Berita

wa ode nurhayati/ist

KORUPSI DPID

Banggar DPR Abaikan Usulan Pemerintah

SELASA, 04 SEPTEMBER 2012 | 17:53 WIB | LAPORAN:

Sidang lanjutan perkara suap pembahasan alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) untuk tiga kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati kembali di gelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada selasa, (4/9).

Sidang menghadirkan saksi-saksi dari tim jaksa KPK. Diantaranya, direktur Dana Perimbangan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu), Pramudjo dan Analis Hukum PPATK, M Novian.

Pramudjo mengatakan, dalam pembahasan daftar daerah penerima alokasi DPID, pihak Kemenkeu telah menyerahkan simulasi daftar daerah penerima DPID yang sesuai kriteria, yakni sebanyak 398 daerah ke Banggar DPR. Tapi daftar itu diabaikan oleh Banggar DPR RI.


"Angka-angkanya dan daerahnya tidak dipakai. Yang dipakai angka dan daftar yang muncul dari Banggar," kata Pramudjo di hadapan persidangan.

Dari angka dan daftar daerah penerima DPID yang dibuat Banggar, lanjut dia, lebih sedikit jumlahnya dengan yang diajukan pemerintah sehingga terdapat selisih. Daftar daerah yang diusulkan pemerintah sebanyak 398 daerah, sementara yang dibuat Banggar 297 daerah.

"Alokasinya berbeda-beda dengan anggaran yang sama Rp 7,7 triliun," terang dia.

Nah, setelah menerima daftar 297 daerah dari Banggar, Kemenkeu langsung melakukan kroscek dan verifikasi berdasarkan kriteria kemampuan keuangan daerah penerima. Hasilnya, kedapatan 32 daerah yang memenuhi kriteria untuk menerima DPID, tapi tidak tercantum dalam daftar yang dibuat Banggar. Kemudian, Menkeu mengirimkan surat ke Banggar DPR.

"Memang ada perbedaan jumlah daerah, kemudian ada surat yang dikirimkan lalu dijawab (Banggar) tidak mungkin ada koreksi karena sudah final," jelas Pramudjo.

Dengan terpaksa, Kemenkeu lanjut Pramudjo akhirnya menerima keputusan Banggar DPR yang telah menetapkan 297 daerah penerima DPID. Padahal, dalam undang-undang, baik DPR dan pemerintah memiliki kedudukan yang sama dalam membahas anggaran.

"Kalau boleh dikatakan pemerintah harus menerima keputusan DPR. Ini alasan politik dan pemerintah akhirnya terpaksa menjadikan kesepakatan bersama dan menjadi Undang-undang," pungkas dia.[dem]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Menhut Kebagian 688 Ribu Hektare Kawasan Hutan untuk Dipulihkan

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14

Jet Militer Libya Jatuh di Turki, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Tewas

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05

Profil Mayjen Primadi Saiful Sulun, Panglima Divif 2 Kostrad

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46

Nutrisi Cegah Anemia Remaja, Gizigrow Komitmen Perkuat Edukasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41

Banser dan Regu Pramuka Ikut Amankan Malam Natal di Katedral

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33

Prabowo: Uang Sitaan Rp6,6 Triliun Bisa Dipakai Bangun 100 Ribu Huntap Korban Bencana

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11

Satgas PKH Tagih Denda Rp2,34 Triliun dari 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43

Daftar 13 Stafsus KSAD Usai Mutasi TNI Terbaru

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36

Prabowo Apresiasi Kinerja Satgas PKH dan Kejaksaan Amankan Aset Negara

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35

Jelang Malam Natal, Ruas Jalan Depan Katedral Padat

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34

Selengkapnya