Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
RMOL. Sudah lebih dari 42 saksi berikut tersangka diperiksa penyidik Kejaksaan Agung, tapi perkara kasus penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Tahun Anggaran 2010 belum juga masuk ke pengadilan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman beralasan, pihaknya sedang melengkapi semua berkas para tersangka agar bisa naik ke penuntutan.
“Sampai saat ini peÂnyidik suÂdah pada tahap pemÂberkasan. PeÂmeriksaan saksi-saksi 42 orang sudah selesai. SeÂlanjutnya, dilimÂpahkan ke jaksa penuntut umum untuk diperiksa, apakah sudah siap naik ke penuntutan atau tiÂdak,†ujarnya di Gedung KejakÂsaÂan Agung, Jalan Sultan HasaÂnuddin, Jakarta Selatan.
Dari para saksi yang sudah diperiksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan keteÂrangan untuk memperkuat peÂnaÂngaÂnan kasus ini. Termasuk Rektor UNJ Bedjo Sujatno sudah diÂmintai keterangan sebagai saksi.
Selanjutnya, kata Adi, pemeÂriksaan berkas akan dilakukan seÂlama 14 hari. “Waktunya 14 hari bagi penuntut umum untuk meÂmeriksa dan memberikan petunÂjuk. Kalau sudah memenuhi syaÂrat, ya bisa P21, untuk selanjutÂnya penyidik akan menyerahkan berkas tahap kedua,†ujar Adi.
Adi menyampaikan, penyidik teÂlah menyita uang senilai Rp 1,386 miliar beserta sejumlah dokumen untuk pembuktian kasus ini. “Ada juga sejumlah catatan yang disita, yang dinilai ada kaitannya dengan pembuktian nantinya,†ucap dia.
Untuk kasus ini, penyidik telah menetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga Pembantu Rektor III dan Ketua Panitia LeÂlang Tri Mulyono yang juga doÂsen Fakultas Teknik UNJ. MeÂreÂka diduga melakukan penÂgÂgeÂlemÂbungan harga dalam kasus ini.
Namun, penyidik tidak melaÂkukan penahanan terhadap dua orang tersangka itu. “Tersangka memang tidak ditahan, itu terÂganÂtung dari kebutuhan penuntut umum,†ujar bekas Kepala KeÂjakÂsaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Secara terpisah, Direktur PeÂnyidikan Kejaksaan Agung ArÂnold Angkouw menyampaikan, untuk pengusutan kasus pengÂgeÂlembungan harga alat laboÂratÂoÂrium dan alat penunjang penÂdiÂdiÂkan UNJ, penyidik sudah meÂmeriksa sejumlah saksi penting, yakni anak buah bekas BenÂdahaÂra Umum Partai Demokrat MuÂhamÂmad Nazaruddin, yaitu MiÂnÂdo Rosalina Manullang dan YuÂlianis. “Yulianis dan Rosa sudah diperiksa, Nazar belum,†ujar ArÂnold saat ditemui pada Jumat 15 Juni 2012, di Kejaksaan Agung.
Menurut bekas Kepala KejakÂsaan Tinggi Sulawesi Utara itu, berkas para tersangka kasus ini daÂlam proses ke tahap kedua. “SuÂdah tahap I, dan sedang proÂses ke tahap kedua,†ujarnya.
Tapi, belum ada tersangka baru. Kedua tersangka, yakÂni Fakhrudin dan Tri Mulyono diÂduga melakuÂkan pengÂgelemÂbuÂngan harga. DaÂlam pengadaan tersebut, spesifikasi barang tidak sesuai dengan kualitas yang diÂinginkan. Akibatnya, negara diÂduga mengalami kerugian sekitar Rp 5 miliar. Lantaran itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Surat perintah penyidikan terhadap dua tersangka kasus ini resmi tertanggal 1 November 2011. Persisnya, Surat Perintah PeÂnyidikan (Sprindik) Nomor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011.
Perkara ini berawal dari peÂnetaÂpan pemenang tender, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, pengerÂjaÂanÂnya diduga dilakukan PT AnuÂgerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT PerÂmai Group. PT Anugerah NuÂsanÂtara dikoordinir Mindo Rosalina Manulang, anak buah beÂkas BenÂdahara Umum Partai DeÂmokrat Muhammad NaÂzarudÂdin. “PT Anugerah Nusantara yang dikoorÂdinir Mindo Rosalina Manulang meminjam PT Marell. Di situlah timÂbul dugaan mark up,†ujar KaÂpuspenkum KejaÂgung Noor RochÂmad yang kini menjadi Kepala Kejaksaan TingÂgi Sumut.
REKA ULANG
Baru Sekali Periksa Tersangka
Kejaksaan Agung kembali menyenggol kasus pengÂgeÂlemÂbungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) taÂhun anggaran 2010, setelah lama tak terdengar perkembangannya.
Pada Kamis 7 Juni lalu, penyiÂdik memanggil dua tersangka kasus ini untuk diperiksa. Yaitu, PeÂjabat Pembuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga PemÂbantu Rektor III UNJ dan Ketua Panitia Lelang Tri Mulyono yang juga dosen Fakultas Teknik UNJ. Tapi, Fakhruddin tidak memeÂnuhi panggilan penyidik tanpa alaÂsan, alias mangkir. “Untuk kaÂsus UNJ, dilakukan pemeriksaan tersangka TM dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka F,†ujar Kepala PuÂsat Penerangan Hukum KeÂjakÂsaan Agung Adi Toegarisman.
Adi menambahkan, penguÂsuÂtan kasus ini masih berjalan. Akan tetapi, belum ada tersangka baru. Sejauh ini, hanya Fakhrudin dan Tri Mulyono yang disangka melakukan penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan UNJ.
Dalam pengadaan itu, speÂsifikasi barang tak sesuai kualitas yang diinginkan. Akibatnya, meÂnÂurut Kejagung, negara meÂngaÂlami kerugian sekitar Rp 5 miliar dalam proyek senilai Rp 17 miliar tersebut. Lantaran itu, kedua terÂsangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Kendati begitu, Kejaksaan Agung baru pertama kali memeÂriksa tersangka kasus ini pada 7 Juni lalu. Itu pun hanya tersangka Tri Mulyono yang diperiksa seÂbaÂgai saksi bagi tersangka FakhÂrudin. Padahal, surat perintah penyidikan terhadap dua tersangÂka itu sudah resmi keluar pada 1 November 2011. Persisnya, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) NoÂmor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011. Artinya, Kejagung baru meÂmeriksa tersangka setelah Sprindik itu berusia 7 bulan.
Pada 1 Desember 2011, penyiÂdik memang telah mendatangi kantor kedua tersangka. Akan tetapi, belum melakukan peÂmeÂrikÂsaan. Ketika itu, penyidik haÂnya menyita dokumen lelang dan surat kontrak pengadaan.
Kemudian, pada 13 Februari 2012, penyidik mengorek keteÂraÂÂngan salah seorang saksi kasus ini, yakni Mindo Rosalina MaÂnulÂlang yang telah menjadi terÂpidana kasus suap Wisma Atlet. Saat itu, penyidik Kejagung meÂmeÂriksa Rosa sebagai saksi kasus UNJ di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Rosa yang berada dalam perÂlinÂdungan Lembaga PerlindÂuÂngan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan dibawa ke kantor Kejagung. Akhirnya, peÂnyidik Kejaksaan Agung memeÂrikÂsa Rosa di kantor KPK.
KPK Mesti Turun Tangan
Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bambang Widodo Umar mengingatkan, Polri, Kejaksaan Agung dan KPK semestinya menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi.
Namun, KPK sebagai lemÂbaga yang dibentuk untuk fokus memberantas korupsi, tidak boÂleh diam ketika ada pengusutan kasus korupsi yang mandeg di keÂjaksaan dan kepolisian. “KPK itu dibentuk karena keÂpoÂlisian dan kejaksaan dinilai kuÂrang efektif memberantas koÂrupsi,†ingat Bambang.
Lantaran memiliki fungsi supervisi dan koordinasi, lanjut Bambang, maka KPK tidak boÂleh menunggu saja ketika peÂnaÂnganan suatu kasus korupsi terÂsendat di kejaksaan dan keÂpoÂliÂsian.
“Di sini, KPK harus proÂaktif melakukan pengusutan dan melakukan supervisi serta koorÂdinasi. Kalau perlu, KPK ambil alih saja kasus ini,†sarannya.
Bambang berharap, KPK menÂjadi motor yang efektif mengÂgerakkan kejaksaan dan keÂpolisian dalam urusan pemÂbeÂrantasan korupsi. “KPK tidak perlu segan untuk turun tangan. Memang itu sudah tugasnya,†kata pria yang juga mengajar ilmu kepolisian di Unviversitas Indonesia ini.
Publik pun harus tahu, seÂjauhÂmana fungsi KPK melakukan penguatan terhadap kejaksaan dan kepolisian untuk memÂbeÂranÂtas korupsi. “Publik harus tahu, supaya semakin kuat lemÂbaga-lembaga penegak hukum kita melakukan pemberantasan korupsi,†kata Bambang.
Jika memang terdapat keleÂmaÂhan di tubuh Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus, lanÂjut dia, KPK sebaiknya segeÂra menurunkan tim untuk berÂsama-sama menuntaskan perÂkara korupsi itu.
Pintu Masuk Bersihkan Institusi Pendidikan
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DeÂding Ishak mendorong KeÂjaksaan Agung untuk serius mengusut dan membongkar seÂjumÂlah kasus korupsi di lingkuÂngan universitas seperti di UniÂversitas Negeri Jakarta (UNJ).
Menurut Deding, sangat meÂmalukan bila wilayah kampus pun sudah dijadikan ladang korupsi. “Kejaksaan Agung haÂrus serius mengusut ini. Kasus yang diduga melibatkan NazaÂruddin ini, semestinya dijadikan entry point untuk memÂberÂsihÂkan institusi pendidikan dari korupsi. Institusi yang harusnya mencetak calon-calon inteÂlektual malah dijadikan ladang korupsi,†katanya.
Lembaga yang relatif lebih berÂsih seperti kampus, lanjut DeÂding, bila dijadikan ladang koÂrupsi, maka akan kian memÂperburuk kondisi Indonesia. “Kita sedih bila kampus dan lembaga-lembaga yang meÂngaÂjarkan aspek moral malah terjadi korupsi,†ujar anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Kasus ini, lanjut Deding, semestinya menjadi ajang pembuktikan bahwa Kejaksaan Agung sungguh-sungguh meÂnaÂngani kasus korupsi. “Harus serius, supaya ada efek jera,†ucapnya.
Menurut dia, perkara serupa banyak juga terjadi di kampus lain. Bila hal ini terus dibiarkan tanpa penanganan yang serius, maka akan merusak masa depan bangsa. Tentunya merusak citra penegak hukum dan pemerintah juga. “Ada 16 universitas yang saya tahu ada kasus korupsinya. Nah, yang penting bagi penegak hukum, kasus-kasus itu harus diusut secara terang benÂdeÂrang,†ujarnya.
Dugaan peran Nazaruddin Dkk dalam kasus korupsi ini pun harus diusut tuntas. Jika Kejaksaan Agung mampu meÂnangani kasus ini sampai tuntas dan utuh, maka pemerintah akan akan kebagian citra positif.
“Usut semuanya. Jangan taÂkut. Jangan berpikir akan ada keÂkuasaan yang terganggu, lantas menjadi mandeg. Harus yakin bahwa penegak hukum bisa buka semua. Pemerintah tidak akan melorot citranya kaÂlau peÂnegak hukum memÂbongÂkar seÂmua kasus korupsi itu. Malah akan didukung rakyat,†katanya.
Deding pun berharap agar penanganan kasus ini menjadi pintu masuk untuk menunjukÂkan kepada masyarakat, bahwa Kejaksaan Agung bisa diperÂcaya mengusut kasus korupsi. “Rakyat sudah cerdas. Rakyat akan percaya kepada kejaksaan bila semua dibongkar. Selama ini kan belum,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58