Berita

Siti Fadilah Supari

X-Files

Polisi Ngaku Tidak SP-3 Bekas Menteri Kesehatan

Kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan
SENIN, 02 JULI 2012 | 09:23 WIB

RMOL. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menetapkan vonis 2,5 tahun penjara untuk Mulya A Hasjmy, bekas Sesditjen Bina Pelayanan Medik Depkes. Lalu, bagaimana dengan pengakuan Mulya mengenai dugaan keterlibatan bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menyatakan, ke­polisian masih menindaklanjuti perkara dugaan korupsi alkes ini. Dia bilang, status kasus ini masih P-19 alias belum lengkap. “Ada be­berapa petunjuk jaksa yang ma­sih perlu ditindaklanjuti ke­polisian,” katanya.

Dia menepis anggapan bahwa kepolisian telah menghentikan pe­nyidikan kasus tersebut. “Ti­dak ada SP-3,” katanya kepada RM. Dia menegaskan, kasus ini ma­sih di­tangani penyidik Tipikor Ba­reskrim Polri. Selain itu, ke­po­li­sian terus meng­koor­di­na­si­kan te­muan-temuan yang me­ngandung fakta hukum pada kejaksaan.

Menurutnya, kepolisian telah menghimpun keterangan Siti. Katanya, upaya Siti menanyakan statusnya kepada penyidik Ba­res­krim beberapa waktu lalu, di­manfaatkan penyidik untuk meng­klarifikasi fakta-fakta da­lam kasus ini.

Hal senada dikemukakan Ka­ba­reskrim Polri Komjen Sutar­man. Dia menjelaskan, pihaknya masih mengumpulkan kete­ra­ngan dan bukti-bukti kasus ini.

Na­mun senada dengan Boy, ia tak memberi jawaban sudah se­jauh­­mana perkara ini ditin­dak­lan­juti kepolisian. Direktur III Tin­dak Pidana Korupsi (Dir III-Ti­pikor) Bareskrim Polri Brigjen Noer Ali pun demikian. Saat di­kon­firmasi, dia tak bersedia mem­berikan keterangan.

Sumber di lingkungan Bares­krim menginformasikan, sejak nama bekas Menkes Siti Fadilah mencuat dua bulan lalu, ke­po­li­sian belum bisa menyampaikan du­gaan keterlibatan bekas men­teri itu dalam kasus ini. “Masih terus disidik. Menyangkut teknis p­e­nyidikan, tidak bisa disam­pai­kan dulu,” ucapnya.

Disampaikan, upaya menggali fakta-fakta kasus ini dilakukan de­ngan memantau persidangan kasus ini. “Semua keterangan yang terungkap di persidangan menjadi masukan buat kita.”

Untuk menganalisa fakta-fakta hukum tersebut, kepolisian se­nan­tiasa mengutus penyidik un­tuk memonitor persidangan. Se­lain itu, koordinasi kepolisian dengan jajaran kejaksaan terus berjalan.

Koordinasi dilakukan guna me­ngetahui peran pihak lain serta Siti dalam dugaan penyelewe­ngan anggaran proyek pengadaan alat kesehatan tsunami Aceh tahun 2005. Prinsip kehati-hatian

ditujukan agar preseden seperti penetapan status tersangka bekas Menkes ini oleh Polri tak ter­ulang. Sebagaimana diketahui, awalnya Kejagung menerima surat penetapan tersangka pada 28 Maret 2012, tapi polisi mem­bantah. Baru pada 17 April, polisi mengakui status Siti.

Lebih jauh Boy menambahkan, vonis terhadap Mulya, salah satu ter­dakwa kasus alkes, jadi masu­kan kepolisian. Maksudnya, upa­ya pengadilan Tipikor mem­buk­ti­kan pelanggaran Pasal 2 huruf a juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor oleh terdakwa, memicu kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. “Kita berharap kasus yang berkaitan dengan perkara terdakwa ini bisa diselesaikan kepolisian,” tuturnya.

Diketahui, terdakwa Mulya Hasjmy diadilil terkait kasus ko­rupsi pengadaan alkes untuk pe­nanggulangan wabah flu burung di Kemenkes tahun 2006. Saat itu, ia menjabat sebagai Sesditjen Bina Pelayanan Medik Depkes 2006. Terakhir, Mulya yang me­nempati pos sebagai  Kepala Pu­sat Penanggulangan Masalah Ke­sehatan (PPMK) Kemenkes, me­nyebut, kasus ini melibatkan be­kas atasannya, Siti Fadilah yang saat itu menjabat Menkes. Siti pun telah membantah tudingan be­kas bawahannya itu.

RE KA ULANG

Bingung Ditetapkan Sebagai Tersangka

Kabareskrim Polri Komjen Sutarman menerangkan, dugaan keterlibatan tersangka Siti Fadi­lah, yakni sebagai kuasa peng­guna anggaran, terkait kasus ko­rupsi pengadaan alat kesehatan un­tuk buffer stock/KLB dengan metode penunjukan langsung yang dilaksanakan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Ke­se­hatan, antara Oktober- November 2005 dengan nilai proyek sebesar Rp 15.548.280.000.

Akibat penyelewengan dalam pengadaan alkes tersebut, negara diduga mengalami kerugian se­be­sar Rp 6.148.638.000. “Peran­nya sebagai kuasa pengguna anggaran yang harus disam­pai­kan kepada pejabat pembuat ko­mitmen,” terangnya pada 17 Ap­ril silam.

Dugaan keterlibatan Siti Fadi­lah Supari dalam kasus penga­da­an alat kesehatan tahun anggaran 2005, diungkap bekas Sesditjen Binayanmedik Mulya A Hasjmy di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saat itu, Mulya bersaksi dalam kasus korupsi pengadaan pera­la­tan medis penanganan flu burung. Mulya yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dalam pro­yek itu, mengaku Menteri Ke­se­hatan Siti Fadilah Supari yang merekomendasikan perusahaan rekanan pelaksananya.

Mulya bercerita, ada empat orang mendatanginya saat per­sia­pan proyek. Mereka terdiri dari dua lelaki dan dua perempuan. Me­nurutnya, empat orang itu me­ngaku sudah menemui Menkes dan disetujui untuk me­lak­sa­na­kan proyek alat kesehatan itu. “Saya kaget, dari mana mereka tahu proyek itu, padahal pengu­muman saja belum,” ujarnya.

Dua hari berselang, lanjut Mul­ya, dirinya menemui Menkes dan mengkonfirmasi pernyataan empat tamunya itu. Saat itu, lan­jut Mulya, Siti tersenyum dan membenarkan bahwa empat orang itu telah lebih dulu mene­muinya. “Iya benar itu, tolong bantu, ya,” ujar Mulya mengu­lang pernyataan Siti.

Siti membantah tudingan itu. Kata dia, semua keputusan dalam proyek itu telah sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa P­e­me­rintah. “Jadi, sebenarnya apa sih yang membuat tiba-tiba mun­cul penunjukan tersangka ini pada saya,” katanya heran.

Di kediamannya, di Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Siti mengaku bingung ditetapkan sebagai tersangka. “Apakah opini bisa menjadikan seseorang tersangka? Itu yang sangat saya sayangkan bisa terjadi di negeri ini,” ujarnya.

Siti curiga, ada pihak-pihak tertentu yang sangat ingin menja­dikannya tersangka kasus ko­rupsi. “Ada pihak yang ingin se­kali saya jadi tersangka. Padahal saya melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya,” kata dia.

Siti menambahkan, selama ini dia sudah tujuh kali bolak balik di­periksa KPK sebagai saksi. Se­hingga membingungkan, jika tiba-tiba ada kasus lain yang ditu­duhkan kepadanya, melalui Ma­bes Polri. “Anda tahu sendiri saya tujuh kali mondar mandiri di KPK. Saya mengklarifikasi apa adanya, dan saya kira hampir sama semua. Ini yang mau saya klarifikasikan dulu ke Mabes Polri,” ujarnya.

Selama menjadi Menteri Ke­sehatan, Siti merasa tidak pernah melakukan pekerjaan yang me­langgar undang-undang. Dalam hal proses pengadaan alat dengan penunjukan langsung, dia tidak pernah menunjuk langsung apa perusahaan yang harus men­ja­lankan proyek.

Tak Ada Alasan Gantung Kasus Pengadaan Alkes

Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding meminta kepolisian cepat mengambil langkah dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan. Jangan sampai, pe­nindakan yang diambil terkesan tebang pilih.

“Penetapan status tersangka hendaknya menjadi dasar untuk menindaklanjuti kasus ini. Penetapan status tersangka oleh kepolisian semestinya dilatari adanya fakta hukum yang cu­kup,” kata anggota DPR dari Par­tai Hanura ini.

Dengan begitu, lanjutnya, ti­dak ada alasan bagi penyidik un­tuk menggantung kasus ini. Dia menyarankan, apa-apa yang menjadi petunjuk jaksa guna melengkapi berkas pe­r­kara se­mestinya diselesaikan secepat­nya.

“Komitmen penyidik ke­po­lisian sangat dibutuhkan. Jika merasa pesimistis dapat me­nye­lesaikan persoalan ini, ke­po­li­sian idealnya tidak terburu-buru menetapkan status bekas men­teri itu sebagai tersangka,” tandasnya.

Ia menyayangkan, kenapa justru kenyataannya sekarang sa­ngat berbanding terbalik. Po­lisi terkesan lamban atau malah ogah-ogahan menentukan arah dalam memproses kasus ini.  “Padahal kan mereka sendiri yang sejak awal menetapkan status tersangka,” tandasnya.

Jika memang menemukan ke­ndala dalam melengkapi pe­tunjuk jaksa, seharusnya, imbuh dia, polisi tidak memaksakan ke­hendak. Nanti justru pe­na­nga­nan kasus ini menjadi am­buradul. Toh kata dia lagi, pe­ngusutan kasus dugaan korupsi alkes ini juga ditangani oleh KPK.

Masyarakat Butuh Kepastian  Penanganan Kasus

Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian

Kombes (purn) Alfons Leo­mau mengingatkan agar ke­po­lisian berhati-hati dalam mem­proses setiap perkara. Pasalnya, pengusutan perkara yang se­ram­pangan dikhawatirkan men­jadi bumerang bagi kepolisian. “Jangan karena nila setitik, jadi rusak sebelanga,” katanya.

Dia mengapresiasi berbagai terobosan kepolisian saat ini. Karenanya, prestasi yang di­torehkan kepolisian hendaknya dijaga secara bersama-sama.

Menyoal penetapan status ter­sangka bekas Menkes Siti Fadilah, alumni Akpol 1974 itu menilai, dasar penetapan status tersangka diatur dalam keten­tuan perundangan. Jadi, tidak ada alasan bagi kepolisian un­tuk menarik status tersebut tan­pa ada fakta hukum yang sang­gup menggugurkan tuduhan sebelumnya.

“Aneh apabila penetapan sta­tus tersangka seseorang ditutup-tutupi. Apalagi sesuai ketentuan perundangan, semua warga ne­gara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum.”

Yang paling penting saat ini, tambah bekas Karobina-Mitra Polda NTT ini, kepolian kon­sisten dengan apa yang telah di­lakukan. Jika seseorang terbukti bersalah, tentunya harus di­tin­dak. Namun sebaliknya, bila tak bisa diproses secara hukum, po­lisi idealnya mengakui hal itu se­cara terbuka kepada masyarakat.

“Persolannya sekarang, pe­r­karanya bisa lanjut atau tidak. Masyarakat sekarang butuh kepastian. Kemauan Polri me­ngubah kultur dan pola ber­tindak, sangat diperlukan dalam era yang serba terbuka ini,” ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya