Berita

Hotasi Nababan

X-Files

Akhirnya Hotasi Didakwa Rugikan Negara Rp 9 Miliar

Hampir Satu Tahun Berstatus Tersangka
JUMAT, 06 JULI 2012 | 11:18 WIB

RMOL. Setelah hampir satu tahun berstatus tersangka di Kejaksaan Agung, bekas Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan kemarin menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pangeran Napi­tupulu ini, beragenda pembacaan dakwaan terhadap Hotasi, terkait kasus sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 dari Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG USA).

Menurut dakwaan jaksa pe­nuntut umum (JPU) Heru Wi­darmoko dkk, Hotasi selaku Dirut PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan direksi lainnya, pada Mei 2006 berencana menambah dua unit pesawat Boeing 737 Fa­mily. Rencana itu ditindaklanjuti General Manager Perencanaan PT MNA Tony Sudjiarto melalui pema­sangan iklan di internet (speednews).

Pada 11 Oktober 2006, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT MNA menetapkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2006. Dalam RKAP itu ditetapkan kebijakan pengadaan pesawat dan dijabarkan armada yang sedang dioperasikan, mau­pun rencana pengadaan pesawat. “Walaupun RAKP PT MNA di­sahkan pada Oktober 2006, pro­ses sewa dua unit pesawat, yakni Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 telah dimulai pada Mei 2006,” tandas JPU Heru.

Selaku Dirut PT MNA, Hotasi tak melaporkan atau mengajukan perubahan kepada RUPS atas RAKP yang telah disetujui se­be­lumnya, agar sewa dua pesawat itu masuk ke dalam RAKP. Me­nurut JPU, tindakan itu diketahui Hotasi dan bertentangan dengan Pasal 3 junto Pasal 8 junto Lam­piran bagian Lain-lain Angka 8 Ke­pu­tusan Menteri BUMN No.Kep-101/MBU/2002 tentang Penyu­su­nan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN. “Tapi, ter­dakwa Hotasi bersama Tony tetap melanjutkan kerja­sama dengan pi­hak ketiga, yaitu menyewa dua unit pesawat itu,” ujar Heru.

Selanjutnya, atas penawaran lea­sing dari PT MNA, TALG USA yang berkantor di Was­hing­ton DC mengajukan proposal pada 6 Desember 2006. Bulan Mei 2006, terdakwa Tony me­la­ku­kan penge­cekan fisik dan harga berdasarkan informasi dari Na­veed Sheed, agen PT MNA di Ame­rika. Pe­sa­wat Boeing 737-500 MSN 23869 tahun pem­bua­tan 1991, harganya 11.500.000 Dolar AS, sedangkan harga sewanya 150.000 Dolar AS per pesawat.

Tony kemudian membuat ke­sepakatan dengan TALG. Intinya, TALG bersedia membeli dua pe­sawat itu dari Lehman Brothers de­ngan syarat, PT MNA berjanji me­nyewa pesawat dari TALG. Pada 17 Desember 2006, Tony menerima surat tembusan melalui faks yang dikirim Alan Messner dari TALG kepada Hume & As­sociates PC untuk menerima Se­curity Deposit dari PT MNA tang­gal 17, 18 Desember 2006, dan selanjutnya diberikan kuasa pen­distribusian dana itu secara lang­sung kepada Bristol sebagai uang jaminan pembelian pesawat.

Pada 18 Desember 2006, ber­dasarkan surat dari Hotasi Nababan Nomor: MNA/001/3/5/ADM-460/DZ, Tony menan­da­ta­ngani Lease Agreement Sum­ma­ry of Term (LASOT) di Jakarta dengan Jon Cooper selaku CO dari TALG di Amerika.

 Setelah penandatanganan LASOT, Tony membuat Nota Di­nas Nomor OV/ND/148/XII/2006 kepada Hotasi selaku Dirut, yang ditembuskan kepada selu­ruh Direksi untuk penempatan Security Deposit. “Terdakwa Ho­tasi kemudian meneruskan surat itu kepada Direktur Keuangan dengan memberikan catatan dis­posisi, saya setujui, agar dila­k­sa­na­kan segera,” ujar JPU.

Atas disposisi itu, Corporate Finance Division menyiapkan form Instruksi Direksi (Circular Board) untuk melakukan transfer 1.000.000 Dolar AS, yang ditan­datangani masing-masing direksi. “Hotasi selaku Dirut PT MNA, yang mengetahui bahwa uang itu akan digunakan sebagai jaminan pembelian pesawat oleh TALG, tidak memberitahukan kepada anggota direksi lainnya. Dia jus­tru memberikan persetujuan pem­bayaran security deposit itu ke Kantor Pengacara Hume & As­sociate PC,” jelas JPU.

 Akibat pembayaran itu tidak menggunakan instrumen perban­kan yang aman, Hotasi didakwa memperkaya orang lain atau suatu korporasi, yaitu TALG atau Hume & Associates PC. Soalnya, pesa­wat yang disewa itu tak kunjung datang dan uang jaminan tak bisa ditarik, sehingga negara menga­lami kerugian sebesar 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 9 miliar.

REKA ULANG

 Pengacara Hotasi: Ini Perkara Perdata

Kasus sewa pesawat ini terjadi pada 2006. Saat itu, Direksi PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) menyewa dua pesawat Boeing 737 dari Thirdstone Aircaft Leas­sing Group Inc (TALG) di Ame­rika Serikat, seharga 500 ribu do­lar AS untuk setiap pesawat.

Tapi, setelah dilakukan pemba­yaran sebesar satu juta dolar AS ke rekening lawyer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates melalui transfer Bank Mandiri, hingga kini pesawat tersebut be­lum pernah diterima PT MNA.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Jasman Pandjaitan (kini Kepala Kejaksaan Tinggi Kali­mantan Barat), TALG melanggar kontrak karena tak menyediakan dua pesawat, yakni Boeing 737 seri 400 dan 500 yang dijanjikan se­belumnya. Padahal, Merpati te­lah mentransfer duit jaminan 1 juta dolar AS. Namun, duit yang di­setor ke rekening lawyer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates melalui transfer Bank Mandiri, tak bisa ditarik kembali.

Menurut Jasman, kebijakan me­ngirim uang ke rekening law­yer itulah yang membuat Merpati sulit menarik kembali duit jami­nan tersebut. Seharusnya, lanjut dia, duit jaminan disimpan pada lem­baga penjamin resmi. Maka­nya, dia curiga ada keinginan se­jumlah pihak untuk menye­le­weng­kan dana itu. “Kenapa se­olah dipaksa­kan disimpan di sana,” katanya.

Seusai sidang perdana, kema­rin, kuasa hukum bekas Dirut PT MNA Hotasi Nababan, Juniver Girsang menyatakan, sebagai tanda komitmen keseriusan me­nyewa, PT MNA meletakkan se­curity deposit 1.000.000 Dolar AS. “Tapi, pihak TALG tidak me­me­nuhi kewajibannya menye­rah­kan pesawat sesuai perjanjian. Bahkan, TALG tidak mengem­balikan Security Deposit itu ke PT MNA,” katanya.

 Kemudian, lanjut Juniver, PT MNA mengajukan gugatan per­data ke TALG USA melalui pe­ngadilan di Amerika Serikat (US District Court of Columbia, Was­hington DC). Setelah diperiksa dan diadili, katanya, perkara di­menangi PT MNA.

 Pada 8 Juli 2007, Richard J Leon, hakim pada US District Court of Columbia, Washington DC menandatangani putusan, yakni memenangkan penggugat (PT MNA) terhadap para tergu­gat, yakni TALG dan Allan Messner.

Berdasarkan putusan penga­dilan itu, TALG USA dihukum un­­tuk mengembalikan security de­­posit sebesar 1 juta dolar AS ke­­pada PT MNA. “Security De­po­­sit itu masih tercatat seba­gai pi­utang yang belum tertagih dalam pembukuan PT MNA, sehingga belum ada kerugian ne­gara. Tak tepat jika Hotasi di­dak­wa mela­ku­kan korupsi. Tidak ada sepeser pun yang diterima Ho­tasi,” belanya.

 PT MNA pun, kata Juniver, te­rus berupaya mendapatkan kem­bali security deposit tersebut, ter­masuk mengikuti sidang arbitrase pada US Magistrate Judge, US District Court for District Court Columbia, Washington DC yang dipimpin hakim John M Facciola.

 Menurutnya, dalam sidang Ar­bitrase tanggal 18 Juli 2008, Jon C Cooper dari pihak TALG USA mengakui telah menerima dan menyalahgunakan uang dari PT MNA untuk kepentingan pribadi, sebesar 810.000 Dolar AS dan sisanya 190.000 Dolar AS di­sa­lah­gunakan Alan Messner.

“Jadi, berdasarkan putusan pe­nga­dilan di Amerika Serikat itu, permasalahan sewa pesawat oleh PT MNA kepada TALG USA itu adalah perkara perdata, sebab ing­kar janji atau wanprestasi. Bu­kan perkara pidana. Apalagi tin­dak pidana korupsi,” klaim Juniver.

Hotasi menambahkan, tidak ada sewa pesawat fiktif atau melanggar hukum dalam kasus ini. “Bahkan, jaksa ikut ke Ame­rika dan menjadi saksi bahwa pihak TALG yang wanprestasi,” katanya membela diri.

Konsentrasi Jaksa Dan Kejelian Hakim Jadi Faktor Penting

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menyatakan, dirinya menghormati proses pembuktian perkara korupsi sewa pesawat Boeing ini di Pe­ngadilan Tindak Pidana Ko­rupsi Jakarta.

“Tapi, karena sudah masuk ke Pengadilan Tipikor, jaksa je­las harus konsentrasi pada ma­salah kerugian keuangan ne­ga­ra­nya. Artinya, mesti su­dah ya­kin bahwa dakwaan ko­rupsi itu akan dapat dapat di­buktikan di pengadilan,” ujar­nya, kemarin.

Dengan asumsi seperti itu, menurut Dasrul, semestinya jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan bukti, data dan para saksi yang memberatkan ter­dakwa. Jika JPU tidak mela­ku­kan itu, maka akan muncul ke­curigaan masyarakat, apakah ada sesuatu yang tak beres dalam penanganan kasus ini di kejaksaan.

Dia juga berharap, JPU meng­gunakan pasal-pasal yang me­mang efektif untuk menjerat para terdakwa kasus korupsi. “Karena ini Pengadilan Tipikor, jaksa mesti sangat serius mem­buktikan, memang ada kerugian negara,” tandasnya.

Mencari pasal yang tepat dalam menyusun dakwaan agar bobot dakwaannya tepat, lanjut dia, adalah hal penting yang ha­rus dilakukan jaksa. “Sehingga, terdakwa tidak bisa menghindar atau berkelit dari dakwaan,” tandasnya.

Dasrul menambahkan, keje­lian majelis hakim saat m­e­me­ri­ksa saksi-saksi di pengadilan, juga menjadi faktor penting. Ha­kim yang jeli mampu me­ngungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam sebuah kasus.

“Hakim juga bisa menelusuri kebenaran melalui pemeriksaan saksi-saksi di pengadilan. Soal ter­bukti atau tidak, tergantung pro­­ses di pengadilan dan putu­san majelis hakim,” ujarnya.

Korupsi Atau Perdata Tergantung Pembuktian

Petrus Selestinus, Koordinator Faksi

Koordinator Forum Ad­vo­kat Pengawal Konstitusi (Fak­si) Petrus Selestinus me­nya­takan, terdakwa tentu akan berupaya sekuat tenaga untuk meyakinkan majelis hakim bahwa dirinya tidak bersalah.

Akan tetapi, dia mengi­ngat­kan, persoalan apakah kasus sewa pesawat ini hanya perkara perdata atau tindak pidana ko­rupsi, sangat bergantung pada proses pembuktian dan putusan majelis hakim Pengadilan Ti­pikor Jakarta.

“Transaksi seperti itu sering­kali menimbulkan kerugian ke­uangan negara. Tapi tentu, mes­ti dibuktikan, apakah tran­saksi dalam kasus sewa pe­sawat ini murni atau tidak,” ujar Koor­dintor Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini, kemarin.

Menurut Petrus, kejaksaan tentu berani membawa kasus ini ke pengadilan karena sudah mengantongi bukti yang kuat. “Kejaksaan tentu sudah punya bukti bahwa itu perkara tindak pidana korupsi. Sebaliknya, bila terdakwa merasa perbuatannya itu bukan korupsi, semestinya sejak awal melakukan upaya perdata,” katanya.

Tapi karena kasus ini telah bergulir di Pengadilan Tipikor, majelis hakimlah yang akan menyimpulkan apakah telah terjadi korupsi atau bukan. “Jaksa dan pihak terdakwa tentu akan berupaya meyakinkan hakim,” ucap dia.

Petrus menambahkan, penyi­di­kan kasus ini yang berjalan hampir satu tahun, semestinya menjadi modal yang kuat bagi kejaksaan untuk meyakinkan majelis hakim.

“Lamanya pro­ses penyidikan kasus ini di ke­jaksaan tak boleh sia-sia. Sedangkan hakim, bisa aktif menggali fakta kasus ini, sehingga muncul hal-hal baru,” katanya.

Sehingga, semua proses sejak awal kasus ini terjadi, termasuk siapa saja pihak lain yang terli­bat, dapat terungkap. “Dalam konteks persidangan, itu harus dikembangkan JPU dan majelis hakim,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya