Berita

Politik

Sejatinya, Pemilihan Presiden Digelar Bersamaan dengan Pemilihan Legislatif

KAMIS, 31 JANUARI 2013 | 16:58 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Revisi UU Pilpres harus mencerminkan semangat yang ada di dalam UUD 1945.

Yang paling penting, DPR harus memperhatikan bunyi pasal 6A ayat 2 UUD 1945 yaitu, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum

Demikian disampaikan pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, dalam diskusi bertema "Revisi UU Pilpres, Demi Prinsip Keadilan untuk Semua" yang digelar oleh Fraksi Gerindra, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1).


Dia tegaskan, revisi UU Pilpres jangan cuma berkutat di angka presidential threshold (PT). Dalam praktik pemilihan umum di seluruh dunia dan negara demokrasi maju, pasti ada angka ambang batas dan usai aturan itu relatif langgeng.

"Yang jadi persoalan adalah soal jadwal. Berhubung di pasal 6A ayat 2 menentukan pasangan capres/cawapres diajukan parpol atau gabungan parpol sebelum pemilihan umum, bukan sebelum pilpres," tegasnya.

Namun menurutnya, kalau secara praktis muncul aturan yang hanya memungkinkan dua pasangan untuk bertarung di pemilihan, maka itu bertentangan dengan konstitusi.

"Desain UUD kita demi menjaga kebhinekaan," tegas mantan Ketua MK itu.

Kontroversi muncul karena dalam UU 42/2008 tentang Pilpres ada pasal yang mewajibkan capres mengantongi dukungan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah. Angka itu sebelumnya pernah digugat ke MK pada Februari 2009.

Pakar tata negara, Margarito Kamis, pernah menerangkan hal senada. Para pembentuk pasal 6A UUD 45 sama sekali tidak memaksudkan ada pembatasan dengan angka-angka. Perdebatan di Badan Pekerja MPR pada waktu itu menghendaki pemilu berlangsung bersamaan. Sedangkan pada varian kedua, pemilihan legislatif adalah ajang kontestasi calon presiden. Jadi, parpol yang ikut pemilu sudah menjual nama capres mereka. Dua partai yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilu legislatif itulah yang pasangan calonnya dibawa ke pemilihan presiden

Sedangkan Jimly mengatakan, pada saat pembentukan pasal itu ada perdebatan dan berkembang penafsiran "sebelum pemilihan umum DPR atau sebelum Pilpres?".

"Timbul kesimpulan praktis bahwa untuk memperkuat dukungan ke presiden maka diperlukan dukungan mayoritas partai," jelasnya.

Maka setelah itu timbullah pengertian soal koalisi. Kenyataannya, koalisi berjalan dalam tiga tahap yaitu sebelum pemilihan presiden, setelah pemilihan presiden, dan ketika  ketika pemerintahan berjalan. Tiga tahap koalisi itu mempunyai harga yang berbeda-beda karena komitmennya berbeda-beda.

"Itu yang jadi masalah di sistem kita yang presidensil. Maka harus dikembalikan ke niat awal, yaitu dijadwalkan bersamaan dengan pemilihan umum. Itu untuk mencegah transaksi. Kalau yang itu dipersoalkan itu, maka tidak perlu ada angka ambang batas," terangnya.

Dengan demikian, koalisi pun cuma dua kali yaitu sebelum pemilihan presiden dan sesudah pemerintahan berjalan.

"Jadi tidak ada jegal menjegal. Jadi potensi itu kita serahkan pada rakyat. Jangan biarkan nafsu kita untuk menjegal," serunya. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya