, dapat dibayangkan pers berfungsi menjaga akal sehat masyarakat (social virtue). Dengan praktik jurnalistik pembicaraan berbagai hal berkaitan kepentingan publik dilakukan. Dan ini hanya bisa terjadi dengan mengikuti hukum-hukum jurnalistisk yang ketat, yang berorientasi pada persoalan yang faktual untuk mencari solusi demi kepentingan umum yang lebih luas.
"Fungsi inilah yang tidak dimiliki oleh sosial media mengingat kehadiran sosial media merepresentasikan kepentingan individu yang umumnya tidak terorganisir. Ini juga yang memungkinkan kehadiran akun-akun palsu atau anonim di berbagai jejaring sosial media. Ketidakmampuan membedakan mana informasi yang private dan mana informasi yang publik membuat kita tersesat dalam belantara opini umum," demikian Muchlis.
[dem]