Berita

Marwan Effendy

X-Files

Enam Jaksa Diperiksa Tim Kejaksaan Agung

Setelah Jamwas Dituduh Ngambil Duit Terpidana
JUMAT, 20 JULI 2012 | 10:47 WIB

RMOL. Gara-gara Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy dituding mengemplang duit terpidana kasus pembobolan BRI, enam jaksa diperiksa Tim Kejaksaan Agung.  

Para jaksa yang menjalani pemeriksaan itu adalah bekas Ke­pala Seksi (Kasi) Penyidikan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) I Made Suarna­wan, Kasi Pidana Khusus (Pid­sus) Kejari Jakpus Desy Meutia Firdaus, bekas Kasi Pidsus Kejari Jakpus Hutama Wisnu, penyidik Ta­tang Sutarna, bekas Kepala Ke­jaksaan Negeri Jakarta Pusat Salman Maryadi dan bekas Kasi Penuntutan Kejari Jakpus Syaiful Tahir. “Mereka semua diperiksa, dimintai keterangan,” ujar Ketua Tim Kejagung Darmono.

Menurut Wakil Jaksa Agung ini, Tim Kejagung juga telah me­manggil dan memeriksa Fajriska Mirza alias Boy, pengacara ter­pidana kasus pembobolan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2003. “Juga pihak-pihak ter­kait seperti BRI,” ujar Dar­mono di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.

Saat dikonfirmasi, Kasi Pidsus Kejari Jakpus Desy Meutia Fir­daus membenarkan pemerik­saan tersebut. Tapi, dia mengklaim, ek­sekusi barang sitaan yang me­ru­pakan aset terpidana pem­bo­bo­lan Bank BRI Hartono Tjahja­djaja dan Yudi Kartolo sesuai me­ka­nisme dan tidak ada pe­nyimpangan. “Sudah sesuai pro­sedur,” akunya.

Menurut Desy, saat kasus itu bergulir dan ketika proses ekse­kusi, pihak BRI meminta Ke­jak­saan Tinggi DKI Jakarta mem­buka rekening khusus di BRI untuk menampung penyitaan aset para terpidana. “Uang itu dikum­pulkan di rekening tersebut,” ujarnya.

Sebagai pelaksana eksekusi, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat kemudian membuka rekening di Bank BRI untuk penampungan. “Jadi, tidak ada rekening penam­pungan kejaksaan. Itu milik BRI sendiri. BRI yang meminta agar kejaksaan melakukan eksekusi ke situ,” katanya.

Usai eksekusi, lanjut Desy, uang tersebut langsung diserah­kan ke pihak BRI. “Bisa dikros cek ke pihak BRI,” ujarnya. Pada waktu proses eksekusi itu, sam­bungnya, terpidana malah kabur alias buron. “Sekarang malah dia ribut,” tandas Desy.

Akan tetapi, menurut Fajriska, kliennya tidak kabur atau buron. “Hartono tidak pernah dinya­ta­kan buron, dia menjadi tahanan kota setelah diputus di Penga­di­lan Tinggi DKI,” belanya.

Dugaan pembobolan duit ter­pidana ini, awalnya muncul di twitter dengan alamat fajriska (http:/twitter.com/fajriska) pada 7 Juni 2012. Isinya tentang Jaksa Agung Muda berinisial ME telah menyita uang para tersangka pembobolan BRI lebih dari Rp 500 miliar. Padahal, kasus pembobolan BRI itu hanya Rp 180,55 miliar.

Uang yang disita ME, yang saat itu menjabat Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, me­nurut tulisan di twitter itu, ber­asal dari Richard Latif sebesar Rp 53 miliar dan dari tersangka Hartono Rp 260 miliar. Semua uang itu, bersama milik nasabah lain yang disita, jumlahnya lebih dari Rp 500 miliar.

Menurut tulisan itu, duit ter­sebut disimpan di reke­ning pe­nampungan atas nama Aspidsus Kejati DKI Jakarta di BRI dengan nomor Rekening 0361.01000375994. Marwan me­rasa difitnah Fajriska melalui tuli­san itu, kendati Fajriska mengaku itu bukan twitternya.

Marwan pun menyatakan, ke­napa hanya dirinya yang difitnah Fajriska. Soalnya, bukan hanya dia yang menangani kasus pem­bobolan BRI itu. “Saya hanya di­perintah untuk melakukan pem­blokiran rekening dan rencana eksekusi. Selanjutnya, karena saya dipindahtugaskan, ya dita­ngani pengganti saya. Tampak tendensius sekali orang ini, ha­nya mencemarkan nama baik saya,” katanya.

Lantaran itu, Tim Kejaksaan Agung juga memeriksa jaksa-jak­sa yang pernah menangani ka­sus tersebut, selain mengorek ke­te­ra­ngan Marwan. Wakil Jaksa Agung Darmono mengakui, rang­kaian penyitaan barang bukti itu tidak dilakukan Marwan sen­dirian. “Intinya, penyitaan barang bukti waktu itu dilakukan tim. Kami juga telusuri pelaksanaan sidang dan putusannya. Artinya, tim ter­kait juga akan diperiksa,” katanya.

Namun, Darmono mengaku be­lum bisa menyatakan, apa lang­kah Kejagung selanjutnya. Soalnya, Tim Kejaksaan Agung belum sampai pada kesimpulan. “Tergantung seperti apa hasil pe­meriksaan itu. Nanti akan kami sampaikan,” ujarnya.

REKA ULANG

Belum Diselidiki Pasukan Abraham

Pengacara terpidana kasus BRI, Fajriska Mirza alias Boy melaporkan dugaan pembobolan uang kliennya ke Komisi Pem­berantasan Korupsi pada 29 Juni lalu.   Menurut Ketua KPK Abra­ham Samad, jajarannya belum me­lakukan penyelidikan me­nge­nai laporan tersebut. “Sementara ini masih dalam tahap pe­ngum­pulan data dan informasi,” ka­ta­nya kepada Rakyat Merdeka me­lalui pesan singkat.

Fajriska berharap, Komisi Pem­berantasan Korupsi segera me­nindaklanjuti laporannya ter­sebut. “Kami meminta KPK agar le­bih cepat dan tegas mengusut mo­dus operandi kasus ini,” ujarnya.

Jaksa Agung Muda Pe­nga­wa­san Marwan Effendy menye­rah­kan sepenuhnya penanganan ka­sus itu ke KPK, Polri dan Ke­jak­saan Agung. Memang, kasus ini bergulir ke tiga institusi tersebut. Soalnya, Fajriska melaporkan Mar­wan ke KPK. Sedangkan Mar­wan melaporkan Fajriska ke Bareskrim Polri terkait pen­ce­maran nama baik melalui twitter. Kemudian, Kejaksaan Agung menanganinya dari sisi internal.  

“Masalah ini sudah saya se­rahkan ke Mabes Polri, dan sudah ditangani penyidik.  Untuk je­las­nya nanti, biar penyidik yang mem­buktikan, apakah saya yang berbohong atau dia. Nanti kalau sudah di pengadilan, barulah jelas siapa yang benar,” ujar bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Menurut Marwan, pihaknya su­dah menyerahkan data yang di­perlukan kepada penyidik. “Sak­si-saksi jaksa yang menyidik, jak­sa penuntut umum dan yang me­ng­eksekusi akan dimintai ke­terangan, begitu juga pihak BRI,” ujarnya

Sementara itu, Ketua Tim Ke­jak­saan Agung Darmono me­nga­ku akan memproses masalah ini secara objektif, kendati Marwan adalah Jaksa Agung Muda Pe­nga­wasan. “Kami berupaya obyek­tif,” kata Wakil Jaksa Agung ini.

Darmono menambahkan, pi­hak-pihak yang diduga terkait per­soalan ini sudah diperiksa sebagian. “Termasuk Fajriska dan Marwan. Tapi, ini masih proses, sehingga tim belum sampai pada kesimpulan. Saya pun belum te­rima laporan dari Jamintel dan Jampidsus,” ujarnya.

Fajriska mengakui telah di­perik­sa tim yang dibentuk Jaksa Agung tersebut. Jaksa yang me­meriksanya berinisial JK dan AA. Menurut Fajriska, penyidik me­nemukan kejanggalan terkait pe­nyitaan barang bukti itu. “Me­nu­rut beliau, ditemukan beberapa ke­janggalan dalam daftar barang bukti antara berkas penyidikan dan berkas penuntutan. Banyak juga penyitaan tidak disertai be­rita acara penyitaan. Tapi, itu ma­sih perlu pendalaman ke saksi-sak­si lain,” bebernya.

Berharap Hasilnya Terang Benderang Bagi Masyarakat

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta KPK, Polri dan Kejaksaan Agung secara serius menangani kasus ini, sehingga masyarakat bisa memahami duduk persoa­lannya terang benderang.  

“Kejaksaan Agung sedang melakukan penyelidikan inter­nal mengenai kasus ini. Maka, kita tunggu saja hasil in­ves­ti­gasi internal mereka itu,” ujar anggota Dewan dari Fraksi PDI Perjuangan ini, kemarin.

Akan tetapi, Eva mengi­ngat­kan Kejaksaan Agung agar pro­ses internal tersebut jangan di­manipulasi. “Pada saat ber­sa­maan, pihak yang merasa di­ru­gikan bisa saja melaporkan ka­sus ini kepada KPK atau Komisi Kejaksaan untuk meminimalisir kemungkinan konflik kepen­ti­ngan di Kejagung,” ujarnya.

Semua proses, lanjut dia, ha­rus berbasis fakta dan bukti-buk­ti yang sudah terverifikasi. “Hasil investigasi yang sesegera mungkin akan menghentikan segala tuduhan atau spekulasi yang tidak kondusif, bukan ha­nya bagi pribadi Jamwas, tapi bagi lembaganya juga,” ucapnya.

Dia berharap, persoalan ini bisa selesai dengan baik, sesuai mekanisme dan proses hukum yang adil. “Harapan saya, debat soal ini segera diakhiri dengan cara dituntaskan secara hu­kum,” kata Eva.

Ketua Tim Kejaksaan Agung Darmono mengaku akan mem­proses masalah ini secara ob­jektif, kendati Marwan adalah Jaksa Agung Muda Penga­wa­san. “Kami berupaya obyektif,” kata Wakil Jaksa Agung ini.

Darmono menambahkan, pihak-pihak yang diduga terkait persoalan ini sudah diperiksa sebagian. “Termasuk Fajriska dan Marwan. Tapi, ini masih proses, sehingga tim belum sam­pai pada kesimpulan,” ujarnya.

Kembalikan Ke Negara Bukan Ke Terpidana

Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta

Ketua Perhimpunan Ban­tuan Hukum Indonesia (PBHI) Ja­karta Poltak Agustinus Si­naga mendesak agar kasus ini diusut tuntas.

Melalui upaya pem­be­ran­ta­san korupsi, maka siapa pun yang melakukan pelanggaran, hen­daknya diberikan sanksi setim­pal bila terbukti bersalah. “Yang terbukti bersalah, tentu harus ber­tanggung jawab,” ujarnya.

Poltak menyampaikan, bila aparat penegak hukumannya yang bersalah, maka wajib di­be­ri­kan sanksi yang lebih berat. “Hukum seberat-berat­nya, dan harus lebih berat dari terpidana kasus apa pun karena statusnya aparat penegak hu­kum,” kata dia.

Menurutnya, langkah bagus kejaksaan mengeksekusi aset terpidana kasus pembobolan Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun 2003, semestinya tidak dirusak pihak-pihak yang se­mestinya mengerti dan patuh ke­pada hukum. “Itu yang men­jadi satu dari banyaknya ma­sa­lah, kenapa korupsi hampir ti­dak bisa dihapuskan,” tandasnya.

Kemudian, bila pengacara menuntut Kejaksaan Agung mengembalikan aset terpidana karena ada dugaan permainan, maka itu pun perlu dibuktikan. “Perlu diperjelas juga, walau­pun pengacara adalah profesi yang tak bisa disalaahkan saat melakukan bantuan hukum ke­pada klien, tapi lebih bijak jika si pengacara meminta agar Ke­jagung mengembalikan aset ter­pidana ke negara tanpa dikentit siapa pun. Jangan di­kembalikan ke terpidana dong,” urainya.

Soalnya, lanjut Poltak, mem­benahi kondisi negara korup ini harus gotong royong. “Ingat, ba­nyaknya orang miskin, ting­gi­nya angka kriminal, ba­nyak­nya persoalan, itu tidak lepas dari ulah koruptor dan le­mah­nya aparat penegak hukum,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya