Berita

Dhana Widyatmika

X-Files

Teman DW, Herly Isdiharsono Disebut Terima Rp 4 Miliar

JUMAT, 03 AGUSTUS 2012 | 10:30 WIB

Dalam sidang lanjutan terdakwa Dhana Widyatmika di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palmerah, Jakarta, Herly Isdiharsono disebut meminta fee saat mengurus pengembalian kelebihan pembayaran pajak PT Mutiara Virgo.

Permintaan fee tersebut di­sampaikan Direktur PT Ditax Ma­­nagement Resolusindo, Zem­my Tanumihardja, saat bersaksi untuk terdakwa Dhana Widyat­mi­ka (DW). Sekadar mengi­ngat­kan, PT Mutiara Virgo (MV) me­nunjuk PT Ditax Management (DM) untuk mengurus pajaknya.

Di hadapan majelis hakim, Zeemy mengaku ikut mengurus pe­nyelesaian restitusi pajak PT Mutiara Virgo di KPP Palmerah pada tahun 2005. Sebelum me­ngurus restitusi pajak itu, Zeemy di­suruh bosnya, yakni Direktur Utama PT Ditax Hendro Tirtajaya untuk mempelajari dokumen PT Mutiara Virgo.

“Saya dikasih satu bundel do­ku­men oleh Pak Hendro untuk ban­tu penyelesaian restitusi pajak di KPP Palmerah. Saya bantu ad­ministrasi dokumen. Saya ambil dokumen dari PT Mutiara Virgo, dan diberikan ke pemeriksa pa­jak,” cerita Zemmy.

Nah, Zemmy mengaku me­nge­­ta­hui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hendro. “Saya dengar dari Pak Hen­dro,” ujarnya.

Menurut Zemmy, Hendro men­je­laskan bahwa Herly, anggota pe­meriksa pajak meminta fee dibe­ri­kan secara langsung setelah kele­bihan pembayaran pajak di­kem­balikan ke PT MV. Permin­ta­an fee ini, lanjutnya, disamp­ai­kan Herly da­lam pertemuan de­ngan Hendro di sebuah kafe di Ja­karta Barat.

“Pak Hendro bicara, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah dipotong (pajak), keluar (res­titusi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 mi­liar,” urai Zemmy.

Zemmy mengaku, pemberian fee itu tidak melibatkan dirinya. Kata dia, Hendro sendiri yang datang menemui Herly di sebuah kafe di Jakarta Barat untuk me­nye­rahkan uang fee itu. Tapi, Zem­my menyatakan tidak me­nge­tahui, kepada siapa saja uang itu didistribusikan Herly.

Saksi lain yang dihadirkan da­lam sidang DW kemarin ada­lah bekas Kepala Bagian Keuangan Pemkot Batam, Raja Muschin. Di hadapan majelis hakim, Raja me­nyatakan pernah meminta ban­tuan stafnya, Andriansyah untuk membelikan travel cek senilai Rp 750 juta di Bank Mandiri Cabang Imam Bondjol pada tahun 2007.

Pembelian travel cek ini dila­kukan dua kali. Pertama, pada bu­lan Juni Rp 500 juta dan pada bu­lan September Rp 250 juta. Raja menyebut, perintah untuk mem­beli travel cek tersebut berasal dari Sek­retaris Kota Batam, Agus Saiman.

Namun, Raja mengaku tidak tahu, untuk apa dan untuk siapa cek perjalanan itu dibeli. Soalnya, dia me­ngaku hanya menjalankan pe­rin­tah. “Sama sekali tidak ada yang menyebut nama Dhana,” ucapnya.

Hal senada disampaikan saksi, Staf Bagian Keuangan Pemkot Batam, Ardiansyah. “Saya di­pang­gil ke ruang Kabag Ke­ua­ngan, disuruh beli TC,” ujarnya.

Saksi lain, Rudi Kurniawan, adik bekas Kepala Sub Bagian Ve­rifikasi Bagian Keuangan Pem­kot Batam, Erwinta Marius juga mengaku tidak mengetahui kaitan travel cek itu dengan DW. Dia juga menyatakan tidak tahu-menahu mengenai tuduhan jaksa bahwa kakaknya berperan mem­berikan travel cek Rp 750 juta kepada Dhana.

Saksi dari Bank Mandiri, Sukur Sihombing membenarkan bahwa cek berbentuk blanko itu dibeli pada 8 Oktober 2007. Cek perjala­nan tersebut diterbitkan Mandiri untuk Ardiansyah, Raja Muchsin dan Rudi Kurniawan.

REKA ULANG

Herly Juga Disebut Perintahkan Transfer Ke DW

Dalam sidang di Pengadilan Ti­pikor, Jakarta pada Rabu, 25 Juli lalu terungkap bahwa ter­sangka Herly Isdiharsono (PNS Ditjen Pajak) juga pernah me­min­ta Direktur Utama PT Ditax Ma­na­jemen Hendro Tirtajaya men­transfer Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana Widyatmika (DW). Tran­sfer itu diduga terkait pajak PT Mu­tiara Virgo yang diurus PT Ditax.

Kemudian, Hendro meme­rin­tahkan anak buahnya, Liana un­tuk mentransfer Rp 2,9 miliar ke rekening DW. “Saya pernah me­min­ta Liana untuk mentrasfer uang sebesar Rp 2,9 miliar ke re­ke­ning Dhana atas perintah Herly pada Januari 2006,” kata Hendro saat bersaksi.

Selanjutnya, Rp 500 juta di­transfer ke rekening DW dari re­kening Femmy, istri Hendro yang menjadi Komisaris di PT Ditax. “Saya melakukan transfer ke re­kening Dhana pada Januari 2006 sebesar Rp 500 juta karena di­min­ta Hendro, tapi saya tidak tahu untuk apa,” kata Femmy.

Hendro mengaku tidak me­ngenal Dhana, sehingga transfer uang itu hanya atas perintah Her­ly yang menjadi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pal­me­rah dengan tugas memeriksa pa­jak PT Mutiara Virgo.

Nah, Direktur PT Mutiara Vir­go, Johnny Basuki meminta ban­tuan PT Ditax dalam pengurusan  pajak. Soalnya, PT Ditax ber­gerak di bidang jasa pe­ngurusan administrasi peru­sa­haan. “Johnny meminta bantuan saya untuk me­ngurus admi­nis­tra­si pajak PT Mu­tiara Virgo, saya kemudian mem­berikan dokumen perusa­ha­an­nya ke Herly untuk me­meriksa semua jenis pajak 2003-2004,” kata Hendro.

Herly pada 15 Juli 2005 kemu­dian mengeluarkan surat kete­ta­pan pajak PT Mutiara Virgo yang totalnya Rp 1,567 miliar untuk pemeriksaan pajak 2003, dan Rp 1,486 miliar untuk pem­ba­yaran 2004. “Herly mendapatkan 1 juta dolar untuk pemeriksaan tersebut, yaitu hampir Rp 10 mi­liar. Ke­mu­dian, mendapat tam­ba­han se­kitar Rp 20 miliar. Se­hing­ga, total Rp 30 miliar melalui 8 bil­yet giro yang dikirim ke reke­ning Femmy dan Liana,” ujar Hendro.

Hendro mengakui bahwa tin­dakannya itu tidak sesuai dengan mekanisme resmi, karena seha­rusnya giro langsung dibayarkan ke negara, bukan ke rekening pribadi.

Hendro adalah Direktur Utama PT Ditax Management Re­so­lu­sindo yang bergerak di bidang jasa pengurusan administrasi pe­rusahaan. Dia juga menjadi ter­sangka kasus ini. Liana adalah karyawan Hendro di Puri Spa. Se­dangkan Herly yang juga telah di­tetapkan sebagai tersangka, ada­lah anggota tim pemeriksa pajak PT Mutiara Virgo.

Sementara itu, pengacara Dha­na, Luthfie Hakim menegaskan kliennya tidak menikmati sepeser pun duit yang masuk ke re­ke­ning­nya. Lutfhie menyebut, duit itu di­gunakan Herly.

“Itu terkait ke­bu­tuhan Pak Her­ly untuk pem­be­lian rumah, dan pem­belian saham PT Mobi­lin­do,” kata Luthfie se­usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Karena itu, tim penasehat hu­kum bersikeras kasus ini hanya re­kayasa. Alasannya, para saksi yang dimintai keterangan itu ti­dak mengenal Dhana. “Pe­me­rik­saan perkara ini pepesan kosong, tidak ada keterkaitan terdakwa. Saksi tidak tahu menahu, tidak pernah kenal terdakwa. Karena itu, kami sejak awal sudah yakin ter­dakwa diseret-seret orang lain,” jelas Luthfie.

Ajang Temukan Fakta Baru

Hendardi, Direktur Setara Institut

Direktur Setara Institut Hen­dardi mengingatkan agar si­dang kasus dugaan korupsi de­ngan terdakwa Dhana Wid­yat­mika (DW) hendaknya dise­le­saikan secara cermat.

Sehingga, pihak lain yang juga diduga terlibat, dapat ter­kuak lewat fakta-fakta per­si­da­ngan. Kemudian, pihak lain itu juga mesti dibawa ke pe­nga­dilan untuk proses pembuktian yang terbuka bagi masyarakat. Seperti proses yang kini tengah dijalani DW.

Kendati begitu, dia meng­har­gai upaya jaksa yang telah meng­hadirkan saksi-saksi kasus korupsi dan pencucian uang ini. Hal itu, menurut Hendardi, ideal­nya ditindaklanjuti dengan langkah proporsional. Soalnya, dari situ akan terlihat apa, siapa dan bagaimana peran mereka di dalam perkara tersebut.

“Langkah jaksa hendaknya disikapi dengan langkah kon­kret hakim. Kecermatan hakim menimbang materi perkara, kita harap mampu menghasilkan putusan yang tepat,” ujarnya.

 Lantaran itu, kesaksian yang sudah ada, menjadi modal bagi ha­kim dalam menimbang pu­tu­san pada terdakwa nantinya. “Jadi, upaya jaksa meng­ha­dir­kan saksi ini penting bagi ke­lancaran proses persidangan,” ucapnya.

Dengan kata lain, semua tu­du­han jaksa yang menuntut ter­dakwa dengan hukuman berat juga dapat dibuktikan. Rang­kaian persidangan kasus ini juga bisa dimanfaatkan sebagai ajang menemukan fakta baru. “Istilahnya, apa-apa yang masih tersembunyi dapat digali dan dapat dicarikan alat buktinya.”

Tentunya, sambung Hen­dar­di, langkah-langkah tersebut di­lakukan agar rasa keadilan ter­wujud. Dengan begitu, tambah dia, segala sesuatu yang men­jadi polemik tuntas. “Di situlah, hakim memegang peranan kunci,” tuturnya.

Dia pun mewanti-wanti, pemeriksaan pokok perkara kasus ini, hendaknya dilak­sa­na­kan secara akurat. Dari akurasi fakta itu, dia berharap, Ditjen Pajak meningkatkan penga­wa­san kepada aparatnya.

Kasus Dhana Bukan Sebatas Vonis Hakim

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra, Des­mon J Mahesa menyatakan, persoalan pokok dalam kasus korupsi pajak dengan terdakwa Dhana Widyatmika tidak seba­tas pada vonis hakim semata. Me­lainkan, mampu men­cip­ta­kan efek jera kepada pegawai pajak.

“Rangkaian proses per­si­dangan itu hanya bagian kecil saja. Yang paling utama adalah bagaimana mengintensifkan kinerja jajaran pajak, sehingga menjadi lebih profesional,” ujarnya.

Menurut Anggota Komisi III DPR ini, persoalan hukum yang melilit pegawai pajak hen­dak­nya sudah bisa dihentikan. Pe­ga­wai pajak yang nota bene me­miliki penghasilan besar, ideal­nya telah mendapat beragam pelajaran dari kasus-kasus ma­fia pajak yang ada.

“Kasus seperti Gayus hingga Dhana ini, hendaknya jadi ma­sukan. Bukan malah sebaliknya, jadi ajang untuk melakukan pe­nyelewengan,” tuturnya.

Bekas aktivis ini juga me­nya­takan, kesaksian para saksi baik yang meringankan maupun yang memberatkan terdakwa, se­mestinya dipertimbangkan betul-betul oleh hakim. Soal­nya, hakim menjadi palang pin­tu dalam menjatuhkan sanksi serta menggali fakta baru kasus tersebut. Dari temuan-temuan baru itu, kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat akan bisa digali.

Lantaran itu, Desmon ber­harap, hakim tidak membatasi atau melokalisir persoalan. Per­soalan bagaimana proses pe­ngembangannya, nanti bisa di­koordinasikan dengan lembaga penegak hukum lain, seperti kejaksaan atau kepolisian.

“Itu bisa ditindaklanjuti me­lalui koordinasi dengan pe­nyidik atau penuntut kasus ini,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya