RMOL. Ginanjar Soepandi sibuk menerima panggilan telepon di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pria bertubuh kurus ini juga menerima orang yang datang ke lembaga ini.
Siang itu beberapa orang daÂtang ke LPSK untuk mengadu. Ginanjar yang bertugas di meja resepsionis mempersilakan meÂreka masuk ke dalam.
LPSK bermarkas di Gedung Perintis Kemerdekaan Jalan ProkÂlamasi, Menteng, Jakarta PuÂsat. Lembaga yang dipimpin AbÂdul Haris Semendawai itu berÂkantor di sini sejak Agustus 2008.
LPSK menempati dua lantai di gedung berlantai enam itu. “Di lantai satu kami hanya memakai setengahnya. Lantai empat semua dipakai LPSK,†kata Ginanjar.
Lantai satu digunakan untuk resepsionis dan tempat pengaÂduan. Sedangkan lantai empat unÂtuk staf LSPK. Sebanyak 150 staf berjubel di lantai ini.
Ketua LPSK Abdul Haris SeÂmendawai menginginkan lembaÂgaÂnya memiliki kantor sendiri. Gedung Perintis Kemerdekaan yang ditempati LPSK saat ini merupakan milik Sekretariat Negara (Setneg).
LPSK menempati gedung dengan status pinjam. Izin pinjam pakai gedung ini harus diperÂpanjang setiap dua tahun.
Menurut Semendawai, kantor yang sekarang sudah tak mampu menampung staf yang berjumlah 150 orang.
“Saking penuhnya beberapa berkas harus diletakkan di lantai karena sudah tidak ada tempat lagi untuk menaruh,†katanya.
Semendawai juga meÂngeÂluhÂkan gedung yang ditempati LPSK kurang “safety†bagi saksi mauÂpun korban. Orang bebas keluar-masuk karena LPSK tak senÂdirian di sini. “Bila kantornya terÂbuka dan mudah diakses orang, dikhaÂwaÂtirkan ada rasa tidak nyaman bagi saksi ataupun korÂban yang diÂlindungi,†ujarnya.
LPSK mengajukan anggaran untuk memiliki gedung sendiri. Untuk tahun anggaran 2013 meÂminta dana Rp 70 miliar ke DPR. Dana itu untuk membeli tanah 3 ribu meter persegi di Jakarta PuÂsat dan mengurus sertifikatnya.
Di atas tanah ini LPSK akan membangun gedung lima lantai. Gedungnya menempati lahan 2 ribu meter persegi. “Sisanya seriÂbu meter persegi untuk ruang terÂbuka dan tempat parkir,†jelas SeÂmendawai. Ia masih meraÂhaÂsiaÂkan lokasi kantor baru LPSK.
Namun pihaknya belum mengÂhitung biaya pembangunan geÂdung itu. Sebab perlu lebih dulu melihat kondisi tanah dan desain gedungnya.
Semendawai berharap DPR bisa mengabulkan keinginan LPSK memiliki gedung sendiri. “Setiap harinya kami menerima tiga pengaduan, sedangkan ruaÂngan tidak bertambah sejak emÂpat tahun lalu. Bila tidak ada peÂnamÂbahan bisa dipastikan akan overÂload karena tidak mampu menamÂpung berkas yang ada,†katanya.
Senin lalu, Rakyat Merdeka berÂkunjung ke kantor LPSK di Gedung Perintis Kemerdekaan. GÂeÂdung yang sudah berumur puÂluhan tahun ini memiliki pintu seÂlebar dua meter yang menghadap ke timur.
Pintu dibiarkan terbuka. Siapa saja bebas keluar-masuk tanpa meÂlalui pemeriksaan atau menyeÂrahkan kartu identitas. LPSK tak sendirian di gedung ini. Badan PerÂtimbangan Kepegawaian (BaÂpek) juga berkantor di sini. MeÂnempati lantai dua.
Untuk ke lantai empat tempat kerja para staf LPSK, Rakyat MerÂdeka menggunakan lift tua yang berada di tengah gedung. Tiba di lantai yang dituju langÂsung berhadapan meja yang diÂjaga dua satpam.
Tak jauh dari sini terdapat ruangan berukuran 5x8 meter. RuaÂngan Bagian Keuangan ini dipenuhi meja. Karena ruanganÂnya sempit, beberapa staf duduk berdesak-desakan. Meja-meja ditata berimpitan. Di setiap meja terlihat tumpukan berkas.
Di sebelah ruangan ini terdapat ruangan Bagian Kerjasama. RuaÂngannya lebih kecil. Kondisinya lebih memprihatinkan. Beberapa staf harus berbagi meja. Sebab tak mungkin lagi menambah meja di ruangan itu.
Pemandangan staf yang duduk berimpitan juga bisa ditemui di ruangan lainnya. Berkas-berkas ditaruh di lantai karena lemari penyimpanan sudah penuh.
Berdiri Di Atas Tanah Bekas Rumah Soekarno
Gedung Perintiks KemerÂdekaan yang berdiri di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat dulu dikenal sebagai Gedung Pola.
Gedung ini berdiri di lahan bekas rumah Soekarno. Pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi di rumah yang dulu beralamat di Jalan Pegangsaan Timur 56 ini, Soekarno dan Muhammad Hatta memproklamirkan kemerÂdekaan Republik Indonesia.
Setelah menjadi presiden, Soekarno tinggal di Istana NeÂgaÂra. Pada 1 Januari 1961, ia meÂlakukan pencangkulan perÂtama tanah untuk pembaÂngunan Tugu Proklamasi. Tugu ini akan berdiri di bekas tanah rumah Soekarno di Pegangsaan 56 itu.
Tugu berbentuk bulat tinggi itu memilik kepala lambang petir. Sebab itu tugu ini kerap diÂsebut Tugu Petir. Di tugu ini diÂcanÂtumÂkan tulisan “Disinilah DiÂbatjakan Proklamasi KemerÂdekaan Indonesia pada Tanggal 17 AgusÂtus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hattaâ€.
Sekitar 50 meter di belakang tugu dibangun Gedung Pameran Pola Pembangunan Nasional Semesta atau kerap disebut GeÂdung Pola. Gedung tinggi ini akan tempat memamerkan keÂberhasilan pembangunan di era Soekarno.
Belakangan, namanya diganti menjadi Gedung Perintis KeÂmerÂdekaan. Kini, gedung berÂlantai enam menjadi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek). [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30