hatta rajasa-boediono/ist
hatta rajasa-boediono/ist
Di satu sisi mengekor pada kepentingan internasional dengan ciri kapitalisme neoliberalistik yang dinahkodai Wakil Presiden Boediono berikut segelintir menteri bidang ekonomi. Sedangkan sisi lain bertumpu untuk mengembangkan agenda perekonomian rakyat melalui keberadaan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, saat berbicara dalam diskusi Evaluasi Kinerja Tim Ekonomi SBY-Boediono yang diadakan Institut Proklamasi di Jakarta, Senin (18/6). Selain Syahganda, turut menjadi pembicara Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Persaingan Usaha, Supriyadi, serta Salamuddin Daeng, peneliti
Institute Global for Justice.
"Gaya bermuka dua terkait penataan ekonomi bangsa ini merupakan karakter SBY yang ingin aman di kedua sisi. Tapi akibatnya, kan saling bertabrakan. Lebih kacau lagi, agenda pemartabatan ekonomi rakyat justru tidak berjalan sesuai harapan bersama. Akibat digerusnya spirit nasionalisme bangsa oleh para pengekor kapitalisme neoliberalistik di tanah air yang memang anti rakyat," jelas Syahganda.
Menurutnya, kiprah Boediono dalam menjaga corak perjalanan ekonomi neoliberalisme meliputi dukungan utama Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, termasuk kehadiran pemain garda belakang yaitu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mumammad Chatib Basri, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan, dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu.
Sementara di barisan Hatta Rajasa, kata Syahganda, terdapat Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Syahganda menambahkan, pola SBY menerapkan kebijakan ekonomi dua muka itu telah menyebabkan ketidakseimbangan pembangunan ekonomi nasional. Karena kenyataannya lebih membebaskan bercokolnya peran aktif kalangan penyokong neoliberalisme yang didukung pihak asing.
"Sedangkan arah menuju kemakmuran hidup rakyat, kesejahteraan buruh, penghapusan beban pengangguran, pelayanan atas keleluasan pendidikan dan kesehatan, ataupun pengentasan kemiskinan tidak secara ril dikedepankan dan diwujudkan," ujarnya.
Dengan demikian, pemerintahan SBY sejauh ini tidak mampu menghasilkan pertumbuhan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. "Pertumbuhan yang ada lebih menguntungkan sekelompok elit kecil namun tidak mengubah struktur ekonomi sebagian besar masyarakat," tegasnya.
Dalam kaitan itu, Syahganda tidak mengherankan bila langkah Hatta Rajasa untuk mengerem perilaku ekonomi neoliberalistik, tak digubris dan bahkan dihadang oleh
Gita Wirjawan selaku sejawatnya di kabinet, seperti upaya pemberlakuan pajak ekspor batubara dan mineral hingga 100 persen, yang sebenarnya berpotensi menambah penerimaan negara dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi jangka panjang serta perluasan lapangan kerja.
Ia juga mengatakan, kritik terhadap Hatta Rajasa yang dipandang mempraktikkan prinsip â€hattanomics†kini mulai ramai diperbincangkan oleh media luar negeri antara lain Wall Street Journal Online pada 23 Mei 2012, yang ditengarai bersifat proteksionis sekaligus anti asing. [zul]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30
Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55
Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30