Umat Kristen di Banjar Tuka, Dalung, Kabupaten Badung dan di Desa adat (Pekraman) Piling, Mengesta, Penebel, Kabupaten Tabanan, merayakan Natal dengan suguhan masakan khas Bali, Selasa.
Perayaan Natal di dua daerah pedesaan itu nyaris tidak ada bedanya dengan yang biasa dilakukan umat Hindu saat menyambut Hari Raya Galungan yang memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) setiap 210 hari sekali.
Saat Hari Raya Galungan umat Hindu biasa mengolah masakan seperti "lawar", "urutan" dan "be balung", yakni daging dipadukan dengan ares (batang pohon pisang), sementara umat Kristen di dua desa tersebut juga melakukan hal yang sama saat menyambut Hari Natal 2012.
Di Desa Tuka, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, misalnya, tampak umat Kristiani mengolah dan menyuguhkan masakan tradisional Bali tersebut.
Ketua Dewan Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Ketut Jack Mudastra, menyebutkan bahwa kebiasaan mengolah masakan khas Bali padai Hari Natal tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun.
Pada Hari Natal umat Kristiani menerima ucapan selamat dari warga sekitar yang beragama Hindu. Selesai bersilaturahmi, para tamu disuguhi makanan dengan menu masakan khas berupa "lawar" tersebut.
Masyarakat Tuka yang beragama Kristen, Hindu dan lainnya, selama ini hidup rukun berdampingan, terjalin hubungan harmonis satu sama lainnya.
Dalam hidup keseharian mereka saling tolong-menolong, termasuk dalam menggelar kegiatan (hajatan), baik pada tingkatan rumah tangga maupun di desa adat.
"Kalau ada umat Hindu yang meninggal dunia dan dilanjutkan upacara pengabenan (kremasi), warga Nasrani wajib membantu kelancarannya," ujar Jack Mudastra.
Demikian pula untuk persiapan Natal dan kegiatan lainnya yang dilakukan umat Kristiani kali ini, sepenuhnya mendapat dukungan dan bantuan dari umat Hindu.
"Pendeknya segala sesuatu yang berbau adat dan keagamaan kita kerjakan bersama-sama secara ikhlas," ucap Ketut Jack Mudastra.
Sementara Majelis Diaken GKPB Immanuel Jemaat Piling Kanginan, Mangesta, Penebel, Kabupaten Tabanan I Nyoman Sukayasa menjelaskan, umat Kristen di daerahnya selain menyuguhkan menu makanan khas Bali juga "ngejot" yakni mengirim masakan itu kepada tetangga yang beragama Hindu.
Tradisi "mebat dan ngejot" itu diwarisi secara turun-temurun hingga sekarang. Kesibukan umat Kristen di desa yang berjarak sekitar 45 km barat daya Kota Denpasar dilakukan sejak dua hari menjelang Natal.
"Selain ngejot, umat Kristen di sini juga mempunyai tradisi nampah (memotong babi) seperti biasa dilakukan umat Hindu menjelang Galungan," tutur I Nyoman Sukayasa.
Menurutnya, tradisi ngejot dalam setiap Hari Raya Natal dilakukan sekali dalam setahun kepada warga Hindu. Tapi kalau warga Hindu, tradisi ngejot dilakukan dua kali dalam setahun bertepatan dengan Hari Raya Galungan.
[ant/arp]