Sikap mendua dan tebang pilih kepolisian kembali kentara dalam kasus pembunuhan siswa Pangudi Luhur Raafi Aga Winasya Benjamin di cafe Shy Rooftop, Kemang. Meski telah divonis bebas serta ketiadaan alat bukti pisau untuk menusuk dan kesaksian saksi di persidangan tidak mendukung, polisi tetap yakin Sher Muhammad Febry Awan adalah pelaku pembunuh Raafi.
"Pertimbangan hakim sangat yuridis karena kesaksian saksi Sanuri yang menerangkan telah menerima titipan pisau berdiri sendiri, tidak didukung 7 saksi lain termasuk keterangan Febry.
Pisau katanya Sanuri (saksi, anggota Paspampres) itu juga tidak bisa dihadirkan di persidangan sebagai alat bukti," ujar kuasa hukum Febry, dari ND Solicitor, Endi Martono kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Febry telah dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Selasa (31/7). Dia dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama 12 tahun penjara. Namun polisi tetap kekeuh bahwa Febry adalah penusuk Raafi hingga tewas. Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Toni Harmanto, belum lama ini mengatakan, pihak JPU sedang mengajukan kasasi karena Febry bebas murni. Selanjutnya, kepolisian dan jaksa akan mengkaji putusan majelis hakim tersebut.
Ditegaskan dia, keterangan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Toni Harmanto, bahwa JPU sedang mengajukan kasasi karena Febry bebas murni dan bisa masih ada alat lain yang bisa membuktikan perbuatan Febry, sangatlah bertentangan dengan fakta persidangan. Polisi, dia minta, tidak mengada-ngada karena nyatanya alat bukti pisau yang diklaim untuk menusuk tidak ada dan keseluruhan saksi kecuali Sanuri menyatakan tidak tahu siapa yang menganiaya dan membunuh Raafi.
"TKP ramai dan gelap. Keributan di Dance Floor sedangkan Febry ada di balkon dua," cetus Endi.
Saat pelaku pembunuh Raafi yang sebenarnya masih bermisteri, muncul lagi dugaan pelaku adalah orang kuat, anak seorang petinggi. Namun Endi tak mau menduga-duga.
"Keadilan harus ditegakkan. Sebaiknya polisi tidak boleh tebang pilih karena ini menyangkut nama baik seseorang. Keluarga korban juga saya yakin butuh kepastian dari proses hukum yang tepat dan adil," ucap Endi.
Anggota tim advokasi lainnya, Riza Irwansyah menambahkan, proses pemeriksaan pada kasus Raafi lebih terfokus pada proses perkelahian saja. Sebagai contoh, beberapa kejadian setelah Raafi jatuh ditusuk dinilai tidak menjadi perhatian kepolisian dan jaksa. Tak hanya itu, beberapa kejadian yang cukup penting dalam kasus ini tidak dimasukkan dalam berkas penyidikan pembunuhan Raafi.
"Misalnya seseorang saksi yang mengaku dititipkan pisau, kemudian keterangan Robi Hatim yang bilang ada pertemuan di rumah Febry. Nggak lama setelahnya Febry langsung ditetapkan sebagai tersangka. Ini yang belum difokuskan oleh polisi," terang Riza.
Perlu diketahui, tadi siang di PN Jaksel kembali digelar persidangan dengan agenda pembacaan pledoi terdakwa istri Febry, Violetta Cecilia Maria Costanza alias Connie dan empat kerabatnya. Connie dituntut 7 bulan, yang lain 1 tahun dan ada juga yang 10 bulan.
"Konsekuensi hukumnya Connie harus bebas. Karena suaminya saja bebas secara sah dan meyakinkan, padahal ia sebagai terdakwa utama untuk 338 dalam kasus yang sama. Kita kan ikuti alur dakwaan jaksa," kata pengacara Connie, Aidil Johan.
[dem]