Berita

Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto

X-Files

Polisi Selidiki Keterlibatan Orang Perusahaan Angkutan

Dugaan Suap Petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta
SELASA, 24 JULI 2012 | 10:50 WIB

Apa kabar kasus suap terhadap petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta yang dilimpahkan KPK ke Bareskrim Polri, kemudian ditangani Polda Metro Jaya?

Menurut Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, hingga kemarin polisi masih melanjutkan proses pe­meriksaan terhadap para ter­sangka dan para saksi. Selain itu, Polda Metro juga menyelidiki du­gaan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut. Bukan tak mungkin akan ada tersangka baru. “Status kasus ini masih da­lam tahap lidik,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

 Rikwanto membeberkan, pada proses penyelidikan, penyidik mendapatkan keterangan bahwa tindak pidana suap ini telah di­susun sejak lama. Hal itu, me­nurutnya, terungkap dari kete­rang­an tiga saksi yang diperiksa penyidik.

Saksi pertama adalah M Ro­yani. Dia diduga sebagai pe­ran­tara barang milik warga Amerika Serikat (AS). Saksi kedua adalah pemilik barang sekaligus ter­sangka, yakni A, warga AS. Saksi ketiga adalah karyawan PT JK, Iman Rahman. Jadi, lanjut Rikwanto, sudah ada tiga saksi yang diperiksa secara marathon.

Upaya mengorek keterangan tiga saksi tersebut, menurut Rik­wanto, diikuti upaya penyidik men­cocokan dokumen impor barang milik PT TD Wiliamson yang tertahan empat bulan di Ban­dara Soekarno Hatta. Dari kete­rangan tiga saksi itu, polisi me­ne­mukan fakta, awal mula terj­adinya penyuapan dipicu upaya warga AS mengeluarkan ba­rang dengan menggunakan jasa PT JK.

Akan tetapi, Rikwanto me­nolak menyebutkan identitas PT JK secara lengkap. Menurut dia, pihak PT JK diduga aktif meng­hubungi petugas Bea Cukai Ban­dara. Dari intensitas hubungan pihak PT JK dengan tersangka Ke­pala Cargo Bandara Soekarno Hatta, diperoleh kesepakatan untuk mengeluarkan barang.

Oknum Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuang­an, disebut mematok tarif Rp 150 juta. Setelah ditawar, angka terse­but bisa dibayar dalam dua tahap. Data sementara menyebutkan, Rp 80 juta dibayar di muka. Sisanya, Rp 70 juta dibayar stelah semua barang keluar.

Maka, ketika barang telah ke­luar semua, pihak PT JK menye­rahkan uang kekuranganya sebesar Rp 70 juta. Ketika uang itu hendak disampaikan kepada petugas Bea Cukai, tim Komisi Pem­berantasan Korupsi me­nangkap para tersangka.

Ditanya soal kelanjutan proses penyelidikan kasus ini, Rikwanto mengatakan, polisi sudah me­manggil saksi lain, yakni Edy Fir­daus dari PT JK. Rencananya, Edy diperiksa pada hari ini, Se­lasa, 24 Juli. Keterangan Edy diang­gap penting oleh polisi. Soalnya, indikasi keterlibatan perusahaan jasa angkutan itu sudah terlihat. “Edy Firdaus dari PT JK sudah diminta datang untuk diperiksa, besok,” kata Rikwanto, kemarin.

Sedangkan Kepala Terminal Peti Kemas Bandara Soekarno Hatta, Wahono yang merupakan salah seorang tersangka kasus ini, ren­cananya diperiksa paling akhir. “Setelah pemeriksaan sak­si-saksi selesai,” tandasnya.

Menanggapi langkah yang telah dan akan dilakukan Polda Metro Jaya, Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Jo­han Budi Sapto Prabowo me­nyatakan, perkara yang telah dilimpahkan KPK ke kepolisian itu, sepenuhnya sudah menjadi kewenangan kepolisian. “KPK tidak ikut cam­pur tangan. Tapi, kami berharap agar kasus yang ber­asal dari limpahan KPK itu bisa ditangani secara maksimal,” ujarnya.

REKA ULANG

Warga Amerika Disangka Menyuap

KPK menangkap tangan Kepala Terminal Peti Kemas Bandara Soekarno Hatta, Wahono yang diduga menerima uang suap dari seorang warga negara Amerika Serikat, Andrew Scott Malcom pada Rabu petang, 20 Juni lalu.

Andrew diduga memberikan uang kepada Wahono untuk proses pengurusan dokumen barang-barangnya yang tertahan selama empat bulan di Bea Cukai. Kemudian, KPK memutuskan untuk melimpahkan kasus suap itu ke Bareskrim Polri.

Sebelum kasus ini dilimpahkan ke Bareskrim, Kepala Biro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo menyatakan, penyidik mem­pelajari kemungkinan keter­li­batan warga asing lain dalam ka­sus ini. Diduga, tindakan An­drew memberi uang kepada Wa­hono bukan untuk kepentingan pribadi. Tapi, untuk kepentingan  PT TD Williamson mengeluarkan kon­tainer yang tertahan di Ban­dara Soekarno Hatta. Isi kon­tainer berbentuk perabotan kantor. “Kontainer milik PT TD Williamson itu sudah tertahan tujuh bulan,” katanya.

Dikonfirmasi dasar penahanan kontainer ini, Johan tidak me­nyebut apa alasan Bea Cukai secara detil. Kemungkinan, ka­tanya, dilatari tidak lengkapnya dokumen.

Hal itu diamini sumber RM di lingkungan Bea Cukai. Menurut dia, selama ini dokumen impor per­usahaan yang bermarkas di Ci­landak berisi material pipa. Ba­rang-barang itu dikirim untuk ke­p­entingan perusahaan pengelola minyak dan gas di wilayah Nu­santara.

Ketaklengkapan dokumen pa­bean impor tersebut, membuat Bea Cukai menahan perabotan rumah tangga yang tujuh bulan lalu dikirim bersamaan dengan pipa. “Dokumen impor barang­nya tidak sah. Dokumen tak me­nye­but isi kontainer berupa fur­ni­tur. Maka kontainer itu dita­han,” jelasnya.

Untuk kepentingan pengam­bilan barang, Bea Cukai juga sudah meminta PT Williamson me­lengkapi dokumen impor. Tapi kenyataannya, Andrew selaku salah satu pemilik perusahaan tak kunjung melengkapi dokumen. Ironisnya, ia justru nekat meng­ambil barang melalui cara illegal.

Menurut Johan, modus An­drew memberi uang kepada Wa­hono diduga atas iming-iming tersangka Aan. Kepada Andrew, Aan mengaku kenal dekat Wa­hono, Kepala Sub Seksi Kargo Dir­ektorat Jenderal Bea Cukai (Ka­subsi Kargo Ditjen Bea Cu­kai) Bandara Soekarno Hatta. Dia pun menjanjikan dapat meng­urusi masalah penahanan kon­tainer tersebut.

Kepada Andrew, Aan minta uang Rp 150 juta. Uang itu ren­ca­nanya diserahkan kepada Wa­hono untuk melancarkan pe­ngurusan barang. Andrew me­nyang­gupi dengan  syarat, dili­batkan saat penyerahan uang.

Singkat cerita, pimpinan KPK akhirnya memutuskan, berkas per­kara penangkapan petugas Bea Cukai itu dilimpahkan ke Ba­reskrim Polri. “KPK memu­tus­kan untuk menyerahkan kasus ini ke kepolisian,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya.

Bambang mengatakan, KPK melimpahkan kasus itu karena tidak ada unsur penyelenggara negara dari Kasubsi Kargo Ban­dara Wahono. “Sulit ditemukan unsur penyelenggara negara da­lam kasus Bea Cukai itu,” papar Bambang.

Sebelumnya, Bambang me­nga­­takan, merujuk Undang Un­dang No­mor 30 tahun 2002, KPK ke­mungkinan akan melimpahkan pengusutan kasus ini ke ke­po­lisian atau kejaksaan. Pasal­nya, sesuai ke­tentuan UU tersebut, KPK ha­nya bisa menangani kasus pidana korupsi yang meli­batkan pen­ye­lenggara negara dan meng­aki­batkan kerugian negara minimal Rp 1 milliar. “Keputusan menye­r­ah­kan pengusutan perkara akan ditentukan dalam pleno,” katanya.

Menurut Bambang, peluang KPK menindaklanjuti kasus ini tipis. Sekalipun begitu, bekas pen­tolan Yayasan Lembaga Ban­tuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini tidak mempersoalkan siapa lembaga penegak hukum yang akan menangani perkara ini. Yang pa­ling penting, penanganannya optimal.

Pintu Untuk Masuk Ke Kasus Sejenis

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir meminta ka­sus dugaan suap kepada petugas Ditjen Bea Cukai Kementerian Ke­uangan ini, diselesaikan se­cara cermat. Bukan tidak mung­kin, kasus tersebut menjadi pintu masuk untuk menyingkap kasus sejenis lainnya.

“Dugaan adanya praktik-praktik penyuapan dan penyalahgunaan jabatan di Bea Cukai selama ini santer ter­dengar,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, ke­ma­rin. Lantaran itu, Nu­dirman me­minta agar seluruh kom­ponen penegak hukum di Tanah Air hendaknya cermat dalam me­nyikapi semua dugaan penyim­pangan.

Ditjen Bea Cukai, kata dia, mempunyai peran dominan dalam tata kelola barang. Khu­susnya terkait eksor dan impor. Dengan begitu, Bea Cukai se­bagai tonggak pengelola devisa atas keluar masuknya barang menjadi tumpuan bagi negara. Persoalannya, jika tata kelola eks­­por impor ini disa­lah­gu­nakan, kerugian akan ber­dampak pada banyak lini.

“Unsur penyuapan itu hanya bagian kecil dari rangkaian pro­ses yang ada. Tapi kalau di­biarkan, ini bisa berdampak sistemik. Negara akan rugi, atau bisa juga bangkrut,” tandasnya.

Maka dari itu, dia meng­ingat­kan, kasus yang dilim­pahkan KPK ke kepolisian ini mesti diusut secara cermat. Gunanya, selain membongkar siapa saja yang terlibat, juga diharapkan mampu membongkar modus penyuapan lainnya.

Nudirman menambahkan, pengusutan kasus penyuapan yang melibatkan warga asing itu hendaknya dilakukan secara cepat. Tidak ada alasan bagi penyidik kepolisian untuk me­ngulur-ulur waktu peng­usut­an kasus tersebut.

Diingatkan pula, kepolisian tidak boleh sungkan memeroses warga negara asing yang di­sangka terlibat kasus ini. “Jangan biarkan hukum kita diacak-acak orang asing. Jika itu terjadi, ini tentu sangat me­nyakitkan.”

Sangat Berharap Tidak Ada Toleransi Lagi

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi In­donesia (MAKI) Boyamin Sai­man meminta Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan segera memecat oknum Ditjen Bea Cukai yang tertangkap tangan menerima suap.

Dia mengingatkan agar tidak ada lagi toleransi kepada ok­num yang jelas-jelas melanggar aturan, baik administrasi mau­pun hukum. “Persoalan ini su­dah jelas. Dia tertangkap tan­gan. Jadi, jangan lagi ada tole­ransi-toleransi,” katanya, ke­marin.

Lambannya proses pemecat­an kepada oknum yang me­lang­gar hukum, menurutnya, dapat menimbulkan penilaian negatif ter­hadap institusi. Padahal se­jauh ini, Direktorat Jenderal Bea Cukai sudah cukup getol untuk memperbaiki kinerjanya. “Jadi, jangan sampai penin­dak­an yang lamban berdampak sig­nifikan terhadap rusaknya in­stitusi secara keseluruhan. Kita tentu tidak mau hal itu terjadi,” ucapnya.

Lantaran itu, dia meminta agar sanksi terhadap oknum Dit­jen Bea Cukai tersebut di­sampaikan secara transparan ke­pada masyarakat. Selebihnya, Boyamin juga menyarankan agar intensitas pengawasan di ling­kungan Bea Cukai di­tingkatkan. Untuk kepentingan ini, tidak ada salahnya bila Dit­jen Bea Cukai menggandeng institusi lain.

Dia mengharapkan, pengu­sut­an kasus ini juga mem­be­rikan dampak positif bagi in­ternal Bea Cukai. Minimal, dapat lebih berhati-hati dalam men­jalankan tugas serta mem­berikan efek jera. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya