Berita

Murdaya Poo

X-Files

Anak Buah Pengusaha Murdaya Poo Ditahan

Perkembangan Kasus Korupsi Sisinfo Ditjen Pajak
SELASA, 31 JULI 2012 | 11:05 WIB

Salah seorang tersangka kasus korupsi pengembangan sistem informasi (Sisinfo), jasa pemeliharaan sistem monitoring pembayaran dan pelaksanaan modul penerimaan negara Ditjen Pajak, yakni Direktur Government Technical Support PT Berca Hardaya Perkasa, Michael Surya Gunawan ditahan Kejaksaan Agung.

Anak buah pengusaha Murdaya Poo itu ditahan di Rumah Ta­han­an Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Michael Surya Gunawan (MSG) ditahan seusai di­periksa penyidik Pidana Khu­sus Kejaksaan Agung, tadi malam. “Dia ditahan selama 20 hari, ter­hi­tung mulai hari ini,” kata Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Adi Toe­garisman, kemarin.

Selain Michael, yang diperiksa penyidik kemarin adalah ter­sang­ka Riza Noor Karim (RNK), be­kas salah satu Kepala Kantor Pe­layanan Pajak (KPP). Tapi, kali ini Riza diperiksa sebagai saksi. “Penyidik memanggil dan me­me­riksa empat orang sebagai saksi, dan satu orang sebagai tersangka,” ujar Adi Toe­garis­man.

Keempat saksi itu adalah Nugroho Agung, Rizaldi K Rid­wan, Riza Noor Karim dan Awan Nurmawan.

Nugroho, Rizaldi dan Riza ada­lah pegawai negeri sipil (PNS) pada Ditjen Pajak Ke­menterian Ke­uangan. Sedangkan Awan bekas PNS Ditjen Pajak. “Mereka di­periksa sebagai saksi bagi tersangka MSG. RNK yang berstatus tersangka kasus ini, juga diperiksa sebagai saksi bagi MSG. Sedangkan MSG diperiksa se­bagai tersangka,” jelas Adi.

Dia menambahkan, pemerik­sa­an kemarin itu dilakukan agar para tersangka kasus ini yang belum diadili, bisa segera dibawa ke Pengadilan Tipikor Jakarta. “Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, proses penuntutan terhadap tersangka lainnya bisa segera dilakukan,” ujarnya.

Pemeriksaan terhadap empat saksi itu dilakukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung sejak pukul 09.30 WIB. “Sedangkan pemeriksaan terhadap tersangka MSG, dilakukan dari pukul 10 pagi,” ucap bekas Kepala Ke­jak­saan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Sebelumnya, penyidik telah menetapkan Michael sebagai ter­sangka kasus ini. Michael dite­tapkan sebagai tersangka lantaran disangka memberikan keterangan yang tidak benar dalam sidang terdakwa Bahar dan Pulung Su­karno di Pengadilan Tipikor Ja­karta. Bahar dan Pulung adalah tersangka kasus ini dari Ditjen Pajak. “Ditetapkan tersangka baru, MSG, Direktur Govern­ment Technical Support PT Berca HP,” ujar Adi Toega­ris­man pada Jumat, 13 Juli lalu.

Penetapan tersangka itu ber­dasarkan Surat Perintah Penyi­dikan Nomor 59 tanggal 10 Juli 2012. “Dia menjadi tersangka karena telah memberikan ke­terangan yang tidak benar dalam persidangan perkara atas nama terdakwa Bahar dan Pulung di Pengadilan Tipikor tanggal 19 Juni 2012,” terang Adi.

Seperti diketahui, proyek pe­ngadaan senilai Rp 43,68 miliar di Direktorat Jenderal Pajak Kemen­terian Keuangan ini, pa­da proses pelaksanaannya diduga terjadi perubahan spesifikasi teknis yang tidak sesuai prosedur. Sehingga, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 14 miliar.

Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan lima tersangka, yakni Bahar selaku Ketua Panitia Lelang Pengadaan, Pejabat Pem­buat Komitmen (PPK) Pulung Su­karno, Direktur PT Berca Har­da­yaperkasa (BHp) Liem Wendra Halingkar, bekas Direktur IT Ditjen Pajak Riza Noor Karim, dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ahmad Sjarifudin Alsjah.

Sebelum melakukan penetapan tersangka itu, tim Kejagung meng­geledah empat lokasi yang diduga sebagai tempat penyim­panan data pengadaan tersebut. Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kan­tor Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan di Jakarta Barat, sebuah rumah di Jalan Madrasah, Gandaria, Ja­karta Selatan, dan sebuah rumah di Cinere, Depok, Jawa Barat. Peng­­geledahan tersebut dila­ku­kan pada 3 November 2011.

Dua ru­mah itu, yakni di Jalan Madrasah, Gandaria, Jakarta Selatan dan di Komplek Cinere, De­pok, Jawa Barat adalah milik ter­sangka Bahar.

REKA ULANG

Bawahan Ditahan, Bosnya Cuma Saksi

Lelang pengadaan sistem informasi (Sisinfo) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tahun ang­garan 2006 dimenangi PT Berca Hardaya Perkasa (BHP).

“Tapi, PT Berca menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan pena­war­an PT Berca sendiri,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­risman.

Gara-gara itulah bos PT Berca, Murdaya Poo pernah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Tapi, suami pengusaha Hartati Mur­da­ya itu baru sebatas dimintai ke­te­rang­an sebagai saksi. “Murdaya Poo diperiksa penyidik sebagai saksi. Dia kan pemilik per­usa­haan itu,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.

Sedangkan anak buah Mur­da­ya, yakni dua Direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Liem Wendra Halingkar dan Michael Surya Gu­nawan telah menjadi ter­sangka. Bahkan, keduanya telah ditahan Kejaksaan Agung.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus Arnold Angkouw mengaku, pe­n­yidik tidak berhenti pada ting­kat pelaku rendahan saja. “Kami masih mengusut pelaksana di la­pangan, yakni para pelaku dalam pe­nandatanganaan penga­daan­nya. Apakah mengait ke atasan­nya, ya kita lihat saja nanti,” alas­an dia.

Menurut Adi Toegarisman, kejaksaan tidak segan-segan me­netapkan tersangka baru, bila memang sudah ditemukan bukti kuat dari hasil pengembangan pe­n­yidikan. “Kita kembali pada fakta hukum dalam proses pe­nyidikan, kalau memang fakta hukum dan bukti yang kuat, saya kira siapapun orangnya, penyidik tidak akan ragu menetapkannya sebagai tersangka,” katanya.

Dalam proyek beranggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. Lan­taran itu, para tersangka dike­nakan Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.

Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyim­pang­an pengadaan sistem infor­ma­si perpajakan tersebut. Ang­garan pengadaan ini sekitar Rp 43 miliar. Dugaan penyim­pangan­nya sekitar Rp 12 miliar.

Setelah melakukan pengge­le­dahan di sejumlah lokasi untuk m­engumpulkan barang bukti seperti dokumen, penyidik pi­dana khusus Kejaksaan Agung men­datangkan auditor BPK un­tuk mendalami kasus ini. “Soal­nya, mereka yang menemukan ke­janggalan itu,” kata Arnold.

Penanganan Kasus Mesti Utuh & Tuntas

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan Kejaksaan Agung agar pe­ngusutan kasus ini mesti tuntas dan utuh. “Jangan sampai man­dek dengan alasan proses pem­berkasan yang belum ram­pung,” tandasnya, kemarin.

Dengan melakukan proses penuntutan terhadap para ter­sangka yang sudah ada, kata Tas­lim, akan semakin mem­per­mudah pengusutan keterlibatan pelaku lainnya. Tapi, lanjutnya, Ke­jaksaan Agung tidak boleh me­milih tersangka dari unsur bawahan saja. Atasan pun, jika me­mang buktinya kuat, mesti ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke Pengadilan Tipikor.

“Saya kira, tidak tepat alasan kejaksaan yang statis pada ma­salah pemberkasan. Maka, kita minta Kejaksaan Agung segera melimpahkan semua tersangka ke pengadilan. Ini untuk mem­per­lihatkan bukti kepada ma­syarakat, bahwa kejaksaan serius menuntaskan kasus korupsi yang ditanga­ninya.”

Taslim mengingatkan, sema­kin lama dan berbelit-belit pe­nanganan sebuah perkara korupsi, maka akan menim­bulkan kecurigaan masyarakat. “Kalau lambat akan mem­per­kuat kecurigaan masyarakat, bahwa Kejaksaan Agung tidak se­rius dan berada dalam tekan­an. Apalagi, perusahaan yang diproses dekat dengan elit po­litik,” ujarnya.

Anggota DPR dari Fraksi PAN ini pun mewanti-wanti, pe­ngusutan perkara korupsi ja­ngan sampai dibonsai. “Pem­bon­saian kasus sama dengan melokalisir pelaku,” ujar politisi asal Sumatera Barat ini.

Tentu, lanjut Taslim, kecu­ri­gaan masyarakat bahwa Ke­jagung tak berani menyentuh pe­laku pada level atas karena me­ngendus indikasi unsur-unsur yang tidak fair. “Kecu­riga­an itu wajar, karena lam­batnya proses pengusutan dan perusahaan yang diusut pun kemungkinan dekat dengan elit politik,” ujarnya.

Semua Tersangka Harusnya Sama

Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis PBHI

Anggota Majelis Perhim­pun­an Bantuan Hukum In­do­nesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyampaikan, per­lakuan berbeda-beda Kejaksaan Agung terhadap para tersangka kasus ini, tidak sesuai dengan standar kerja kejaksaan.

Soalnya, masih ada dua ter­sangka yang belum ditahan. Yakni, bekas Direktur IT Ditjen Pajak Riza Noor Karim, dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ah­mad Sjarifudin Alsjah. Mes­ti­nya, penahanan diberlakukan bagi semua tersangka. “Sebab, kalau kejaksaan pada perkara tertentu sudah menetapkan se­seorang menjadi tersangka, berarti mereka sudah memiliki dua alat bukti yang cukup,” ujar Sandi, kemarin.

Ketua Majelis Organisasi Indonesia Public Services Wacth itu mengatakan, dua alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP sudah dapat membuktikan kesalahan ter­sang­ka.”Jadi mestinya kejak­sa­an sudah melakukan penahanan kepada semua tersangka yang ada,” ujarnya.

Dia mengingatkan, dalam Kon­vensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kasus korupsi adalah kejahatan luar biasa dan bisa dikategorikan pelanggaran terhadap HAM.

Sandi mengatakan, penyidik juga mesti menyentuh para pe­jabat teras dan pimpinan per­usa­haan dalam kasus ini. “Sebab, pada setiap kejahatan koor­porasi, baik perusahaan maupun ke­menterian, terutama yang ter­kait dengan uang, patut diduga pimpinan teras di korporasi me­ngetahui,” ujarnya.

Oleh karena itu, perusahaan bersangkutan juga dapat dijerat pasal pembekuan perusahaan. “Hukuman tambahan sesuai Pasal 10 KUHP dengan mem­be­kukan perusahaan yang ber­sang­kutan, patut diper­tim­bangkan bagi perusahaan yang sering menyuap pejabat negara, sesuai dengan teori hukum koor­porasi,” jelasnya.   [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya