Berita

Wa Ode Nurhayati

X-Files

Keterangan Haris Nggak Puaskan Majelis Hakim

Lanjutan Kasus Wa Ode Nurhayati
RABU, 01 AGUSTUS 2012 | 10:57 WIB

Masih adanya sejumlah kejanggalan, membuat majelis hakim ingin kembali memanggil Haris Surahman dalam sidang kasus dugaan suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID) kepada terdakwa Wa Ode Nurhayati.

Keterangan mengenai hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Suhartoyo dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, ke­marin. Dalam pertim­ba­ngannya, dia menilai ada ketaksinkronan keterangan mengenai peran Haris da­lam kasus ini. “Ada satu-dua hal yang belum connect,” katanya.

Lantaran itu, majelis hakim mengagendakan kembali untuk meminta keterangan Haris dalam persidangan. Hakim memastikan, saksi Haris akan kembali diha­dirkan setelah kesaksian saksi-saksi lainnya terkumpul.

Agenda hakim memintai ke­saksian Haris, direspon terdakwa Wa Ode Nurhayati secara positif. Kuasa hukum terdakwa, Wa Ode Nur Zainab menilai, desakan un­tuk kembali meminta kehadiran Haris sebagai saksi, dilatari ba­nyaknya keterangan saksi yang menyebut peran Haris.

Sekurangnya, tiga dari empat saksi yang memberi kesaksian dalam sidang, menyebutkan pe­ran Haris. Tiga saksi yang me­nyebut nama Haris adalah pe­ngu­saha asal Minahasa Sulawesi Uta­ra, bos PT Gemini Indah Maestro Ab­raham Noch Mambu,  Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Mina­ha­sa Enike dan Direktur PT Tri­ni­ty Sukses Manado Gilberth Moqoi.

Saksi Abraham Noch Mambu mengaku tidak mengenal Haris. Tapi, dia pernah diminta ko­le­ganya, Gilberth untuk memin­jam­kan dana Rp 400 juta. Pe­ngi­riman uang dilaksanakan ak­hir Oktober 2010.

Semula, uang akan disetor ke re­kening Gilberth. Namun Gil­berth mengaku punya pinjaman alias utang kepada Haris. Gilberth pun memintanya mengirim uang via transfer ke rekening Haris. Ke­tika itu, dia sempat heran dan bertanya-tanya. “Saya kaget disu­ruh masukin ke rekening orang yang tidak  saya kenal,” ujarnya.

Saksi Kadis Kesehatan Mi­na­hasa, Enike juga menyatakan hal se­nada. Dia  mengaku pernah me­­ngirim uang via transfer ke re­ke­ning Haris. Uang senilai Rp 350 juta, katanya, dikirim ke­pada Ha­ris untuk membayar utang su­a­mi­nya kepada Paul Nel­wan. Tran­sak­si dilakukan pada Oktober 2010.

Lalu, saksi Direktur PT Trinity Sukses Manado, Gilberth Moqoi, mengaku pernah mengirim Rp 150 juta kepada Haris. Pengi­ri­man dilakukan karena ada per­mintaan dari Haris. Saat itu, Haris berjanji akan mengembalikan uang dengan tambahan bunga dua sampai tiga persen.

Saksi Gilberth pun mengaku, pe­ngiriman uang ke rekening Ha­ris, dilaksanakan untuk mengurus pembiayaan proyek yang diker­ja­kan Haris. Tapi, Gilberth tak menguraikan jenis pekerjaan atau proyek yang dikerjakan Haris.

Karena empat saksi menyebut pernah mengirim uang ke reke­ning Haris, pihak  terdakwa me­minta agar hakim kembali me­me­riksa kesaksian Haris. Penjelasan saksi yang menyebut pernah me­ngirim uang ke rekening Haris, kata Nur Zainab, bermanfaat un­tuk kepentingan pembelaan klien­nya. Artinya, dari situ terli­hat bahwa uang diterima Haris, bukan kliennya.

Diketahui, Nurhayati diduga menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha yakni, Fahd El Fouz yang memberikan uang sebesar Rp 5,5 miliar, Saul Paulus David Nelwan sebesar Rp 350 juta, serta Abram Noach Mambu se­nilai Rp 400 juta terkait dana DPPID tahun anggaran 2011.

Selanjutnya, pada agenda per­sidangan kemarin, saksi Direktur PT Tuah Sejati, M Taufik Reza memberi keterangan berbeda de­ngan saksi lainnya. Dia menye­but, pernah mengirim uang kepa­da tersangka Fahd A Rafiq. Uang itu dikirim dalam tiga tahap.

Dalam kasus ini, Wa Ode Nur­hayati didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan b dan atau Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tin­dak Pidana Korupsi.

Nurhayati juga dijerat KPK de­ngan pasal pencucian uang, ka­rena dianggap memenuhi dua alat bukti untuk disangkakan dengan Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

REKAULANG

Mengaku Lapor Karena Terdesak

KPK masih mengembangkan kasus dugaan penerimaan hadiah atau suap, dalam pembahasan APBN untuk alokasi dana per­ce­patan pembangunan inftra­struk­tur daerah (DPPID) tahun ang­garan 2011.

Dalam kesaksiannya, Andi Haris Surahman mengaku pernah menyerahkan uang sebesar Rp 4,3 miliar kepada Wa Ode Nur­hayati atas perintah Fahd A Rafiq. Tapi, Haris membantah bahwa uang ter­sebut miliknya.

Haris juga mengaku pernah melaporkan Wa Ode Nurhayati ke KPK dan Banggar DPR, de­ngan tuduhan menerima uang ko­mit­men dari pengusaha, terkait pe­ngu­rusan anggaran DPPID di tiga kabupaten di Aceh. Dia mengaku melapor karena merasa terpojok.

Hal tersebut terungkap dalam sidang Wa Ode Nurhayati di Pe­ngadilan  Tipikor, Jakarta, pekan lalu. Haris dihadirkan sebagai saksi pertama kasus dugaan pene­rimaan hadiah terkait pe­nga­lo­ka­sian DPPID tahun ang­garan 2011.

Dalam sidang, Haris men­ce­ri­takan bahwa Fahd memenuhi per­mintaan Wa Ode untuk mem­bayar uang komitmen sebesar Rp 6 miliar dengan cara mentransfer ke  rekening Sefa Yolanda, asis­ten pribadi Wa Ode.

Beberapa bulan kemudian, Fahd melapor ke Haris bahwa pro­yek DPPID di tiga daerah ter­sebut tidak lolos. Fahd lantas men­desak Haris meminta Wa Ode untuk mengembalikan uang ko­mitmen tersebut. “Tidak ada anggarannya. Disuruh mengem­balikan uangnya. Dikira saya yang mengambil,” kata Haris.

Saat meminta agar uang itu dikembalikan, Haris mengaku, Wa Ode malah memarahinya. Ha­ris mengaku malah disuruh menghubungi pengacara Wa Ode. “Saya melapor ke Banggar dan KPK bahwa ada anggota Banggar yang menerima uang, karena Fahd mendesak saya,” kata Haris.

Kepada pimpinan Banggar, Wa Ode yang diberi kesempatan un­tuk menanggapi seluruh kete­ra­ngan Haris mengatakan, ang­ga­ran DPPID untuk tiga daerah tersebut dikabulkan dan terdapat da­lam Peraturan Menteri Ke­uangan Nomor 25.

Di luar persidangan, Wa Ode mengaku tidak tahu bahwa Sefa menerima uang  dari Haris. Sefa tak langsung melapor, karena saat itu Wa Ode tengah berada di dae­rah pemilihannya. Akan tetapi, satu minggu setelah penerimaan uang itu, Sefa melaporkan ke Wa Ode. “Kak, ada uang dari Haris,” kata Wa Ode menirukan per­kataan Sefa.

Wa Ode juga meluruskan bah­wa uang yang dialiri Haris ke re­ke­ningnya bukanlah Rp 6 miliar, melainkan Rp 4 miliar. Uang itu pun, kata Wa Ode, sudah  di­kembalikan sebanyak Rp 6 mi­liar. Alasannya membayar Rp 2 miliar lebih besar dari jumlah pe­nerimaan karena didesak Fahd.

Serahkan Sepenuhnya Kepada KPK

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ru­hut Sitompul menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus dugaan mafia anggaran DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dia menyatakan, DPR men­du­kung rangkaian pengusutan masalah hukum yang diemban KPK dan lembaga penegak hu­kum lain. “Prinsipnya, semua warga negara sama kedu­du­kan­nya dalam hukum. Termasuk anggota DPR sekalipun,” ujar anggota DPR dari Partai De­mokrat ini.

Ruhut meyakini, pemahaman ini sudah dimiliki semua kole­ganya di DPR. Karena itu, dia tidak yakin apabila ada anggota DPR yang berupaya meng­ha­la­ngi proses penegakan hukum.

Menurutnya, hal yang paling po­kok dalam proses hukum di sini adalah, bagaimana KPK me­nemukan fakta dan bukti-bukti yang valid. Dengan modal terse­but, maka setiap individu akan sulit lolos dari tuduhan yang ada.

Namun sebaliknya, lanjut Ru­hut, apabila tuduhan seperti itu tidak terbukti, idealnya KPK mau mengoreksinya. Maksud dia, jangan sampai, tuduhan yang tanpa didukung bukti-buk­ti memberikan efek buruk ke­pada seseorang.

Semestinya, saran Ruhut, ada upaya aktif dari lembaga pene­gak hukum manapun untuk mem­perbaiki nama baik sese­orang yang tidak terbukti ter­li­bat suatu kasus. Jadi, katanya, ada semacam keseimbangan. “Selain melakukan penindakan, juga ada upaya positif dalam merehabilitasi nama baik se­se­orang yang tidak terbukti ter­libat,” katanya.

Dia menggarisbawahi, ron­tok­nya karier politik anggota DPR bisa terjadi akibat ke­tidak­profesionalan penegak hukum da­lam mengambil tindakan. Ka­renanya, mekanisme dan aturan hukum hendaknya senantiasa jadi patokan dalam menye­le­saikan persoalan.

Perlu Dikonfrontir Dalam Sidang

Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator LSM Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gera­kan Anti Korupsi Indonesia (Gerak) Akhiruddin Mahjuddin mengapresiasi positif langkah majelis hakim yang menga­gen­dakan pemanggilan kembali Haris Surahman.

Bahkan, menurut dia, kesak­sian Haris perlu dikonfrontir se­cara terbuka dengan kesaksian para saksi lainnya dalam per­sidangan. “Upaya hakim meng­hadirkan saksi kunci ini vital. Diharapkan kesaksiannya bisa dikonfrontir dengan keterangan saksi lain dan terdakwa,” kata­nya, kemarin.

Tidak hanya kesaksian Haris, lanjut dia, keterangan sejumlah pihak lain yang sejak awal kasus ini mencuat, juga harus diklarifikasi. Idealnya, juga di­konfrontir secara terbuka dalam persidangan di Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hal itu perlu dilakukan agar ka­sus ini tidak selesai pada ma­salah suap, pencucian uang dan korup­sinya saja. Melain­kan, juga mam­pu mengungkap otak di balik dugaan adanya mafia anggaran.

Dia menduga, kasus yang me­nyeret Wa Ode Nurhayati dan tersangka Fahd A Rafiq, sudah terjadi ketika pembaha­san anggaran dimulai. Kare­na­nya, dia menyarankan agar se­mua pihak dapat diklarifikasi se­cara terbuka di persidangan, sehingga semuanya terang bagi masyarakat luas.

Langkah tersebut bertujuan agar simpang-siur maupun ke­janggalan dalam kasus ini men­jadi terbuka. “Jadi terang ben­derang. Untuk itu, tidak perlu lagi ada yang ditutup-tutupi,” tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya