Tidak ada kata terlambat untuk terus memproses hukum Wakil Presiden Boediono dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkannya. Tahun 2013 yang dijuluki tahun politik malah jadi momen tepat untuk menguatkan dorongan penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Demikian ditegaskan anggota Komisi III DPR dari fraksi PKS, Indra, saat diwawancara Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 28/1). Indra menjamin, pihaknya akan terus meminta mitra kerja Komisi III yaitu KPK, Polri dan Kejaksaan Agung, untuk tidak takut menangani kasus Boediono.
"Saya jujur saja, terkejut ternyata bertahun-tahun ini ada kasus lebih besar dari kasus Century yang melibatkan Boediono, ya kasus BLBI ini. Saya baca sekilas bocoran Putusan Kasasi MA No. 981/K/PID/2004 itu," ungkap Indra.
Dalam putusan itu disebutkan bahwa pada tanggal 21 Agustus 1997 bersama Paul Soetopo, Boediono yang kala itu masih Direksi Bank Indonesia menyetujui dan memberikan fasilitas saldo debet kepada tiga bank, yakni Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional dan Bank Nasional.
"Dikatakan di sana adalah bersama-sama melakukan. Jadi tidak ada kecuali. Nah, kenapa yang lain diputus bersalah tapi Boediono tidak? Kenapa aparat hukum saat itu tidak menyeretnya?" gugatnya heran.
Pertanyaan besar itu akan diajukan dirinya khusus kepada Kejaksaan Agung. Tegasnya, apakah saat itu ada kekuatan politik besar yang mengistimewakan Boediono?
"Ini jadi hal menggemparkan. Bukan saja Century, ternyata sebelumnya sudah ada dosa besarnya Boediono yang berlipat ganda nilai kerugian negaranya," kata Indra.
Sebagai negara hukum, tidak ada kata terlambat untuk mengusut perkara korupsi besar yang sudah lama terbenam atau menyentuh orang yang berkuasa saat ini. Dia menolak pendapat yang menyarankan proses hukum pada Boediono ditunda sampai peralihan kekuasaan lewat Pemilu 2014 selesai.
"Kita tidak boleh permisif. namanya kesalahan, dosa, korupsi, harus ditindak. Menunda waktu dan momentum itu sama saja kita permisif dan membiarkan kesalahan melenggang. Padahal, implikasi kerugian negara begitu besar," tuturnya.
Dalam konteks Boediono sebagai Wakil Presiden, dia tegas tidak boleh ada pengecualian dari proses hukum. Dia hanya maklum jika Boediono diperlakukan secara proporsional dalam kapasitasnya sebagai petinggi negara.
"Kita pegang
equality before the law. Siapapun yang bersalah dan unsur pidana terpenuhi, aparat hukum tak boleh bedakan. Dia boleh dibedakan dalam hal perlakuan kepada Wapres. Tapi dalam penyelidikan, penyidikan dan proses penanganan perkaranya, harus tanpa pengecualian. Bedakan antara individu dan jabatan," serunya.
[ald]