Berita

PT Chevron Pasific Indonesia (CPI)

X-Files

Kasus Chevron Mau Dikirim Ke Bagian Penuntutan

Uji Laboratorium Diklaim Sudah Rampung
MINGGU, 22 JULI 2012 | 09:02 WIB

.Pengusutan kasus korupsi proyek fiktif pemulihan lahan eksplorasi dan eksploitasi dengan bioremediasi oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Kejaksaan Agung segera masuk ke tahap I penuntutan.

Pengujian tanah sampel da­lam uji laboratorium sudah ram­pung. Hasil pengujian ini, men­jadi pelengkap yang memperkuat penyusunan berkas dan pe­nun­tutan dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 200 miliar itu.

Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arnold Ang­kouw, pengujian sampel utama, yakni Total Petrolium Hidro­car­bon (TPH) sudah selesai. Ha­sil­nya positif. Selanjutnya, hasil itu akan dimasukkan ke Berita Acara Pemeriksaan (BAP). “Lalu, em­pat ahli kami, keterangannya juga di-BAP untuk pemberkasan,” ujarnya di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.

Selanjutnya, kata Arnold, tim penyidik akan melakukan gelar perkara terkait kasus ini. “Semua se­gera naik ke penuntutan. Kami tengah mem-BAP para tenaga ahli terkait hasil uji laboratorium sampel Tph. Selanjutnya, gelar perkara di hadapan pimpinan kejaksaaan,” jelasnya.

Menurutnya, sesuai dengan ke­tentuan perundangan, bila eks­pose selesai dan dinilai sudah mencukupi pemberkasan, maka akan dilimpahkan tahap pertama ke Bagian Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

Dia menjelaskan, uji labora­to­rium terhadap sampel Tph sudah tuntas dilakukan, dengan alat yang didatangkan dari Singapura oleh tenaga ahli Kejagung, me­nyu­sul dua sampel lainnya yang diuji di Pusarpedal, Serpong, yak­ni sampel Ph dan Tcp.

Pengujian ini sebagai bagian dari pengumpulan bukti materil untuk enam tersangka perkara bio­remediasi, setelah bukti-bukti formil mencukupi. “Pe­ngum­pu­lan bukti ini untuk enam ter­sang­ka, dan satu tersangka lain Ale­xiat Tirtajaya masih di AS me­ne­mani suaminya yang sakit.”

Dua tersangka lain dalam per­kara ini berasal dari pihak ker­ja­sama operasi (KSO), yakni Her­lan (Dirut PT Sumigita Jaya) dan Ricksy Prematuri (PT Green Pla­net Indonesia). Lima tersangka dari CPI, yakni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh dan Bachtiar Ab­dul Fatah. Alexiat masih berada di Amerika Serikat.

Kasus ini berawal dari proyek pemulihan lahan bekas eksplorasi di Duri, Riau sejak 2003-2011. Pro­yek senilai 270 juta dolar AS itu diduga fiktif. Apalagi, sampel Tph tidak bisa diuji oleh Ke­men­terian Lingkungan Hidup, karena tiada alat laboratorium.

Namun demikian, kementerian tetap memberikan rekomendasi ke­pada BP Migas untuk mem­ba­yar atas proyek bioremediasi yang dikerjakan CPI dan dua KSO-nya. Akibatnya negara diduga dirugi­kan sekitar Rp 200 miliar.

Di tempat yang sama, Jaksa Agung Basrief Arief me­nyam­paikan, prediksi awal pengujian laboratorium sampel tanah proyek bioremediasi itu adalah 14 hari. Pengujian itu, lanjut Basrief, diperlukan untuk mengecek apa­kah benar dilakukan pemulihan dengan bioremediasi.

“Memang awalnya saya kira bisa selesai dalam waktu dua ming­­gu, ternyata ada tahapan-ta­hapan yang perlu dilakukan, dan itu ahli kita yang tahu,” ujarnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nir­wanto menyampaikan, kasus bioremediasi fiktif itu masih da­lam tahap penyidikan. “Sekarang kita masih me­nunggu hasil final labo­rato­rium­nya, terkait sampel tanah, dan itu ditangani langsung oleh ahli,” ucapnya.

Kebutuhan memeriksa dan mem-BAP empat orang ahli bioremediasi Kejaksaan Agung, lanjut Andhi, juga diperlukan un­tuk memastikan jumlah kerugian negara yang diakibatkan proyek fiktif bioremediasi itu.

“Mereka diperiksa terkait ke­ahliannya. Ini penting karena berhubungan dengan perhitungan kerugian kerugian negara. Kalau nanti tidak ada bioremediasi, maka fiktif. Maka kerugian ne­gara menjadi total lost,” ujar Andhi.

Reka Ulang

Menunggu Angka Kerugian Negara Dari BPKP

Meski sudah menaksir keru­gian negara dalam kasus ini seki­tar Rp 200 miliar, Kejaksaan Agung te­tap menunggu hasil au­dit final dari Badan Pengawa­san Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kami bersama-sama BPKP mendalami kerugian ne­gara,” ujar Jaksa Agung Muda Pi­dana Khusus Andhi Nirwanto.

Ditemui di Kejaksaan Agung, Kepala Badan Pengawasan Ke­uangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo men­jela­s­kan, pihak­nya sedang me­ngejar pe­nye­le­sai­an perhitungan ke­ru­gian negara dalam kasus proyek fiktif bio­re­mediasi PT CPI itu.

“Kami se­dang upayakan, dan ini kan ti­dak mu­dah. Ada bebe­rapa lapis audit dan perhitungan yang harus dilakukan. Kalau su­dah selesai, segera kami samp­ai­kan ke penyidik, jadi sabar saja ya,” ujar Mardiasmo.

Mengenai dugaan keterkaitan pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan BP Migas da­lam kasus ini, Andhi Nirwanto me­nyampaikan, pihaknya masih melakukan penyelidikan. “Yang kita sidik sekarang ini adalah si­fatnya pengadaan barang dan jasa yang dilakukan Chevron dengan rekanannya dari swasta. Akibat­nya diduga ada kerugian negara,” ujar Andhi.

Dia menjelaskan, pada proses­nya nanti tidak tertutup ke­mung­kinan akan ada tersangka baru, baik dari pihak Kementerian Lingku­ngan Hidup (KLH), BP Migas, PT CPI. “Nanti lihat hasil eva­luasi pe­nyidikan, jadi penyi­dik biar selesai dulu penuntutan, nanti ada evaluasi terus. Nanti sampai di persidangan pun tetap kita awasi. Apa yang terkuak di persidangan itu, akan dikaji lagi dan dikaitkan dengan fakta-fakta penyidik,” ujarnya.

Terkait seorang tersangka yak­ni Alexiat Tirtawijaya yang masih berada di Amerika Serikat, Andhi Nirwanto menyampaikan, pihak­nya pun tidak tinggal diam.

“Tim penyidik masih aktif untuk koordinasi. Dia berjanji kalau suaminya sudah sembuh, dia akan datang, pokoknya ber­tahap. Jadi, kita jangan jangkau yang susah-susah dulu, kita yang mudah-mudah dulu,” ujarnya.

Berkas para tersangka pun, kata dia, dibuat secara terpisah. Hal itu untuk memudahkan jenis tanggungjawab yang akan dibe­ban­kan dan hukuman pada ma­sing-masing tersangka.

“Ber­kas­nya sendiri-sendiri, bukan se­ka­li­gus tujuh, tiga atau empat. Ka­rena waktunya dan rekanannya beda-beda, kemudian dari pihak CPI-nya juga tang­gungjawabnya berbeda-beda,” ujar Andhi.

Jika Bisa Diperlambat Untuk Apa Dipercepat

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah mengingat­kan, penyelesaian kasus Chev­ron jangan dibuat lama, bila memang sudah cukup bukti, maka segera dilimpahkan ke pengadilan.

“Penyakit birokrasi In­do­ne­sia berupa perilaku ‘jika bisa di­perlambat untuk apa dipercepat’ tampaknya juga berlaku dalam pengusutan kasus Chevron ini. Kejaksaan Agung sebagai ins­titusi penegak hukum yang juga bagian dari birokrasi, tampak memperlambat penuntasan pe­nyidikan kasus tersebut,” ujar Achmad Basarah.

Tugas penyidik yang sedang melakukan uji laboratorium, kata politisi PDIP itu, seha­rus­nya dapat dirampungkan dalam waktu dua minggu. “Sudah le­wat waktu malah belum ram­pung,” ucapnya.

Di sisi lain, lanjut Basarah, belum dikembangkannya ter­sangka kasus ini dari pihak Ke­menterian Lingkungan Hidup dan BP Migas menjadi ke­ane­han tersendiri.

“Karena tidak mungkin pe­laku kasus ini hanya dari pihak swasta. Ada dugaan perbuatan tersebut melibatkan pihak lain, terutama pihak penyelenggara negara seperti KLH dan BP Mi­gas,” jelas dia.

Sekali lagi, tegas dia, pe­na­nga­nan kasus ini adalah ujian bagi Kejaksaan Agung. Ke­tidakpercayaan negara terhadap kejaksaan untuk melaksanakan penegakan hukum di bidang korupsi sejak tahun 2002 de­ngan dihadirkannya KPK, seha­rusnya menjadi tantangan bagi Kejagung untuk merehabilitasi ketakpercayaan itu.

“Karena itu, sebaiknya ke­jak­saan jangan lagi setengah hati, apalagi berusaha bermain api dalam menjalankan tugas pe­ne­ga­kan hukum di bidang korupsi. Ini termasuk dalam menangani du­gaan korupsi di lingkungan BP Migas dan KLH dalam kasus Chevron,” ujar Basarah.

Semua Yang Terlibat Mesti Diganjar Hukuman

Sandi Ebeneser Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI

Anggota Majelis Pertim­ba­ngan Perhimpunan Bantuan Hu­kum Indonesia (PBHI) San­di Ebeneser Situngkir me­nyam­paikan, setiap orang atau pihak yang terlibat dalam kasus pro­yek fiktif bioremediasi PT Chev­ron Pasific Indonesia (CPI) harus diganjar hukuman yang setimpal. “Sepanjang itu terkait kerugian negara, pelaku­nya ha­rus diadili,” ujarnya.

Ketua Majelis Organisasi In­donesia Public Services Wacth ini mengingatkan, walaupun pe­rusahaan itu adalah milik asing, seperti Amerika Serikat, bukan berarti tidak diproses hu­kum. Malah, kata dia, pihak Amerika mestinya geram dan menindak tegas perusahaan dari negaranya yang bermasalah hukum di Indonesia.

“Ini perusahaan swasta milik Amerika. Azas hukum tidak memandang kewar­ga­ne­ga­ra­an­nya dari mana, tapi per­bua­tan­nya. Seharusnya kejaksaan le­bih tegas kepada WNA supaya negara lain tidak menganggap re­meh hukum Indonesia.”

Dia mendorong penyidik segera menangkap para pelaku yang terlibat. “Kalau fiktif ber­arti itu pidana, kejaksaan harus secepatnya melakukan pen­ang­kapan terhadap para pelaku,” ujar Sandi.

Menurut KUHAP, lanjut dia, jika penyidik sudah memiliki dua alat bukti yang cukup, se­ha­rusnya semua pelaku di­proses. “Dalam perkara korupsi, jangan melihat pejabat BP Mi­gas dan KLH dapat uang atau tidak. Tapi lihat juga, apakah ke­bijakannya merugikan negara atau tidak,” ujar Sandi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya