Berita

Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

X-Files

Kasus UNJ Belum JugaDibawa Ke Meja Hijau

Yulianis Dan Rektor Sudah Beri Keterangan
SENIN, 25 JUNI 2012 | 09:31 WIB

RMOL. Sudah lebih dari 42 saksi berikut tersangka diperiksa penyidik Kejaksaan Agung, tapi perkara kasus penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Tahun Anggaran 2010 belum juga masuk ke pengadilan.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman beralasan, pihaknya sedang melengkapi semua berkas para tersangka agar bisa naik ke penuntutan.

“Sampai saat ini pe­nyidik su­dah pada tahap pem­berkasan. Pe­meriksaan saksi-saksi 42 orang sudah selesai. Se­lanjutnya, dilim­pahkan ke jaksa penuntut umum untuk diperiksa, apakah sudah siap naik ke penuntutan atau ti­dak,” ujarnya di Gedung Kejak­sa­an Agung, Jalan Sultan Hasa­nuddin, Jakarta Selatan.

Dari para saksi yang sudah diperiksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan kete­rangan untuk memperkuat pe­na­nga­nan kasus ini. Termasuk Rektor UNJ Bedjo Sujatno sudah di­mintai keterangan sebagai saksi.

Selanjutnya, kata Adi, peme­riksaan berkas akan dilakukan se­lama 14 hari. “Waktunya 14 hari bagi penuntut umum untuk me­meriksa dan memberikan petun­juk. Kalau sudah memenuhi sya­rat, ya bisa P21, untuk selanjut­nya penyidik akan menyerahkan berkas tahap kedua,” ujar Adi.

Adi menyampaikan, penyidik te­lah menyita uang senilai Rp 1,386 miliar beserta sejumlah dokumen untuk pembuktian kasus ini. “Ada juga sejumlah catatan yang disita, yang dinilai ada kaitannya dengan pembuktian nantinya,” ucap dia.

Untuk kasus ini, penyidik telah menetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga Pembantu Rektor III dan Ketua Panitia Le­lang Tri Mulyono yang juga do­sen Fakultas Teknik UNJ. Me­re­ka diduga melakukan pen­g­ge­lem­bungan harga dalam kasus ini.

Namun, penyidik tidak mela­kukan penahanan terhadap dua orang tersangka itu. “Tersangka memang tidak ditahan, itu ter­gan­tung dari kebutuhan penuntut umum,” ujar bekas Kepala Ke­jak­saan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Secara terpisah, Direktur Pe­nyidikan Kejaksaan Agung Ar­nold Angkouw menyampaikan, untuk pengusutan kasus peng­ge­lembungan harga alat labo­rat­o­rium dan alat penunjang pen­di­di­kan UNJ, penyidik sudah me­meriksa sejumlah saksi penting, yakni anak buah bekas Ben­daha­ra Umum Partai Demokrat Mu­ham­mad Nazaruddin, yaitu Mi­n­do Rosalina Manullang dan Yu­lianis. “Yulianis dan Rosa sudah diperiksa, Nazar belum,” ujar Ar­nold saat ditemui pada Jumat 15 Juni 2012, di Kejaksaan Agung.

Menurut bekas Kepala Kejak­saan Tinggi Sulawesi Utara itu, berkas para tersangka kasus ini da­lam proses ke tahap kedua. “Su­dah tahap I, dan sedang pro­ses ke tahap kedua,” ujarnya.

Tapi, belum ada tersangka baru. Kedua tersangka, yak­ni Fakhrudin  dan Tri Mulyono di­duga melaku­kan peng­gelem­bu­ngan harga. Da­lam pengadaan tersebut, spesifikasi barang tidak sesuai dengan kualitas yang di­inginkan. Akibatnya, negara di­duga mengalami kerugian sekitar Rp 5 miliar. Lantaran itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Surat perintah penyidikan terhadap dua tersangka kasus ini resmi tertanggal 1 November 2011. Persisnya, Surat Perintah Pe­nyidikan (Sprindik) Nomor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011.

Perkara ini berawal dari pe­neta­pan pemenang tender, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, penger­ja­an­nya diduga dilakukan PT Anu­gerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT Per­mai Group. PT Anugerah Nu­san­tara dikoordinir Mindo Rosalina Manulang, anak buah be­kas Ben­dahara Umum Partai De­mokrat Muhammad Na­zarud­din. “PT Anugerah Nusantara yang dikoor­dinir Mindo Rosalina Manulang meminjam PT Marell. Di situlah tim­bul dugaan mark up,” ujar Ka­puspenkum Keja­gung Noor Roch­mad yang kini menjadi Kepala Kejaksaan Ting­gi Sumut.

REKA ULANG

Baru Sekali Periksa Tersangka

Kejaksaan Agung kembali menyenggol kasus peng­ge­lem­bungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ta­hun anggaran 2010, setelah lama tak terdengar perkembangannya. 

Pada Kamis 7 Juni lalu, penyi­dik memanggil dua tersangka kasus ini untuk diperiksa. Yaitu, Pe­jabat Pembuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga Pem­bantu Rektor III UNJ dan Ketua Panitia Lelang Tri Mulyono yang juga dosen Fakultas Teknik UNJ. Tapi, Fakhruddin tidak meme­nuhi panggilan penyidik tanpa ala­san, alias mangkir. “Untuk ka­sus UNJ, dilakukan pemeriksaan tersangka TM dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka F,” ujar Kepala Pu­sat Penerangan Hukum Ke­jak­saan Agung Adi Toegarisman.

Adi menambahkan, pengu­su­tan kasus ini masih berjalan. Akan tetapi, belum ada tersangka baru. Sejauh ini, hanya Fakhrudin dan Tri Mulyono yang disangka melakukan penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan UNJ.

Dalam pengadaan itu, spe­sifikasi barang tak sesuai kualitas yang diinginkan. Akibatnya, me­n­urut Kejagung, negara me­nga­lami kerugian sekitar Rp 5 miliar dalam proyek senilai Rp 17 miliar tersebut. Lantaran itu, kedua ter­sangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Kendati begitu, Kejaksaan Agung baru pertama kali meme­riksa tersangka kasus ini pada 7 Juni lalu. Itu pun hanya tersangka Tri Mulyono yang diperiksa se­ba­gai saksi bagi tersangka Fakh­rudin. Padahal, surat perintah penyidikan terhadap dua tersang­ka itu sudah resmi keluar pada 1 November 2011. Persisnya, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No­mor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011. Artinya, Kejagung baru me­meriksa tersangka setelah Sprindik itu berusia 7 bulan.

Pada 1 Desember 2011, penyi­dik memang telah mendatangi kantor kedua tersangka. Akan tetapi, belum melakukan pe­me­rik­saan. Ketika itu, penyidik ha­nya menyita dokumen lelang dan surat kontrak pengadaan.

 Kemudian, pada 13 Februari 2012, penyidik mengorek kete­ra­­ngan salah seorang saksi kasus ini, yakni Mindo Rosalina Ma­nul­lang yang telah menjadi ter­pidana kasus suap Wisma Atlet. Saat itu, penyidik Kejagung me­me­riksa Rosa sebagai saksi kasus UNJ di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Rosa yang berada dalam per­lin­dungan Lembaga Perlind­u­ngan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan dibawa ke kantor Kejagung. Akhirnya, pe­nyidik Kejaksaan Agung meme­rik­sa Rosa di kantor KPK.

KPK Mesti Turun Tangan

Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum

Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bambang Widodo Umar mengingatkan, Polri, Kejaksaan Agung dan KPK semestinya menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi.

Namun, KPK sebagai lem­baga yang dibentuk untuk fokus memberantas korupsi, tidak bo­leh diam ketika ada pengusutan kasus korupsi yang mandeg di ke­jaksaan dan kepolisian. “KPK itu dibentuk karena ke­po­lisian dan kejaksaan dinilai ku­rang efektif memberantas ko­rupsi,” ingat Bambang.

Lantaran memiliki fungsi supervisi dan koordinasi, lanjut Bambang, maka KPK tidak bo­leh menunggu saja ketika pe­na­nganan suatu kasus korupsi ter­sendat di kejaksaan dan ke­po­li­sian.

“Di sini, KPK harus pro­aktif melakukan pengusutan dan melakukan supervisi serta koor­dinasi. Kalau perlu, KPK ambil alih saja kasus ini,” sarannya.

Bambang berharap, KPK men­jadi motor yang efektif meng­gerakkan kejaksaan dan ke­polisian dalam urusan pem­be­rantasan korupsi. “KPK tidak perlu segan untuk turun tangan. Memang itu sudah tugasnya,” kata pria yang juga mengajar ilmu kepolisian di Unviversitas Indonesia ini.

Publik pun harus tahu, se­jauh­mana fungsi KPK melakukan penguatan terhadap kejaksaan dan kepolisian untuk mem­be­ran­tas korupsi. “Publik harus tahu, supaya semakin kuat lem­baga-lembaga penegak hukum kita melakukan pemberantasan korupsi,” kata Bambang.

Jika memang terdapat kele­ma­han di tubuh Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus, lan­jut dia, KPK sebaiknya sege­ra menurunkan tim untuk ber­sama-sama menuntaskan per­kara korupsi itu.

Pintu Masuk Bersihkan Institusi Pendidikan

Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR De­ding Ishak mendorong Ke­jaksaan Agung untuk serius mengusut dan membongkar se­jum­lah kasus korupsi di lingku­ngan universitas seperti di Uni­versitas Negeri Jakarta (UNJ).

Menurut Deding, sangat me­malukan bila wilayah kampus pun sudah dijadikan ladang korupsi. “Kejaksaan Agung ha­rus serius mengusut ini. Kasus yang diduga melibatkan Naza­ruddin ini, semestinya dijadikan entry point untuk mem­ber­sih­kan institusi pendidikan dari korupsi. Institusi yang harusnya mencetak calon-calon inte­lektual malah dijadikan ladang korupsi,” katanya.

Lembaga yang relatif lebih ber­sih seperti kampus, lanjut De­ding, bila dijadikan ladang ko­rupsi, maka akan kian mem­perburuk kondisi Indonesia. “Kita sedih bila kampus dan lembaga-lembaga yang me­nga­jarkan aspek moral malah terjadi korupsi,” ujar anggota DPR dari Partai Golkar ini.

Kasus ini, lanjut Deding, semestinya menjadi ajang pembuktikan bahwa Kejaksaan Agung sungguh-sungguh me­na­ngani kasus korupsi. “Harus serius, supaya ada efek jera,” ucapnya.

Menurut dia, perkara serupa banyak juga terjadi di kampus lain. Bila hal ini terus dibiarkan tanpa penanganan yang serius, maka akan merusak masa depan bangsa. Tentunya merusak citra penegak hukum dan pemerintah juga. “Ada 16 universitas yang saya tahu ada kasus korupsinya. Nah, yang penting bagi penegak hukum, kasus-kasus itu harus diusut secara terang ben­de­rang,” ujarnya.

Dugaan peran Nazaruddin Dkk dalam kasus korupsi ini pun harus diusut tuntas. Jika Kejaksaan Agung mampu me­nangani kasus ini sampai tuntas dan utuh, maka pemerintah akan akan kebagian citra positif.

“Usut semuanya. Jangan ta­kut. Jangan berpikir akan ada ke­kuasaan yang terganggu, lantas menjadi mandeg. Harus yakin bahwa penegak hukum bisa buka semua. Pemerintah tidak akan melorot citranya ka­lau pe­negak hukum mem­bong­kar se­mua kasus korupsi itu. Malah akan didukung rakyat,” katanya.

Deding pun berharap agar penanganan kasus ini menjadi pintu masuk untuk menunjuk­kan kepada masyarakat, bahwa Kejaksaan Agung bisa diper­caya mengusut kasus korupsi. “Rakyat sudah cerdas. Rakyat akan percaya kepada kejaksaan bila semua dibongkar. Selama ini kan belum,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya