Berita

ilustrasi, petani

Bisnis

Ketahanan Pangan Terancam Impor Dan Perubahan Lahan

Gila, 100.000 Hektar Lahan Tani Beralih Fungsi
JUMAT, 07 DESEMBER 2012 | 08:13 WIB

Pemerintah dinilai tidak pu­nya strategi untuk mengurangi impor pangan yang tahun lalu su­dah menembus 13 miliar dolar AS atau sekitar Rp 100 triliun. Ta­hun ini, angka tersebut dipre­diksi bisa melonjak hingga hing­ga 125 miliar dolar AS.

Pengamat per­tanian Ahmad Yakub mengata­kan, lonjakan im­por pangan ini terjadi karena ke­bijakan per­ta­nian tak pernah me­mi­hak pada kepentingan pe­tani.

Menurutnya, pemerintah hanya berkutat pada target produksi. Namun, tidak melibat­kan petani atau pemilik lahan untuk  menca­pai target produksi itu tersebut.

“Pemerintah mungkin lupa ka­­lau masih ada petani, peme­rin­tah menganggap tanah petani itu mi­liknya. Padahal, dalam ke­nyata­annya tidak de­mikian, ter­jadi ke­timpangan antara tar­get dan yang terjai di lapangan petani ti­daklah diberi­kan sarana dan prasarana yang memadai,” tegas­ Yakub saat dikon­tak Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Seharusnya, kata Yakub, ko­moditas yang selama ini diimpor bisa dikelola di dalam negeri. Namun, pada kenyataannya ma­sih dikerjakan oleh perusa­haan be­sar sehingga membuat para pe­tani tidak bisa bersaing.

Pihaknya mengingatkan, jika kondisi itu terus berlangsung da­­­lam beberapa waktu ke de­pan, maka Indonesia akan terus ter­gantung produk pangan im­por, yang kualitasnya tidak jauh berbeda dengan produk lokal.

“Setiap tahun kondisinya se­makin mengerikan, karena ham­pir semua komoditas kita itu im­por. Padahal, yang diimpor juga bisa kita hasilkan sendiri di da­lam negeri,” ungkapnya.

Ketua Umum Masyarakat Ag­ribisnis dan Agro­industri Indo­nesia (MAI) Fadel Muhammad menuturkan, Indo­nesia dinilai telah masuk dalam perangkap jebakan pangan global khusus gandum dan ke­delai.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik nilai impor gan­dum da­lam periode 2006-2010 sebesar 1,041 juta dolar AS. Se­mentara vo­lume dan impor kede­lai pada 2009 se­be­narnya sudah mulai me­nurun, tetapi pada 2010 me­ning­kat. Lalu pada 2012 De­wan Kede­lai Nasio­nal mem­per­ki­rakan impor kedelai akan men­capai 2 juta-2,5 juta ton.

Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor menyata­kan, ketahanan pangan terutama di daerah saat ini sudah kritis.

Dia menyebutkan, sekitar 100 ribu hektar (ha) lahan produktif di Pu­lau Jawa telah beralih fungsi jadi bang­unan-bangunan beton. “Pa­da­hal lahan paling produktif un­tuk me­­nanam ada di Pulau Jawa,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]



Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya