Bank Century
Bank Century
Dua orang yang diduga melariÂkan dana nasabah Bank Century melalui PT Graha Nusantara UtaÂma (GNU) sebesar Rp 15,4 miliar itu, bernama Umar Mucksin dan FebÂby. Dalam data kepolisian, Umar diduga keÂcipratan uang CenÂtury Rp 8,2 miÂliar. Sedangkan Feby diduga meÂnerima dana Rp 7,2 miliar.
Menurut Kepala Bareskrim PolÂri Komjen Sutarman, nama dua tersangka yang buron itu, teÂlah dimasukkan ke dalam daftar penÂcarian orang (DPO). Akan teÂtaÂpi, dia tidak mau membeberkan lokasi yang dijadikan target keÂpoÂlisian. “Kami juga sudah berÂkoorÂdinasi dengan pihak terkait, termasuk Interpol,†katanya.
Masih ada sederet nama lain yang diidentifikasi polisi terkait pencucian uang hasil pembÂoÂboÂlan Bank Century melalui PT GNU, anÂtaÂra lain tersangka SarÂwono, terÂsangka Seftanus Farok, terÂsangka Totok Kuntjoro, YayaÂsan FaÂtÂmaÂwati dan terpidana RoÂbert Tantular.
Dana Century yang dialoÂkaÂsiÂkan alias didistribusikan leÂwat GNU, berdasarkan data kepoÂliÂsian, jumlahnya sekitar Rp 176 miÂliar. “Kami fokus menaÂngani kasus penggelapan dan pencucian uangnya,†ujar Sutarman.
Sekadar mengingatkan, yang meÂnyangkut apakah ada korupsi di balik bailout Rp 6,7 triliun terÂhadap Bank Century, itu menjadi urusan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka kaÂsus Bank Century.
Di kepolisan juga belum tamÂpak perkembangan penanganan kasus Century yang signifikan. SuÂtarman berharap, berkas perÂkara atas nama Totok Kuntjoro yang tengah disidangkan dan diÂduga terkait aliran uang ke YaÂyaÂsan Fatmawati, mampu meÂngungkap keterlibatan pihak lain.
Akan tetapi, dia tidak mau memÂberi jawaban mengenai dugaan adanya perusahaan lain di balik PT GNU dan PT NUS. PeruÂsaÂhaÂan lain itu diduga mengakusisi PT GNU dan PT NUS yang semÂpat gagal melunasi pembayaran aset Yayasan Fatmawati berupa laÂpangan golf. Uang perusahaan itu, ditengarai juga berasal dari pembobolan dana Bank Century.
Sumber di kepolisian mengÂinÂforÂmasikan, saat GNU dan NUS kolaps, perusahaan lain itu pada 5 Mei 2011 melanjutkan kekuÂrangan pembayaran ke Yayasan Fatmawati. Namun, anggota tim kuasa hukum Yayasan FatmaÂwati, Andreas Dony menyatakan bahwa pihak yayasan menolak menerima pembayaran kedua. SoalÂnya, tenggat waktu pembaÂyaÂran sudah habis. Lagipula, saat itu sudah ada putusan pengadilan yang menerangkan proses gagal bayar tersebut.
Kemudian, karena tidak mau diÂanggap menampung uang hasil keÂjahatan yang dilakukan Robert TanÂtular dan kroninya, pihak yaÂyaÂsan melapor ke kepolisian. HaÂsilÂnya, uang Century yang masuk ke reÂkening Yayasan Fatmawati meÂlalui PT GNU dan NUS seÂbeÂsar Rp 20 miliar pada Mei 2010, diseÂrahÂkan ke kepolisian untuk disita, dan akan dikembalikan ke kas negara.
Wakabareskrim Irjen Saud UsÂman Nasution saat dikonfirmasi mengenai dugaan keterlibatan peÂruÂsahaan lain yang berupaya meÂngaÂkusisi GNU dan NUS, meÂnoÂlak memberikan penjelasan. Dia beralasan tidak punya keweÂnaÂngan untuk menyampaikan meÂkaÂnisme penyidikan. Lantaran itu, Saud mengarahkan agar konÂfirÂmaÂsi mengenai informasi itu diÂtaÂnyaÂkan ke Humas Polri. “DaÂtaÂnya sudah disampaikan ke HuÂmas,†kata bekas Kepala Densus 88 Polri ini.
Saat disinggung mengenai perÂÂburuan dua DPO dalam kasus ini, Saud juga menolak bicara panÂjang lebar. Dia hanya meÂngÂgaÂrisÂbawahi, kepolisian masih meÂngeÂjar buronan itu serta meÂlaÂkukan penyidikan.
Menurut sumber di kepolisian, seÂdang didalami, apakah motiÂvasi perusahaan lain tersebut diÂdasarkan pada permintaan PT GNU dan NUS. “Atau, atas iniÂsiaÂtif perusahaan itu sendiri,†ucapÂnya. Selain ke PT GNU, dana Bank Century juga masuk ke PT Antaboga Delta Securitas dan reÂkening pribadi Robert Tantular di beberapa bank, baik di dalam neÂgeÂri maupun luar negeri. REKA ULANG
Kasus Century Senggol Yayasan Fatmawati
Salah satu kasus Bank Century menyenggol Yayasan Fatmawati. Hal itu terlihat dari berkas perÂkara tersangka Toto Kuntjoro yang memuat materi mengenai pengalihan aset Yayasan FatÂmaÂwati ke Bank Century. Jual-beli aset berupa tanah bernilai Rp 25 miliar tersebut, sarat muatan penÂcucian uang.
Kabareskrim Polri Komjen SuÂtarÂman menyatakan, dugaan adaÂnya pencucian uang terÂidenÂtiÂfikasi dari laporan Yayasan FatÂmaÂwati. Pengurus yayasan meÂnilai, ada kejanggalan pada peÂngaÂlihan aset mereka ke tangan beÂkas bos Century, Robert TanÂtuÂÂlar lewat terÂsangka Totok KunjÂtoro. Kata SuÂtarman, setelah diÂselidiki, Totok merupakan salah satu direktur PT Graha Nusa Utama (GNU).
Keterlibatan Totok, imbuh sumÂber di lingkungan penyidik TiÂpikor BaÂreskrim Polri, diduga diawali pada 2004. Saat itu Totok yang memÂbawa bendera PT GNU dan PT Nusa Utama Sentosa (NUS) melakuÂkan perikatan perÂalihan hak atas tanah.
Perjanjian perikatan yang diÂbuat PT GNU dan PT NUS berisi rencaÂna pengalihan aset FatÂmaÂwati seniÂlai Rp 25 miliar. Namun belakaÂngan, PT GNU dan PT NUS gagal bayar. Setelah lewat jaÂtuh tempo, kedua perusahaan itu tak mampu memenuhi kewaÂjibannya. Dari situ, siapa orang di belakang PT GNU dan PT NUS pun terbongkar.
Dari keterangan saksi-saksi dan tersangka, polisi mendapat penÂjelasan bahwa Robert TanÂtuÂlar, bos Bank Century diduga puÂnya ambisi mengalihkan aset CenÂtury untuk membeli tanah yayasan seluas 2,8 hektar.
Dari transaksi tersebut, polisi menyimpulkan adanya dugaan pencucian uang. Apalagi, dana yang dipakai membayar aset FatÂmawati, terkait dengan dana proÂduk investasi Antaboga Delta SeÂcuÂritas yang dinyatakan bermasalah.
Dalam pengusutan kepolisian, diÂduga uang Century yang diÂpaÂkai tersangka Totok totalnya Rp 59 Miliar. Uang itu diperoleh Totok dari hasil usahanya berÂsama RoÂbert Tantular mengalihÂkan Âaset CenÂtury.
“Modusnya, menjual aset Century yang macet. Lalu diÂaliÂhkan ke rekening meÂreka. Uang itu antara lain diguÂnaÂkan untuk keÂperluan membeli tanah milik YaÂyaÂsan Fatmawati,†tuturnya.
Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, tambah SutarÂman, sejak Desember 2011 Polri telah memblokir rekening yaÂyasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada.
Menurut Sutarman, keberÂaÂdaÂan dana Century di Yayasan FaÂtÂmaÂwati mencuat lewat laporan DeÂwan Pengurus Yayasan FatmaÂwati. Laporan bernomor LP559/VIII/2011 itu ditandatangani Dewan Pengurus Yayasan FatÂmaÂwati, RP Harisoerahardjo dan HRP LaksÂmono. Pelapor minta, Bareskrim mengusut dugaan aliran dana Century yang masuk ke yayasan.
Dokumen-dokumen yang diÂikutsertakan dalam laporan, meÂmuat keterangan bahwa Yayasan Fatmawati pemilik lahan 22,8 hektar di Cilandak Barat, Jakarta SeÂlatan. Dokumen itu juga meÂmuat keterangan, penggunaan laÂhan sesuai sertifikat hak guna paÂkai. Keabsahan kepemilikan hak terurai dalam dokumen gambar situasi tanggal 20 Agustus 1990 NoÂmor 1672/1990.
Mereka juga melampirkan doÂkumen penguasaan hak yang teÂlah diputus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan itu berÂnomor 229/Pdt.G/1995/PN JakÂsel, 5 Juli 1996. Selain itu, meÂreÂka menyertakan dokumen putuÂsan Pengadilan Tinggi Jakarta noÂmor 827/ Pdt/1997 tanggal 19 Maret 1999 dan penetapan nomor 1115/Pdt.G/2008/PN Jaksel pada 15 September 2009 yang meneÂrangÂkan hak pengelolaan aset diÂkuasai Yayasan FatmaÂwati.
Dalam dokumen akta perdaÂmaian tanggal 13 Desember 2000 Nomor 3, notaris Felix FranÂsisÂcus Xaverius Handojo meÂneÂrangÂkan, YaÂyasan Fatmawati melakukan peÂrikatan peralihan hak atas tanah dengan PT Graha Nusa Utama (GNU) dan PT Nusa Utama SenÂtosa (NUS) pada 2004. Atas dasar terÂsebut, PT GNU dan PT NUS meÂlakukan pembayaran keÂpada Yayasan Fatmawati seÂbeÂsar Rp 25 miliar.
Kuasa hukum Yayasan FatÂmawati, Roni Hartawan meÂnyaÂtakan, yayasan tidak punya huÂbungan dengan Robert Tantular.
Ingatkan Polisi Jangan Masuk Ke Perdata
Trimedya Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR TriÂmedya Pandjaitan mengiÂngatÂkan, langkah kepolisian meÂngusut kasus Century yang meÂnyeret Yayasan Fatmawati mesti tepat. Sebaiknya, keÂpoÂliÂsian tak terpengaruh pendapat yang berupaya menggiring peÂnanganan perkara masuk ranah perdata.
“Kalau disebut-sebut ada proÂses gagal bayar, itu ranahnya perÂdata. Kepolisian tidak berÂweÂnang masuk ke situ,†tanÂdasÂnya. Bekas Ketua Komisi III DPR ini mengatakan, polisi suÂdah on the track dalam meÂngÂuÂsut perkara ini. Jadi, samÂbungÂnya, kerja kepolisian itu henÂdakÂÂnya dijaga konsistensinya. JaÂngan justru salah langkah daÂlam mengambil tindakan huÂkum. Hal ini bisa berakibat fatal terhadap institusi kepolisian.
Dia menggarisbawahi, pÂeÂkerÂjaan rumah kepolisian memÂbuÂru para DPO kasus Century haÂrus dimaksimalkan. Kerjasama dengan jaringan Interpol seÂluruh negara, semestinya diiÂnÂtensifkan.
Supaya, keberadaan para buÂronan tersebut jelas. Kejelasan posisi buronan Century ini seÂdiÂkit banyak membantu kepoÂlisian dalam membawa para buÂronan pulang ke Tanah Air. “SeÂtelah menjalani proses huÂkum, tentunya pengembalian aset negara menempati posisi vital,†ucapnya.
Dia menegaskan, kerugian neÂgara akibat tindakan para terÂsangka harus bisa diÂtangÂguÂlaÂngi. Untuk itu, sebelum para pelaku kejahatan atau tersangka kasus korupsi melarikan diri, peÂnegak hukum hendaknya mamÂpu lebih dulu memblokir dan menyita aset tersangka. “Dengan begitu, kerugian neÂgara yang selama ini terjadi bisa ditekan seminimal mungkin,†ujarnya.
Jangan Setelah Tersangka Buron Baru Ada Proses
Edi Saputra Hasibuan, Komisioner Kompolnas
Komisioner Komisi KeÂpoÂlisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan meÂnyaÂtaÂkan, kepolisian tidak boleh teÂbang pilih dalam menangani perÂkara. Jika bukti-bukti yang ada sudah dianggap cukup, poÂlisi harus mengambil langkah huÂkum yang cepat dan tepat.
“Jangan setelah tersangkanya buron, baru ada proses hukum. Bisa sia-sia semuanya,†kataÂnya. Dia mengemukakan, buÂronÂnya para DPO dipicu masih leÂmahnya mekanisme pengaÂwaÂsan di lingkup penegak hukum.
Menanggapi masih baÂnyakÂnya DPO ini, dia mendesak keÂpolisian lebih progresif memÂburu para buronan.
Caranya, tentu dengan meÂmanÂfaatkan semua jaringan yang dimiliki. Sebab, kata dia, keberhasilan membekuk dan membawa pulang buronan itu, akan meningkatkan kepeÂrÂcaÂyaÂan masyarakat pada kepolisian.
Edi menekankan, siapa pun yang diduga melanggar hukum, hendaknya diproses sesuai keÂtentuan yang ada. “Jangan ada lagi kesan tebang pilih. Si A diÂtindak, sementara yang lainnya tidak, atau bahkan justru dibiarÂkan lolos,†tegasnya.
Prinsipnya, tindakan kepoliÂsian sekarang ini harus benar-benar mampu memberikan peÂngaÂyoman bagi masyarakat.
Terutama masyarakat pencari keadilan. Apabila tidak beruÂpaÂya membenahi diri, cepat atau lambat masyarakat akan berÂpaÂling dari kepolisian. MaÂsyaÂraÂkat akan menggantungkan peÂngusutan kasus-kasus korupsi ke intitusi lain, seperti kejakÂsaÂan maupun KPK. “Jika ini yang terjadi, berarti polisi gagal menÂjadi pengayom, pelindung dan peÂnegak hukum yang prÂoÂfeÂsioÂnal,†tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58