Berita

presiden sby/ist

RANGKAP JABATAN PRESIDEN

Pernyataan Busyro Muqoddas Sama Ganjilnya dengan Menuntut Pangeran Diponegoro Naik Motor

SELASA, 04 SEPTEMBER 2012 | 06:26 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Kalangan internal Partai Demokrat mengecam balik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, yang mengaitkan upaya pemberantasan korupsi dengan rangkap jabatan Presiden SBY.

Menurut Busyro "seharusnya" Presiden melepaskan jabatan di partai politik.

Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat, Rachlan Nashidik, menilai pernyataan Busyro itu menjadi political gimmick yang merendahkan bobot gagasan di dalamnya yang mungkin benar atau baik.

"Pilihan politik Presiden tidak bisa dinilai oleh norma atau keadaan yang belum dibentuk. Mengatakan Presiden bersalah karena seharusnya bukan pengurus partai politik, sama ganjilnya dengan mengatakan seharusnya Pangeran Diponegoro menunggang motor," ujar Rachlan dalam keterangan yang diterima redaksi Selasa pagi (4/9).

"Tentu saja benar bahwa motor bisa lari lebih kencang dari seekor kuda. Tapi kita semua tahu pada masa itu motor belum ada," sambungnya.

SBY, menurut hemat Rachlan, tidak bisa disalahkan karena baik konstitusi, undang-undang atau kebiasaan politik, tidak melarang atau memerintahkan pemisahan jabatan seperti yang disebutkan Busyro itu.

Namun demikian, Presiden bisa diajak berdiskusi dan diyakinkan bahwa hal itu perlu. 

Bila meyakini bahwa gagasan mengenai pemisahan jabatan perlu diwujudkan demi mencegah wabah korupsi, Busyro perlu merangkul dan meyakinkan partai-partai politik yang sejalan atau bersimpati pada KPK. Busyro juga wajib bersama-sama memperjuangkan hal itu di DPR agar menjadi aturan hukum yang mengikat semua tanpa pandang bulu.

"Sayang sekali, Wakil Ketua KPK nampaknya memulai upaya yang heroik itu justru dengan serangan politik yang bisa berakibat mengurangi peluangnya sendiri," masih kata Rachlan.

Dia juga mengingatkan semua komisioner KPK bahwa memberi pernyataan politik atau melibatkan diri ke dalam politik praktis adalah pelanggaran serius atas imparsialitas yang merupakan kewajiban etik komisioner KPK. [guh]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya