Berita

Greenpeace Dilarang Demonstrasi!

RABU, 20 JUNI 2012 | 19:59 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Kementerian Hukum dan HAM melarang Greenpeace Indonesia melakukan demonstrasi untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah RI dan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang merupakan ranah hukum publik. Alasannya, Greenpeace Indonesia hanya berbadan hukum perkumpulan.
 
Hal itu ditegaskan Kepala Seksi Badan Hukum Sosial Sub Direktorat Badan Hukum, Direktorat Perdata, Direktorat Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Abriana Kusuma Dewi, dalam pembicaraan dengan Koordinator Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani, di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (20/6).

"Sebagai perkumpulan (Greenpeace) tidak diperbolehkan  melakukan aksi demonstrasi. Sebagai perkumpulan hanya dapat menyampaikan tiga hal, yakni ide atau gagasan, sosial dan kultural," tegas Abriana.
 

 
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing juga melakukan konsultasi dengan Sekjen Kemenhuk dan HAM Bambang Rantam serta Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Widi Asmoro. Dalam kesempatan tersebut, mereka  membahas kesimpangsiuran "jenis kelamin" Greenpeace SEA Indonesia Chapter.
 
Greenpeace Indonesia kerap mengkritisi pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan menggelar demonstrasi. Diantaranya melakukan aksi demonstrasi PLTU milik PT PLN yang berbahan bakar batubara, aksi kampanye kelapa sawit Indonesia tidak ramah lingkungan yang berbuntut boikot produk CPO Indonesia oleh Amerika dan menduduki waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) di berbagai daerah.
 
Terpisah, mantan Dirjen AHU Departemen Kehakiman dan HAM RI, Prof Dr Romli Atmasasmita menilai, aktivitas Greenpeace yang kerap menggelar aksi demonstrasi di depan umum sudah menyalahi UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

"Yang jelas yang boleh berdemo itu kan ormas. Setiap orang yang berada di Indonesia bebas menyatakan pendapat di muka umum, asal melapor ke polisi. Kalau perkumpulan juga semua ada aturan mainnya, ada syarat-syaratnya. Mereka terdaftar atau tidak. Kalau terdaftar kan juga tidak seumur hidup, ada masa berlakunya," kata Romli.
 
Menurut Romli, Greenpeace Indonesia juga telah melanggar peraturan dalam hal menerima dana asing karena tanpa ijin pemerintah.

"Dana asing yang masuk harus mendapat ijin BI, Kementerian Luar Negeri dan Departemen Dalam Negeri. Jadi,  nggak bisa seenakanya,"  kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu.
 
Sebagai perkumpulan,  Greenpeace juga dilarang mengutip dana dari masyarakat.

"Perkumpulan itu bertujuan sosial. Harusnya mereka punya duit untuk disumbangkan ke masyarakat. Kalau mereka cari duit dari masyarakat, bukan lagi perkumpulan lagi,  itu mah perkumpulan pengemis. Ya jelas nggak bisa dong mereka mengutip duit dari masyarakat," jelasnya. 
 
Kemudian, lanjutnya, pendaftaran Greenpeace Indonesia sebagai badan hukum perkumpulan di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM dinilai tidak tepat. Harusnya, Greenpeace Indonesia mendaftar ke pengadilan.

"Kalau mereka (Greenpeace) perkumpulan kemudian mendaftar di AHU, saya justru nggak mengerti hukum apa yang mereka gunakan. Kalau menggunakan staatsblad, staatsblad-nya nomor berapa?" kata dia.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di penghujung masa jabatannya sempat mempersoalkan kegiatan Greenpeace Indonesia yang dinilai merongrong pemerintah.

"Motif kehadiran Greenpeace di Indonesia itu apa. Kalau untuk menjelek-jelekkan Indonesia di luar negeri itu sudah pelanggaran. Izin mereka bisa dicabut dan dibekukan," tegas Patrialis kala itu.

Presiden SBY sendiri sudah angkat bicara soal seruan boikot sejumlah LSM asing terhadap perkebunan kelapa sawit (CPO) di Indonesia.

"Saya dengar ada semacam aksi boikot melawan atau melarang perkebunan kelapa sawit. Saya terus terang kalau ada aksi itu menurut saya kurang fair. Karena kita hidup dalam percaturan global juga harus fair satu sama lain," ujar SBY saat berpidato di depan 128 duta besar negara sahabat  di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, bulan Februari lalu. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya