Berita

ilustrasi/ist

Bisnis

Kinerja Terorganisir, Mafia Impor Pangan Raup Untung Banyak

Pemerintah Segera Datangkan Beras Dari India 120.000 Ton
RABU, 05 DESEMBER 2012 | 08:14 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menyelidiki kebijakan pemerintah yang hobi mengimpor bahan-bahan pangan. keterlibatan KPK didu­kung politisi Senayan. “Saya mendu­kung langkah KPK mem­bentuk tim monitoring ketahanan pangan. Kebiasaan impor pangan peme­rintah sudah sangat meng­khawa­tirkan,” ujar Wakil Ketua Ko­misi IV DPR Firman Soe­bag­yo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Firman mensinyalir, ada per­mainan dari para mafia pangan di se­mua kebijakan impor pangan yang dilakukan pemerintah ka­rena kebijakan impor pangan sa­ngat menguntungkan. “Ada fee yang didapat dari para importir itu, karena biasanya harganya le­bih murah,” ungkapnya.

Menurut dia, kinerja mafia im­por pangan ini sudah sangat ter­organisir. Ada pihak-pihak yang bertugas menyebarkan isu ke­lang­kaan dan penahanan stok. Taktik itu untuk membuat re­sah masyarakat dan menjadikan alas­an pemerintah membuka kran impor pangan.

Firman mencontohkan masa­lah kelangkaan kedelai. Akibat isu ke­langkaan tersebut, peme­rin­tah me­ngeluarkan kebijakan bea keluar nol persen untuk kedelai dan itu merugikan negara Rp 500 miliar.

Kondisi yang sama terjadi pada kelangkaan daging sapi beberapa minggu lalu. Akibatnya, pemerin­tah punya alasan untuk menambah kuota impor daging. Padahal se­be­lum­nya, Kementerian Pertanian su­dah mengurangi kuota impor da­ging. “KPK seharusnya sudah ma­suk menyelidiki impor pangan ka­rena merugikan negara,” ujarnya.

Dirjen Perdagangan Luar Ne­geri Kementerian Perda­ga­ngan (Kemendag) Deddy Saleh me­nga­takan, pemerintah segera men­­datangkan beras dari India se­ba­nyak 120.000 ton guna me­nam­bah cadangan beras nasional da­lam rangka mencukupi kebu­tuh­an awal tahun depan.

Menurutnya, tender sudah final dan kontrak pembelian telah dite­ken antara Perum Bulog dengan eksportir beras di India. “Sudah oke. Tinggal pengapalan saja,” kata Dedi.

Dengan demikian, Bu­log akan merealisikan impor be­ras 720.000 ton hing­ga akhir 2012. Angka itu 72 per­sen dari izin impor yang dibe­rikan Kemente­rian Perda­gangan seba­nyak 1 juta ton. Bu­log sebelumnya telah me­ne­ken kontrak pembelian beras de­ngan Vietnam sebanyak 600.000 ton.

Men­teri Perdagangan (Men­dag) Gita Wirjawan menyatakan, meski izin impor sudah dikeluar­kan, pemerintah hanya akan meng­­ek­sekusi sebagian dari ko­mit­men im­por beras akhir tahun ini.

“Itu hanya akan dieksekusi se­bagian karena alhamdulillah panen bagus,” kata Gita.

Menurut Gita, opsi impor beras terpaksa ditempuh untuk menga­man­kan stok beras pemerintah yang dikelola Bulog, yakni mi­nimal 2,4 juta ton.

Direktur Utama Perum Bulog Su­tarto Alimoeso menuturkan, ko­mitmen impor beras pada 2012 men­capai 720.000 ton, yakni ber­asal dari India 120.000 ton dan Vietnam 600.000 ton. “Maksi­mum 600.000-700.000 ton yang akan diimpor, karena kita selalu berhi­tung jangan sampai stok Bulog kurang dari 2 juta ton,” katanya.

Biaya yang perlu disiapkan untuk mengimpor be­ras seba­nyak itu mencapai Rp 3 triliun. Selain India dan Vietnam, Bulog juga menjajaki beras impor dari Kam­boja, namun untuk volume yang kecil.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Su­silo Soepandji mengaku opti­mis Indonesia akan menjadi pemasok pangan tropis dunia pada 2025 bila peraturan perun­dangan-un­dangan soal pangan dila­kukan se­cara konsisten dan diimplemen­tasikan di lapangan.

Namun, menurut dia, untuk me­nuju ke sana tantangannya sa­ngat berat karena banyak per­soalan la­han. Misalnya, banyak tanah yang belum dimanfaatkan rakyat. “Per­lu ada penjabaran konkret agar lahan tak sepe­nuh­nya dikuasai segelintir orang,” kata Budi.

Persoalan lahan, lanjut Budi, kerap menjurus pada konflik so­sial dan berpengaruh pada ke­ta­hanan pangan, sehingga perlu solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menjawab per­soalan itu. “Saya tahu ham­batan­nya luar biasa, namun saya op­timis kita bisa melakukannya,” kata Budi. [Harian Rakyat Merdeka]



Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya