Mengalami tindakan kekerasan, pegawai LPSK Daniel Bahrul Rahmat malah diadukan melakukan penganiayaan. LPSK pun menyatakan akan memberikan pembelaan terhadap anggota Polri yang kini berpangkat Brigadir itu.
"Telah dibentuk tim penasihat hukum untuk melakukan pembelaan dan pendampingan terhadap DBR," ujar Hotma David Nixon, Anggota LPSK Penanggung Jawab Bidang Hukum, Diseminasi dan Humas, dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Jumat (26/10).
Dua hari lalu, Rabu (24/10), Daniel diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP atas laporan Dwi Grahantio Baskoro di Polresta Bekasi. Laporan dibuat Dwi Grahantio sehari setelah Daniel melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya kepada Polres Bekasi.
Insiden kekerasan yang dialami Daniel terjadi pada 14 Mei 2012 saat sidang perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) digelar di tempat kejadian perkara (TKP), di Perumahan Kemang Pratama, Bekasi. Saat itu DBR melerai pertengkaran yang terjadi antara Dwi Grahantio Baskoro dengan Ayu.
"Tindakan DBR sudah sesuai dengan prosedur dan standar pengamanan LPSK dalam pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban," kata David.
Ia menuturkan tak berapa lama setelah insiden kekerasan terjadi, Daniel melakukan visum dan langsung melaporkannya ke Polres Bekasi. Saat ini aduannya sudah masuk tahap penyidikan dan ditangani oleh Unit II Ranmor Satuan Reserse Kriminal Polresta Bekasi.
Namun ia menyayangkan tindakan Polres Bekasi yang menindaklanjuti laporan balik terhadap Daniel. Padahal tindakan kekerasan yang dialami dia merupakan tindakan menghalang-halangi pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban yang masuk dalam program perlindungan LPSK sesuai ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Tindakan menghalang-halangi dengan cara apapun sehingga membuat saksi tidak mendapat perlindungan diancam pidana paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun," katanya.
Lebih lanjut David mengatakan, ada kejanggalan dalam penanganan laporan yang disampaikan Daniel dalam surat tanda penerimaan laporan Nomor :1269/K/V/SPKT/Resta Bekasi Kota. Seharusnya laporan dari pelapor diproses dulu dan dibuktikan kebenarannya oleh penyidik sesuai ketentuan Pasal 10 ayat 1 UU 13 tahun 2006. Bukan malah memprosesnya secara bersamaan.
"Apalagi penanganan untuk laporan DBR justru ditangani oleh unit Ranmor, sementara penanganan laporan balik yang dilaporkan Dwi Grahantio Baskoro ditangani oleh Unit Keamanan Negara (Kamneg). Perbedaan unit yang menangani ini menunjukan tingkat keseriusan dalam menangani laporan," katanya.
David berharap Polresta Bekasi serius dalam menangani laporan tindak kekerasan yang dialami DBR. Keseriusan ini, lanjut David, perlu ditunjukan dengan penerapan Pasal-Pasal Pidana dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Dalam melaksanakan tugas, tindakan LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban telah dilindungi Undang-Undang, kami berharap pihak kepolisian dapat menerapkan ketentuan dalam peraturan tersebut," demikian David. [dem]