ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Mahkamah Agung sudah memprediksi pemecatan terhadap hakim Putu Suika. Soalnya, sebelum dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), hakim Pengadilan Negeri Denpasar ini sudah sering mendapat peringatan keras.
Juru Bicara MA Djoko SarÂwoko mengatakan, pelanggaran kode etik dan profesi hakim diÂduÂga sudah sering dilakukan Putu. Djoko yang pernah jadi ataÂsan Putu, mengisahkan, ketika menjabat Ketua Pengadilan TingÂgi Jawa Tengah, dia sering meneÂrima laporan mengenai Putu.
“Saat itu, Putu menjabat sebaÂgai Wakil Ketua PN Pati, Jawa Tengah. Ya hitungannya, dia baÂwaÂhan saya,†ujarnya. Saat itu, banyak sekali laporan masyarakat yang masuk meja Djoko.
Umumnya, kata Djoko, lapoÂran-laporan itu menyoal tentang perilaku Putu. Dari mulai, peÂlangÂgaran kecil seperti tidak terÂtib administrasi, bertemu dengan piÂhak beperkara, main judi, meÂneÂrima uang dari pihak berÂperÂkara, sampai urusan perempuan, sempat ditangani Djoko. “Sejak dulu memang dia nakal,†tuturnya.
Laporan-laporan tersebut, tamÂbahnya, mendapat penanganan secara proporsional. Pihak pelaÂpor, dipanggil untuk dimintai keteraÂngan. Demikian pula Putu, dimintai klarifikasi. Pada kurun waktu terÂseÂbut, penindakan seÂmaÂcam peÂringaÂtan dan sanksi teÂguran sudah sering dijatuhkan kepada Putu.
Tapi herannya, Djoko bilang, Putu tidak kapok-kapok. Setiap kali dijatuhi sanksi, tak lama keÂmudian, dia sudah berulah alias mengulangi perbuatannya. TerÂakhir, Djoko merasa jengah juga. Soalnya, laporan justru datang dari istri Putu sendiri. “Istrinya perÂnah datang menemui saya. MeÂlaporkan tentang perseÂlingÂkuÂhan suaminya,†ucap dia.
Laporan itu direspon oleh DjoÂko. Untuk membina hakim ini, DjoÂko pun memutuskan untuk meÂmuÂtasi Putu ke Palangkaraya. Mutasi ke wiÂlaÂyah Kalimantan tersebut, meÂnurutnya, ditujukan agar Putu tidak bertemu peremÂpuan yang jadi seÂlingÂkuhannya. Hal itu juga dilakuÂkan agar keÂutuÂhan rumah tangga hakim ini, terjaga alias harmonis.
Ditanya, kenapa memilih untuk memutasi Putu ke Palangkaraya alias tidak melaporkan polah anak buahnya ke MA, Djoko meÂngataÂkan bahwa situasi saat itu belum seperti sekarang. “PeÂlakÂsaÂnaan peÂngawasan hakim masih lemah. Belum seperti sekarang. Saya seÂbagai atasannya sudah berusaha melakukan pembinaan. Mutasi ke Kalimantan sudah masuk kategori hukuman berat,†jelasnya.
Dari Palangkaraya, Putu diÂmuÂtasi ke Mataram. Menurut Djoko, mutasi ke Mataram juga dipicu sejumlah dugaan pelanggaran etiÂka dan profesi hakim. Tak lama tugas di Mataram, Putu kembali diÂgeser. Ia lebih banyak mengÂhaÂbiskan kariernya sebagai hakim di daerah asalnya. Sebagai hakim di PN Ketapang, PN Klungkung, dan PN Denpasar.
Lebih jauh, Djoko meÂnyangÂsiÂkan keterangan Putu yang meÂnyebut tindakannya menemui dan karaoke bersama pihak berÂperkara diketahui atasannya. SoalÂnya, pada pemeriksaan di lingÂkungan pengawasan hakim MA, Putu tidak pernah menyeÂbutÂkan adaÂnya keterlibatan atasanÂnya daÂlam kasus yang membelitnya.
“Makanya, MKH langsung meÂmutuskan sanksi pemecatan pada Putu,†tandasnya. Putusan peÂmeÂcatan ini, sambungnya, diÂdasari juga pada hasil pemeÂrikÂsaan Putu yang dilakukan Hakim Agung BiÂdang Pengawasan MA. “Menurut peÂmeriksaan, dia tidak pernah mengatakan bahwa itu karena intervensi atasan, dalam hal ini Ketua PN.â€
Yang pasti, pasca putusan siÂdang MKH berisi pemecatan itu, MA sudah meminta Ketua PN DenÂpasar untuk mencopot posisi Putu berikut semua fasilitas yang diperoleh hakim ini. Lalu menÂjawab pertanyaan, sejauhmana pelaksanaan putusan MKH diÂlaksanakan PN Denpasar, Djoko menjawab, pihaknya masih perlu mengecek hal tersebut.
Sekadar mengingatkan, sesuai Undang Undang Komisi Yudisial, MKH digawangi tujuh orang, yang terdiri dari empat unsur KY dan tiga unsur MA. Empat unsur KY itu adalah Suparman Marzuki (Ketua MKH), Jaja Ahmad Jayus, Taufiqurahman Syahuri dan Ibrahim. Sedangkan unsur MA yakÂni I Made Tara, Imam SoeÂbechi dan Zaharuddin Utama.
Reka Ulang
Sang Atasan Juga Sebagai Terlapor
Setelah menjatuhkan sanksi berat kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Putu Suika dan hakim PN Sleman Anton Budi Santoso, Komisi Yudisial meÂrekomendasikan agar MahÂkaÂmah Agung mengagendakan siÂdang Majelis Kehormatan Hakim untuk Ketua PN Denpasar.
Menurut Ketua Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) SuÂparman Marzuki, MKH sudah meÂrekomendasikan pemeriksaan terÂhadap atasan Putu itu. Dia mengÂinÂformasikan, posisi atasan Putu daÂlam kasus ini juga sebagai terlapor.
Untuk keperluan menggelar siÂdang MKH lanjutan, Komisi YuÂdisial (KY) sudah meminta keÂteÂrangan yang bersangkutan. “KY sudah mengklarifikasi dan mereÂkoÂmendasikan sidang MKH lanÂjutan untuk Ketua PN Denpasar. Dalam perkara ini ada dua perÂkara, Ketua PN juga dilaporkan,†terangnya.
Tapi, Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko mengaku beÂÂlum tahu kapan sidang MKH terÂhadap bekas atasan Putu digeÂlar MA. “Nanti saya cek dulu,†kataÂnya. Dia menambahkan, upaÂya memÂperoleh keterangan dari bekas atasan Putu perlu dilakukan seceÂpatnya. Hal itu penting agar keÂterangan Putu bisa diperÂtangÂgungÂjawabkan.
Tapi sebelum rekomendasi KY itu terlaksana, menurut Suparman Marzuki, yang paling penting seÂkaÂrang adalah realisasi atas rekoÂmendasi sanksi berat pada hakim Putu Suika dan Anton Budi SanÂtoso sudah mendapat respon posiÂtif dari MA.
Dari situ, dia berÂhaÂrap, penaÂnganan kasus-kasus haÂkim nakal ke depan lebih diiÂnÂtenÂsifÂÂÂkan. SeÂlain itu, dia berharap, efek pemÂberian sanksi oleh MKH dijaÂdiÂkan masukkan dan peÂdoÂman haÂÂkim dalam menjalankan profesinya.
Dalam putusannya, MKH meÂnyatakan, Putu terbukti bersalah. Dia divonis dipecat dari jabatan haÂkim secara tidak hormat. MeÂnurut Majelis, Putu melanggar kode etik hakim karena berÂkoÂmunikasi dengan pihak berÂperÂkara di luar sidang, berperilaku tidak jujur, menerima hibah dan haÂdiah dari pihak berperkara.
Suparman menyebut, perteÂmuan dengan pihak berperkara tak hanya dilakukan di ruang kerja atau kantor. Pertemuan juga berlanjut sampai tempat hiburan karaoke. “Sempat karaoke tiga kali dengan pihak berperkara,†tegasnya.
Tapi, Putu meminta MKH juga meÂnyidangkan bekas atasannya, Ketua PN Denpasar. Sebab, meÂnuÂrut Putu, tindakannya sepengeÂtaÂhuÂan serta atas perintah atasanÂnya. Putu menambahkan, kaÂraoÂke beÂrÂsama pihak berperkara itu diÂlaÂkuÂkan setelah perkara yang diÂtangani putus. “Mengapa saya diÂkorbanÂkan. Dulu saya mengiÂkuti perintah beliau, karena beliau pimpinan,†tandasnya.
Putu mengungkapkan, Ketua PN pernah memintanya meÂmeÂnangkan salah satu pihak berÂperÂkara. Untuk kepentingan terÂsebut, dia mengaku pernah dipanggil tiga kali oleh atasannya itu. AtaÂsannya, meminta Putu membantu tergugat.
Anehnya, lanjut Putu, setelah perkara putus, dia sama sekali tidak diberi job menangani perÂkara. Ia juga tak pernah dilibatkan dalam menentukan berbagai keÂbijakan di lingkungan pengadiÂlan. Padahal sebelumnya, selaku hakim senior, dia selalu dimintai.
Sidang MKH Harus Digelar Terbuka
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DesÂmon J Mahesa menilai, langÂkah Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) meninÂdak hakim nakal melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) henÂdaknya ditingkatkan.
Ketegasan seperti itu, lanjut Desmon, penting dilakukan apaÂbila KY dan MA ingin menÂciptakan rasa keadilan di teÂngah-tengah masyarakat. “LangÂkah KY dan MA menggelar siÂdang MKH secara terbuka dan menjatuhkan sanksi tegas, itu membangkitkan harapan maÂsyaÂrakat,†kata anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Keterbukaan itu, menurut Desmon, layak dicontoh instiÂtusi penegak hukum lain. SoalÂnya, masyarakat tak akan perÂcaya jika pimpinan suatu insÂtitusi penegak hukum hanya menyampaikan jumlah penegak huÂkum yang telah diberikan sanksi berat. Soalnya, tidak jeÂlas siapa saja yang kena sanksi berat itu, bagaimana peÂlangÂgaÂranÂnya dan bagaimana proses penjatuhan sanksi itu. “Intinya, masyarakat khawatir diboÂhoÂngi,†katanya.
Desmon menambahkan, sebagai salah satu pilar penjaga keadilan, hakim sudah selayakÂnya mendapatkan pengawasan yang sangat ketat. Hal itu peÂnÂting mengingat posisi hakim saÂngat vital alias menentukan naÂsib orang lain. Pengawasan yang kontinyu itu diharapkan bisa menekan kecenderungan hakim menyimpangkan proÂfesiÂnya. “Sukur-sukur mampu menciptakan kesadaran dan tanggungawab profesi hakim secara maksimal.â€
Munculnya integritas terseÂbut, kata dia, paling tidak bisa meÂnumbuhkan paradigma maÂsyarakat bahwa hakim masih dapat diandalkan. Artinya, tidak ada alasan apapun dari maÂsyaÂrakat untuk ragu dalam menÂjaÂlani proses peradilan.
Desmon pun meminta agar terobosan yang sifatnya sereÂmoÂnÂÂial hendaknya ditangÂgalÂkan. “Masyarakat sudah tidak butuh lips service. Masyarakat butuh bukti konkret, misalnya hakim yang terbukti menyeÂleÂweng, ya mesti dipecat melalui sidang terbuka. Sidang yang diketahui masyarakat, bagaiÂmana prosesnya dan siapa yang dipecat,†ucapnya.
Ngapain Biayai Macan Ompong
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan MagisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, kinerja Komisi Yudisial belum istimeÂwa. Tapi, setidaknya bisa menÂjadi contoh bagi komisi-komisi yang bertugas mengawasi lemÂbaga penegak hukum lainnya. Dengan begitu, pembentukan komisi berikut kelengkapan piÂranti di dalamnya tidak mubazir.
“Komisi Yudisial setidaknya telah mengambil langkah konÂkret mengawasi para hakim. Soalnya, ada sejumlah peÂninÂdakan yang layak diapresiasi poÂsitif,†katanya.
Dia berharap, KY hendaknya meningkatkan penindakan yang konkret terhadap para hakim nakal. Setidaknya, memÂperÂtaÂhanÂkan pengawasan yang sudah diÂjalankan selama ini. “KY tidak boleh hanya jadi peÂlengÂkap bagi institusi kehakiman,†tandasnya.
Iwan pun menyarankan agar komisi-komisi yang bertugas mengawasi institusi penegak hukum lain, juga tidak hanya menjadi pelengkap. Dengan beÂgitu, relokasi anggaran, sarana dan prasarana yang disediakan, tidak sia-sia.
“Jika komisi-koÂmisi itu tidak ada prestasinya atau seperti maÂcan ompong, buat apa. Lagi-lagi ini akan melukai rasa keÂadilan masyarakat. Lebih baik, komisi-komisi yang tak jelas juntrungannya, alias sekadar menghabiskan anggaran itu dibubarkan saja,†sarannya.
Idealnya, sekalipun belum bisa menandingi kiprah KPK, jeÂjak KY yang sudah meÂnunÂjukkan kemajuan ini, tetap bisa jadi penyemangat. Jadi contoh, buat komisi sejenis lainnya daÂlam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Dia berpesan, jangan sampai hingga akhir masa tugasnya, ada komisi yang sama sekali tiÂdak meÂnunjukan kiprah atau haÂsil kerjanya. Hal ini tentunya akan menÂjadi bumerang. SoalÂnya, mÂaÂsyarakat sekarang sudah kritis. “Masyarakat pasti akan memÂperÂtanyakan, apa sih kerja koÂmisi-komisi tersebut,†ucapÂnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58