Berita

Anas Urbaningrum

X-Files

Anas Urbaningrum Mungkin Bukan Tersangka Terakhir

KPK Masih Kembangkan Kasus Hambalang
SELASA, 26 FEBRUARI 2013 | 09:37 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan perkara dugaan korupsi pembangunan sport center Hambalang, Jawa Barat.

Setelah menetapkan Anas Urbaningrum (AU) sebagai tersangka kasus tersebut pada Jumat (22/2), KPK kembali bergerak. KPK mengagendakan untuk memeriksa saksi-saksi untuk tersangka Anas, kemarin. Tapi, KPK belum menjadwalkan pemeriksaan Anas dan bekas Menpora Andi Alfian Mallarangeng (AAM) sebagai tersangka.

“Besok, atau lusa saksi-saksi mulai diperiksa,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.


Mengenai siapa saja saksi-saksi yang akan diperiksa untuk tersangka Anas, Johan mengaku belum mengetahuinya. Kata dia, KPK masih menyusun daftar saksi untuk tersangka AU. Bekas Ketua Umum HMI itu terjerat kasus pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain. Anas disangka menerima mobil Toyota Harier dari perusahaan pemenang tender proyek Hambalang, PT Adhi Karya saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR.

Johan menegaskan, dalam surat perintah penyidikan (sprindik), Anas Urbaningrum tak hanya terkait kasus Hambalang. “Soal proyek apa lagi saya belum dapat info, tapi dalam sprindik terkait Hambalang dan atau proyek-proyek lain,” katanya.

Johan menambahkan, KPK masih mengembangkan kasus Hambalang. Sehingga, ada kemungkinan Anas bukan tersangka terakhir kasus tersebut.

Kemarin, KPK memeriksa satu saksi terkait kasus Hambalang. Saksi yang diperiksa adalah Purwadi Hendro Pratomo yang berprofesi sebagai Project Manager proyek Hambalang. “Purwadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AAM,” kata Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha.

Anas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kapasitas Anas saat itu adalah sebagai anggota DPR.

Sebelumnya, Anas membantah terlibat kasus tersebut. “Saya meyakini betul sepenuhnya, saya tidak terlibat proses pelanggaran hukum yang disebut proyek Hambalang,” kata Anas saat jumpa pers di Gedung DPP Partai Demokrat, Sabtu (23/2).

Mengenai kabar bahwa Anas akan menjadi justice collaborator, KPK menyerahkan keputusan tersebut kepada bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu. Justice collaborator adalah pihak yang terkait suatu kasus dan mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk menuntaskan suatu kasus.

Caranya, memberikan data atau keterangan yang membantu pengungkapan kasus tersebut.

Menurut Johan Budi, untuk menjadi justice collaborator tidak bisa berdasar keputusan satu pihak saja, tapi harus berdasarkan keputusan bersama-sama antara KPK dan orang yang terkait kasus tersebut.

“Keputusannya ada pada tersangka AU. Apakah dia mau melakukan itu atau tidak. Kalau mau, ya silakan saja, tentu dengan tindak pidana korupsi yang berkaitan saja. Untuk jadi justice collaborator, artinya ada data yang bisa dimanfaatkan KPK untuk penyelesaian lebih lanjut,” tandasnya.

Menurut Johan, kepada pihak yang bersedia menjadi justice collaborator, KPK akan memberikan apresiasi atau reward. “Tingkat rewardnya sebatas pada tuntutan. Tentu akan lebih ringan dari yang tidak menjadi justice collaborator,” ujarnya.

Johan kembali menegaskan bahwa penetapan tersangka AU bukan atas desakan pihak lain, namun berdasar hasil gelar perkara yang dilakukan pada Jumat (22/2) lalu. Menurutnya, KPK sudah berkali-kali melakukan gelar perkara kasus Hambalang. Upaya lainnya adalah melakukan penelusuran aset kekayaan tersangka, dan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyelidiki tentang adanya transaksi-transaksi mencurigakan.
 
Jika ada ketidakpuasan, Johan mempersilakan kepada Anas untuk melakukan upaya hukum lain. “Ya silakan saja. Kita hormati langkah-langkah hukum bagi yang merasa tidak pas dengan apa yang dilakukan KPK,” ujarnya.

REKA ULANG
Dari Anggota DPR Hingga Choel Mallarangeng

KPK sudah memeriksa banyak saksi kasus Hambalang. Pada 12 Februari lalu misalnya, KPK kembali memeriksa Andi Zulkarnaen Mallarangeng. Selain adik bontot Andi Mallarangeng itu, KPK juga memeriksa dua anggota DPR, yaitu Eko Hendro Purnomo dan Zulfadhli.

Zulfadhli datang duluan, pukul 09.40 WIB. Menurut kader Golkar itu, Komisi X tidak pernah membahas soal Hambalang. “Saya yakini 100 persen karena memang dapat dibuktikan dengan risalah rapat dan notulen rapat yang kita punya. Itu sudah diambil KPK,” ujar Zulfadli.

Kemudian, pukul 10, giliran Zulkarnaen alis Choel yang datang. Mengendarai Toyota Land Cruiser, Choel yang berbatik coklat motif daun turun bersama para anggota tim Elang Hitam, termasuk abangnya, Rizal Mallarangeng. Tangannya penuh berkas yang dibungkus dalam map-map. “Bawa dokumen, terkait Hambalang,” kata Choel saat ditanya.

“Ini pemanggilan yang kedua, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya siap kooperatif membantu KPK menyelesaikan persoalan ini,” lanjutnya.

Sepuluh menit kemudian, giliran Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio yang datang. Dia tak sendirian, didampingi Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi. “Saya diperiksa sebagai saksi kasus Hambalang, dulu anggota Komisi X,” ujar Eko yang berbatik biru.

Viva Yoga mengatakan kendatangannya untuk mendampingi Eko dalam masa pemeriksaan. Ia menyebut saat pembahasan anggaran proyek Hambalang, Eko ‘Patrio’ menolaknya. “Pokoknya kita dalam posisi menolak, ini Pak Eko bawa dokumennya. Lebih detailnya nanti ya setelah pemeriksaan,” kata dia.

Urutannya jadi terbalik saat keluar pemeriksaan. Eko keluar duluan, pukul 15.20. Eko yang menjadi saksi bagi tersangka Andi Mallarangeng itu mengaku dicecar tiga pertanyaan oleh penyidik KPK. Pertama, kenapa dirinya selalu mengkritisi terkait anggaran. Kedua, kenapa mengcut anggaran hambalang. “Berkaitan dengan kenapa proses Hambalang tidak bagian prioritas,” imbuhnya. Ketiga, kenapa dirinya ingin membentuk Panja Hambalang.

Eko pun menjawab, dirinya melakukan ketiga hal tadi lantaran ingin memprioritaskan anggaran bagi kegiatan olahraga dan kepemudaan lain yang lebih penting, misalnya SEA Games. “Karena Hambalang bisa memanfaatkan fasilitas yang ada sekarang. Ada di Jabar yang sedang bangun gedung olahraga yang besar, atau Ragunan bisa dimanfaatkan. Buat saya Hambalang tidak perlu jadi prioritas,” bebernya.

Eko mengaku, awal 2010 dirinya tidak mengetahui anggaran Rp 150 miliar dan Rp 100 miliar yang digelontorkan untuk Hambalang. Yang dia tahu, ada anggaran Rp 400 miliar untuk PON, SEA Games, Para Games, dan Beach Games. “Pak Zulfadhli juga bagian menolak Rp 400 miliar untuk anggaran Hambalang.”

Eko juga mengaku tidak mengetahui soal anggaran Rp 2,5 triliun untuk Hambalang. Karena itulah ia bersama fraksi PAN, membentuk Panja Hambalang.

Zulfadhli keluar 10 menit setelah Eko. Dia mengaku ditanya penyidik KPK tentang guyonan yang muncul dalam rapat pembahasan anggaran terkait proyek Hambalang pada April 2010.

Masyarakat Masih Nunggu Hasil Akhir Kasus Hambalang
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyerahkan penanganan kasus Hambalang sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk rencana pemeriksaan saksi-saksi bagi tersangka Anas Urbaningrum.

Menurut Yahdil, menjadi kewenangan KPK untuk memeriksa saksi. Namun, dia berharap, KPK tetap profesional dalam menjalankan kewenangannya dalam proses penyidikan. Menurut dia, kewenangan KPK untuk mengembangkan kasus termasuk memeriksa saksi-saksi. “Namun perlu objektifitas KPK untuk pemeriksaan dan pemanggilan saksi-saksi itu,” katanya, kemarin.

Dia mengingatkan, kasus Hambalang mendapat perhatian publik yang besar.

Pasalnya, sebelum Anas ditetapkan sebagai tersangka, terjadi serangkaian peristiwa yang membuat publik bertanya-tanya. Seperti bocornya draft surat perintah penyidikan (sprindik). “Kewajiban KPK untuk menjawab keraguan publik dan meyakinkan, KPK adalah lembaga yang profesional,” ujarnya.

Selain itu, kata Yahdil, independensi KPK menjadi taruhan dalam mengusut kasus Hambalang. Jika tidak bisa menyelesaikan peristiwa-peristiwa lain, seperti bocornya draft sprindik, kredibelitas lembaga antirasuah ini menjadi taruhan. “Publik akan bertanya-tanya dan imbasnya publik tidak lagi mendukung KPK,” ucapnya.

Saat ini, kata Yahdil, masyarakat lebih banyak menunggu hasil akhir dari kasus Hambalang. Jika KPK bisa membuktikan dirinya sebagai lembaga independen, maka dukungan publik akan lebih besar.

Kenapa Tidak Dari Dulu Jadi Tersangka

Chudry Sitompul, Dosen Hukum Pidana UI

Dosen Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul berharap Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja ekstra keras mengusut kasus Hambalang yang menyeret Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
Selain itu, Chudry berharap Komite Etik yang dibentuk KPK segera mengungkap siapa yang membocorkan draft surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Anas.
Menurut Chudry, penanganan yang serius terhadap kebocoran draft sprindik adalah salah satu faktor yang bisa memulihkan kepercayaan masyarakat kepada KPK, bahwa penetapan Anas sebagai tersangka tidak ada unsur politis atau pesanan. “Jika tidak, publik akan apatis terhadap KPK. Publik bisa tidak percaya lagi bahwa KPK adalah lembaga independen,” katanya, kemarin.
Kata dia, wajar saja jika ada pihak yang menilai kasus ini penuh unsur politis. Hal tersebut karena posisi Anas yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. “Anas itu kan salah satu orang di pusaran kekuasaan,” ujarnya.
Apalagi, Chudry menilai, penetapan Anas sebagai tersangka didahului peristiwa politis yang membuat publik bertanya-tanya dan menduga telah dirancang. Chudry juga melihat ada kejanggalan sebelum penetapan Anas sebagai tersangka. “Bukti-bukti Hambalang kan sudah ada dari dulu, kesaksian Nazar, Yulianis juga sudah dari dulu, lalu kenapa baru sekarang ditetapkan sebagai tersangka,” tandasnya.
Ia pun meminta kepada KPK menjelaskan kepada publik kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Anas. Menurut dia, KPK harus mampu meyakinkan bahwa kasus Hambalang ini murni masalah penegakan hukum dan tidak ada unsur politis dalam pengusutannya. “Buktikan bahwa KPK bekerja atas dasar hukum, bukan pesanan,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya