Berita

ilustrasi

Politik

Jimly Asshiddiqie: Harusnya Kita Bersyukur Bersistem Presidensial

KAMIS, 31 JANUARI 2013 | 18:51 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Dalam sistem presidensial ada pemisahan, beda dengan parlementer. Boleh jadi partai yang menang di pemilu presiden dan pemilu legislatif berbeda. Rakyat yang memilih presiden dari partai A, tidak mesti memilih partai yang mencalonkan partai A.

"Jadi ada kemungkinan presiden itu tak kuasai mayoritas kursi di DPR. Di Amerika Serikat itu biasa. Itu yang disebut para pakar sebagai kelemahan sistem presidensial. Itu gejala pemerintahan ganda," ujar pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, dalam diskusi bertema "Revisi UU Pilpres, Demi Prinsip Keadilan untuk Semua" yang digelar oleh Fraksi Gerindra, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1).

Tapi, dia tegaskan, dalam sistem presidensial itu tidak diwajibkan syarat mutlak dukungan mayoritas parlemen. Lalu, bagaimana mengelola negara kalau parlemen tidak dikuasai presiden? Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen selama menjabat.


"Ada sistem impeachment. Apakah itu ancaman atau bukan dalam sistem presidensial? Itulah fasilitas perlindungan bagi presiden," ujarnya.

Kata dia, presiden dalam sistem presidensial tidak perlu takut diimpeach. Apa buktinya? Dalam parlementer atau semi parlementer, memang impeachment berbahaya buat pemerintahan.

"Kita bersyukur punya sistem presidensial. Impeachment tidak bisa dipakai untuk alat politik menjatuhkan penguasa," ujarnya.

Dia mencontohkan. Pola impeachment di AS bukan tergantung putusan bersalah Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Melainkan ada gabungan antara politik dan hukum yaitu di dalam forum senat. Di mana DPR jadi penuntut, forum senat jadi pengadilan.

"Jadi itu campuran hukum dan politik. Di sejarah AS, tidak ada presiden dijatuhkan. Nixon saja presiden yang mengundurkan diri, bukan dipecat," jelas dia.

Dalam sistem presidensial di Indonesia, tidak apa kalau presiden tidak mendapat dukungan mayoritas di DPR. jika digoyang parlemen, Presiden dapat gunakan media massa dan publik yang mendukungnya saat dia menang di pemilihan langsung.

"Misalnya, kalau dia menang 75 persen berarti dia didukung rakyat," tuturnya.

Namun, politisi Indonesia malah berpikir lain. Untuk memperkuat dukungan ke presiden maka diperlukan dukungan mayoritas partai.

Maka timbul pengertian soal koalisi. Kenyataannya, koalisi berjalan dalam tiga tahap yaitu sebelum pemilihan presiden, setelah pemilihan presiden, dan ketika  ketika pemerintahan berjalan. Tiga tahap koalisi itu mempunyai harga yang berbeda-beda karena komitmennya berbeda-beda.

"Itu yang jadi masalah di sistem kita yang presidensial. Maka harus dikembalikan ke niat awal, yaitu pemilihan DPR dan pemilihan presiden dijadwalkan bersamaan. Itu untuk mencegah transaksi. Kalau yang itu dipersoalkan itu, maka tidak perlu ada angka ambang batas," terangnya. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya