Berita

ilustrasi, polri

X-Files

Melanggar, 200 Polisi Dipecat Setiap Tahun

Mulai Dari Kasus Kekerasan Hingga Korupsi
MINGGU, 01 JULI 2012 | 09:06 WIB

RMOL.Upaya meningkatkan profesionalisme kepolisian menjadi pekerjaan rumah yang sangat pelik. Baru masuk pertengahan tahun saja, sedikitnya sudah terdapat 12.987 personel Polri yang diduga melanggar kode etik profesi maupun pelanggaran hukum.

Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar menegaskan, ke­polisian berupaya optimal mem­benahi kinerja kepolisian. Bera­gam metode pembenahan di­lak­sanakan agar tujuan memberi pe­layanan dan pengayoman pada ma­syarakat lebih baik. Ke­te­ra­ngan Boy disampaikan men­ja­wab pertanyaan seputar tingginya ang­ka pelanggaran yang di­lakukan oknum kepolisian, Jumat (29/6).

Menurutnya, kerja personel kepolisian langsung bersentuhan de­ngan masyarakat. Dengan be­gitu, peluang munculnya gesekan sangat terbuka. Ketakpuasan atas pelayanan personel inilah yang cenderung memicu peningkatan jumlah laporan dari tahun ke ta­hun. Boy yang dapat promosi ke­naikan pangkat satu tingkat ini menambahkan, Polri tak me­nu­tupi keburukan yang ada. Penin­dakan terhadap personel yang diduga melanggar aturan pun terus dilakukan.

“Setiap tahun, sedikitnya ada 200-an polisi yang dikenai sanksi pemecatan. Itu menunjukkan bahwasanya kepolisian sangat serius dan berkomitmen dalam membenahi institusi,” tegasnya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menanggapi terobosan kepolisian dengan dingin. Dia menilai, mes­ki berbagai perubahan dan per­baikan dilakukan, namun keluhan publik masih tinggi. Kinerja Polri yang kerap dikeluhkan ini, umum­nya terkait masalah pe­nyiksaan dan intimidasi dalam menangani perkara.

Hasil penelusurannya menye­butkan, sepanjang 2011 terdapat 97 orang tak bersalah yang kena pelor polisi alias tertembak. Dari jumlah tersebut, 19 tewas dan 78 lainnya luka. “Mereka menjadi kor­ban kesewenang-wenangan polisi dalam menggunakan sen­jata api,” ucapnya.

Lalu pada semester pertama tahun 2012, sedikitnya ada 18 kasus penzaliman yang dilakukan polisi dengan melibatkan 34 anggotanya. Delapan dian­tara­nya, tambah dia, adalah kasus sa­lah tembak dan 10 lainnya kasus penyiksaan. “Fungsi kontrol internal tidak berjalan, begitu juga kontrol eksternal.”

Lebih ironis, personel yang d­­i­duga melakukan kesewe­na­ngan-wenangan tersebut, justru tak di­hu­kum maksimal. Mak­sud­nya, hukuman berupa pemecatan yang semestinya dijatuhkan, acap ber­geser menjadi hukuman ka­rantina saja.  

Dia meminta, petinggi ke­po­lisian tak lagi melindungi ok­num kepolisian secara membabi buta. Di sisi lain, pemerintah, DPR dan publik diminta lebih intens dalam membangun lem­baga pengawas eksternal.

Di luar itu, ia menilai, total angka 261 jenderal yang ada di kepolisian saat ini membuat  organisasi Polri sangat tambun dan tidak lincah. Yang diperlukan kepolisian saat ini adalah mem­perkuat sistem pengawasan dan kordinasi pada anggota di lapa­ngan. Dengan begitu, tingginya la­poran dugaan pelanggaran oleh personel selama semester per­tama tahun 2012 yang mencapai angka 12.987, bisa ditekan.

Neta berpendapat, indikasi ma­kin buruknya sikap, perilaku, dan kinerja Polri terlihat dari makin ting­ginya anggota Polri yang di­pecat. Dia mencatat, tren peme­ca­tan anggota kepolisian cen­de­rung meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, kata dia, ada 429 polisi dipecat. Lalu pada 2010 ada 294 polisi yang dipecat.

Pada 2011 jumlahnya naik hampir dua kali lipat, jadi 474 polisi yang dipecat. Pelanggaran yang diidentifikasi itu pun sangat beragam, dari tindak kekerasan hingga terlibat dugaan korupsi.

Dari segi dugaan pelanggaran HAM, Ketua Kontras Haris Azhar menyebutkan, pada kurun 2011-2012, pihaknya menerima laporan masyarakat terkait tindak kekerasan oleh aparat kepolisian. Laporan itu meliputi 14 kasus penyiksaan, 11 kasus penggunaan kekuatan hukum yang berle­bi­han, tujuh kasus pembubaran aca­ra secara damai, 20 kasus pe­nangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang, delapan ka­sus pembiaran tindakan se­we­nang-wenang yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

Haris pun mendesak Kapolri Jenderal Timur Pradopo agar me­mastikan kemandirian dan in­depedensi Polri dengan melak­sa­na­kan fungsi kepolisian ber­da­sar­kan konstitusi,  mengaplikasi­kan komitmen Polri dalam ke­bi­jakan implementatif di lapangan, mem­perbaiki mekanisme akun­ta­bilitas internal dengan penga­wasan ber­kala dan melakukan evaluasi kom­prehensif. Sehing­ga, sanksi dan penghargaan yang diberikan kepada personel ke­polisian ter­laksana secara ter­ukur.

Reka Ulang

10 Laporan Masuk Setiap Hari

Salah satu tugas komisioner Ko­misi Kepolisian Nasional (Kompolnas) adalah meng­in­ven­tarisir laporan seputar saran dan keluhan masyarakat (SKM).  “Se­kurang-kurangnya ada 10 SKM masuk ke Kompolnas setiap hari,” kata Komisioner Kom­pol­nas Edi Saputra Hasibuan.

Dia menyebut, mekanisme pe­laporan yang diajukan, beragam.  Ada yang disampaikan langsung ke Kompolnas, laporan telepon, melalui surat resmi dan surat elektronik, serta pesan singkat alias SMS.

Digambarkan, data SKM pada 2011 merekam 1536 pengaduan. Dari identifikasi Kompolnas saat itu, polda yang terbanyak dila­porkan masyarakat adalah Polda Metro Jaya. Total SKM yang isi­nya melaporkan oknum Polda Met­ro sebanyak  245.  Menyusul sete­lah itu, Polda Jatim menem­pati posisi kedua. Jumlah SKM yang menyoal polah tak me­nye­nangkan oknum Polda Jatim se­ba­nyak 176. Posisi Polda Sumut menempati ranking ketiga. Pada kurun tersebut, SKM me­nyang­kut perilaku buruk oknum Polda Sumut sebanyak 173.

Edi mengaku belum bisa me­rinci berapa total personel kepo­li­sian yang mendapat sanksi pem­berhentian tidak dengan hormat (PTDH). Dia bilang, tidak ada ca­tatan resmi terkait penin­da­kan yang diambil. Tapi dia me­masti­kan, banyak rekomendasi Kom­polnas yang disampaikan kepada Polri yang ditindaklanjuti Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan ja­ja­rannya dengan tindakan tegas.

Dia berharap, komisioner Kom­polnas kali ini lebih mampu menyelesaikan pengaduan ma­sya­rakat secara proporsional.  Apa­lagi, pada semester pertama  tahun 2012 ini, jumlah SKM asli (non tembusan) yang diterima Kompolnas mencapai angka  207.  “Ini yang sifatnya non tembusan saja. Langsung disampaikan ke Kompolnas dan tengah dalam proses,” jelasnya. Namun, ia belum mau merinci jenis kasus yang dilaporkan.

Dia menggambarkan, kasus ter­banyak yang diadukan ke Kom­polnas, terkait masalah pe­nya­lahgunaan wewenang, pela­yanan yang buruk, diskriminasi atau penanganan perkara yang berat sebelah, serta diskresi atau pengambilan keputusan yang keliru. “Sebanyak 80 persen pe­ngaduan itu berisi tentang laporan terhadap personel Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.”

Kemudian, Edi mencatat se­ku­rang-kurangnya ada 800 laporan bersifat tembusan yang masuk ke Kompolnas. Tingginya, SKM yang masuk kantong Kompolnas duganya, dipicu tingginya ke­sa­da­ran hukum masyarakat serta ke­inginan personel Polri mere­for­masi kepolisian.

Hendaknya Jadi Bahan Refleksi

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi me­ngingatkan, tingginya angka la­poran mengenai dugaan pe­nye­lewengan oleh personel ke­po­li­sian, hendaknya dicermati se­cara arif dan bijaksana.

Kepolisian yang memasuki usia 66 tahun, lanjut Andi, mesti lebih peka menghadapi setiap gejolak yang muncul di ma­sya­rakat. “Tingginya angka la­po­ran dugaan penyelewengan oleh personel kepolisian, me­nunjukkan masyarakat semakin kritis,” ujarnya.

Dinamika itu, kata anggota DPR dari Partai Golkar ini, hen­daknya dimanfaatkan kepo­li­sian untuk lebih proaktif me­nyi­kapi ketidakpuasan masyarakat. Menurut dia, laporan mengenai tin­dakan aparat yang tak pro­fe­sional itu, hendaknya dijadikan refleksi untuk mengoreksi ins­titusi secara total.

Dia me­nam­bah­kan, Polri se­yog­yanya mam­pu bertindak ob­yektif dalam menyikapi suatu perkara. Bukan malah terlibat dalam penyelewengan yang mem­buat citra kepolisian sema­kin terpuruk di masyarakat.

Contoh-contoh keterlibatan personel kepolisian dalam pelanggaran kode etik maupun pelanggaran hukum, sebaiknya menjadi warning bagi seluruh polisi. “Dari level pimpinan ke­­polisian sampai yang teren­dah,” tegasnya.

Dia pun mewanti-wanti, ja­ngan sampai beragam perkara yang berujung pada penindakan terhadap aparat, terulang dari ta­hun ke tahun. Jika kejadian yang mengandung sanksi hu­ku­man itu masih berulang, maka da­pat disimpulkan bahwa kepo­lisian tidak belajar me­ng­e­va­luasi diri. Di sini, kemungkinan ada kesalahan dalam meng­ap­likasikan aturan yang ada.

Andi menegaskan, idealnya perubahan aspek birokrasi dan kultural di kepolisian tak seka­dar angan-angan. “Jangan jadi pe­pesan kosong atau slogan tanpa makna,” imbuhnya.

Kalau reformasi kultural dan bi­rokrasi yang senantiasa dide­ngungkan petinggi-petinggi kepolisian tidak terwujud secara baik, konflik antara masyarakat dengan aparat kepolisian ke­mung­kinan akan mencuat.

Mesti Proporsional Hadapi Laporan

Marsudhi Hanafi, Purnawirawan Polri

Bekas Ketua Tim Pencari Fak­ta (TPF) kasus pembunuhan Munir, Marsudhi Hanafi me­nya­takan, anggapan makin bu­ruk­nya sikap, perilaku, dan ki­nerja Polri terlihat dari makin tinggi­nya jumlah anggota Polri yang dipecat, tidak sepenuhnya benar.

Justru hal tersebut men­cer­minkan, perwujudan demokrasi di tubuh kepolisian berjalan se­cara baik. “Saya tak sependapat dengan penilaian makin ting­ginya laporan dan penindakan kepada personel, menunjukkan makin terpuruknya kepolisian. Justru sebaliknya, itu me­nun­ju­kan bahwa pola-pola reformasi di kepolisian berjalan sesuai de­ngan koridor yang ada,” kata Brigjen (Purn) ini.

Menurutnya, kepolisian tidak perlu merasa terdiskriminasi oleh banyaknya laporan yang ma­suk. Hal ini, kata dia,  hen­dak­nya bisa menjadi masukan bagi kepolisian dalam mewu­judkan reformasi kultural dan reformasi birokrasi. Yang pen­ting, setiap laporan tentang pe­nyelewengan oleh oknum ke­po­lisian ditangani secara pro­por­sional, serta ditindak secara profesional.

Ke­polisian saat ini, menu­rut­nya, sudah cukup menge­de­pan­kan prinsip transparansi alias keterbukaan. Dari situ, setiap ben­tuk sanksi maupun penin­da­kan, seyogyanya disampaikan ke­pada masyarakat secara utuh. Dia yakin, masyarakat akan me­res­pon keterbukaan sikap ke­polisian ini dengan sikap yang positif.

Diharapkan, munculnya si­kap positif masyarakat terhadap upaya kepolisian ini akan me­numbuhkan rasa kepercayaan masyarakat kepada kepolisian. De­ngan sendirinya, kerjasama antara masyarakat dengan ke­polisian pun akan terbina. “Ada kesamaan pandangan antara ma­syarakat dan kepolisian da­lam menciptakan rasa aman maupun dalam menyikapi suatu perkara hukum,” ucapnya.

Tapi, katanya, usaha mewu­judkan hal tersebut tak bisa di­laku­kan secara cepat. Butuh pro­ses panjang, terus-menerus, serta tidak kenal lelah. Lagi-lagi, kata dia, polisi tidak boleh menyerah. Sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, polisi hendaknya berada pada garda terdepan dalam melayani masyarakat. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya