Berita

ilustrasi

Politik

Kasus Hukum Tidak Jelas Jadi Ladang Pemerasan

SENIN, 28 JANUARI 2013 | 23:28 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Indonesia kalah dari Singapura. Sekalipun bukan negara demokratis, para pemodal lebih tertarik menjalankan bisnis di Singapura lantaran hukum di negara berjuluk negeri Singa itu berjalan dengan baik. Sementara di Indonesia, ada demokrasi tapi penegakkan hukum berjalan tidak adil.

Begitu disampaikan ekonom senior DR. Rizal Ramli dalam acara Economic Challenges dengan topik "Investor Asing : Antara Benci Dan Rindu" yang disiarkan live oleh Metro TV, Senin malam (28/1). Topik ini diangkat terkait mencuatnya kasus frekuensi 3G Indosat bersama anak usahanya, Indosat Mega Media (IM2).

Kasus ini bermula ketika LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) yang dipimpin oleh Denny AK melaporkan dugaan penyalahgunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G yang dilakukan Indosat dan IM2 ke Kejati Jawa Barat. Namun, karena locus delictinya tidak hanya di Jawa Barat, penyidikan kasus ini diambil alih oleh Kejagung.


Rizal Ramli yang akrab disapa RR mengatakan, ketidakadilan hukum di Indonesia bukan hanya dialami pengusaha asing, tapi juga dialami pengusahan dan rakyat Indonesia. Pencuri sandal jepit atau seorang nenek pencuri buah cokelat misalnya dihukum sama seperti para koruptor yang telah mencuri miliaran uang rakyat.

Terkait dengan  kasus IM2 yang berubah dari perkara perdata menjadi perkara pidana, mantan Menko Perekonomian ini menilai bisa merugikan citra penegakkan hukum di Indonesia. Dia curiga Kejaksaan Agung menjadikan kasus yang kini sudah naik kelas ke tingkat penyidikan ini sebagai pekerjaan yang seolah-olah besar untuk kemudian dijadikan ladang pemerasan. Atau bisa juga, kasus ini terus bergulir karena pihak Kejaksaan Agung tidak paham masalahnya.

Mestinya, kata dia mengingatkan, Kejaksaan Agung mendengarkan pendapat ahli dan tidak ngotot melanjutkan kasusnya hanya karena gengsi tidak mau disalahkan tidak profesional terkait kasus IM2.

"Kasus ini berakibat pada buruknya iklim bisnis di Indonesia. Kasus ini sebenarnya sederhana. Karena perdata maka kalau tidak ada kesesuaian maka bisa disesuaikan melalui pembayaran fee. Jaksa agung harus menarik kasus ini. Stop saja," saran RR. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya