Berita

PT Chevron Pasific Indonesia

X-Files

Apakah Oknum Pemerintah Terlibat Kasus Chevron

Begitu Uji Lab Keluar Hasilnya, Kejagung Mau Telisik
MINGGU, 17 JUNI 2012 | 09:32 WIB

RMOL.Selain masih mengusut pihak PT Chevron Pasific Indonesia dalam kasus korupsi yang diduga merugikan negara Rp 200 miliar, Kejaksaan Agung akan menelisik, apakah ada oknum-oknum pemerintah yang terlibat.

Hal itu akan dilakukan setelah uji laboratorium perkara proyek fik­tif pemulihan tanah bekas la­han eksplorasi PT Chevron Pa­si­fic Indonesia (CPI) ketahuan hasilnya.   

Jaksa Agung Muda Tindak Pi­dana Khusus Andhi Nirwanto mengaku tidak akan membiarkan oknum-oknum BP Migas dan ok­num-oknum Kementerian Ling­ku­ngan Hidup (KLH) tak diusut. “Un­tuk pihak BP Migas masih kami dalami,” ujar Andhi, kemarin.

Andi juga menyatakan kehe­ra­nan­nya, kenapa PT CPI men­da­pat­kan nilai proper biru dari KLH. Lan­taran itu, jajaran Pidana Khu­sus Kejagung akan mene­li­sik, apa­kah ada oknum-oknum KLH yang terlibat kasus ini. “Kami akan da­lami lebih lanjut, setelah kami me­n­dapatkan hasil yang pasti dari uji laboratorium,” ujarnya.

Menurut Andhi, uji laborato­rium sampel tanah belum ram­pung. Para ahli yang membantu penyidik, masih melakukan uji lab hingga awal pekan depan. “Se­telah uji lab di Serpong, kami kemudian me­la­ku­kan pengujian di sini,” katanya di Gedung Ke­jak­saan Agung, Jalan Sultan Ha­sanuddin, Jaksel.

Kini, Kejaksaan Agung masih me­nunggu hasil uji laboratorium ter­sebut. “Hasilnya akan kami tin­daklanjuti. Minggu depan, hari Rabu, mungkin sudah ketahuan ha­silnya. Dari situ, akan kami ambil langkah tindak lanjut,” katanya.

Andhi menambahkan, uji lab yang dilakukan Kejaksaan Agung bersifat sangat terbuka. Semua du­gaan pelanggaran, saat uji lab di­la­kukan, juga diketahui pihak Chev­ron, KLH dan BP Migas. “Se­bab, para tersangka pun turut serta menyaksikan uji lab itu,” katanya.

Proyek pemulihan tanah bekas lahan eksplorasi PT Chevron itu berlokasi di Kabupaten Duri, Pro­vinsi Riau. Tim penyidik me­me­rik­sa dua lokasi proyek biore­me­diasi itu di Duri pada 9-13 April 2012. Dari lokasi, penyidik me­ngambil sampel proyek bioreme­diasi, mulai dari penampungan ta­nah yang terkena limbah, pe­nge­cekan tanah yang sedang di­proses bioremediasi, hingga ha­silnya. Nah, sampel itulah yang kemudian diuji lab.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arnold Angkouw, uji laboratorium yang difasilitasi Kementerian Lingkungan Hidup ti­dak memadai. Soalnya, pengu­jian di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, Serpong, Banten itu menyisakan satu sam­pel yang tidak bisa diuji, yaitu to­tal petroleum hidrocarbon (TPH).  “Untuk uji TPH, mereka tidak bisa, tidak ada alatnya,” ujarnya.

Kata Arnold, ada tiga sampel yang harus diuji, yaitu pH, TCLP dan TPH. TPH itu sangat ber­ke­naan dengan logam berat dan mi­nyak. “Itu adalah sampel yang sa­ngat penting,” kata bekas Ke­pala Ke­jaksaan Tinggi Sulawesi Utara ini.

Uji laboratorium yang meng­gu­nakan fasilitas KLH itu ber­langsung pada Senin (4/6), sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB itu. “Tapi, kami tidak begitu terpengaruh pada hasil uji lab ini, se­bab kami sudah punya bukti-buk­ti. Kami telah siap menuju pro­ses penuntutan,” katanya.

Untuk TPH akan diuji masing-masing pihak secara sendiri-sen­diri. “Pakar kami akan me­ngu­jinya, nanti itu akan diadu dengan ha­sil uji milik Chevron di penga­dilan. Biarlah hakim yang me­mu­tuskan,” ujar dia.

Pihak PT CPI membantah telah membuat proyek fiktif pemulihan lingkungan bekas lahan eskp­lo­rasinya. “Chevron beroperasi se­suai perundang-undangan dan pe­raturan yang berlaku di Indo­ne­sia,” ujar Coorporate Com­mu­ni­ca­tion Manager PT CPI Dony Indrawan.

Menurut Dony, pekerjaan pe­mu­lihan bekas lahan eksplorasi CPI dengan teknologi bioreme­diasi dilakukan secara terbuka. “Chevron memilih kontraktor me­la­lui proses terbuka, transpa­ran dan bertanggung jawab sesuai prosedur yang ditetapkan Peme­rin­tah Indonesia. Itu bisa dicek juga ke BP Migas,” ujarnya.

Desain dan penggunaan tekno­logi bioremediasi, kata Dony, juga telah dievaluasi dan disetujui ins­tansi pemerintah yang ber­we­nang, yakni Kementerian Lin­g­ku­ngan Hidup BP Migas. “Chev­ron bah­kan mendapat predikat Pro­per Ra­ting Biru dari Kemen­terian Ling­kungan Hidup karena ketaa­tan ter­hadap peraturan lingkungan pada 2011,” katanya.

Reka Ulang

Kecurigaan Muncul Setelah Uji Lab

Kasus proyek fiktif pemulihan tanah bekas lahan eksplorasi minyak PT Chevron Pasific Indo­nesia (CPI) tak kunjung bergulir ke pengadilan. Kejaksaan Agung beralasan masih menunggu hasil uji laboratorium.

Setelah uji lab itu, seorang pe­ja­bat Kejaksaan Agung men­ce­rita­kan kecurigaannya, mengapa ada oknum-oknum Kementerian Ling­kungan Hidup (KLH) yang malah berperan seperti ahlinya Chevron.

Deputi Bidang Pengelolaan Ba­han Beracun Berbahaya (B3) Limbah dan Sampah KLH Mas­nellyarti Hilman menyatakan, pi­haknya akan melakukan evaluasi, benarkah ada oknum-oknum KLH yang berperan seperti ahlinya Chevron dalam kasus ini. “Akan kami evaluasi. Jika me­mang ditemukan pelanggaran, nanti diberikan sanksi sesuai pelanggarannya,” ujar dia.

Seorang sumber yang meru­pa­kan pejabat Kejagung me­nyam­paikan, saat uji lab digelar di Pu­sat Sarana Pengendalian Dampak Ling­kungan, Serpong, Banten, ok­num-oknum itu hadir. Tapi, po­sisinya seperti ahli dari Chevron. Bukan pengawas dari negara. “Pi­hak KLH itu bilang, proyek bio­rem­ediasi tersebut oke,” ceritanya.

Namun, lanjut dia, setelah dita­nya secara mendalam oleh pakar yang diajukan Kejagung, orang-orang itu akhirnya diam. Soalnya, penilaian bahwa proyek itu sudah dilakukan secara benar, tidak di­dasarkan pada penelitian yang utuh. Apalagi, KLH tidak memi­liki salah satu alat yang dibu­tuh­kan untuk uji lab itu. Sehingga, keterangan oknum itu bahwa pro­yek tersebut sudah dilaksanakan se­cara benar, meragukan Kejagung.

Padahal, rekomendasi dari KLH dijadikan instrumen bagi Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Mi­gas) untuk membayar klaim pro­yek bioremediasi ini. “Tim pakar pemerintah yang semestinya me­nga­wasi, justru menjadi tim ahli dari CPI. Bagaimana mau me­nga­wasi kalau begitu,” katanya.

Deputi Bidang Pembinaan Tek­nis Lingkungan dan Pening­ka­tan Kapasitas KLH Henry Bas­taman mengaku akan mengecek informasi itu. Benarkah ada pihak KLH yang juga berperan sebagai ahlinya PT CPI. “Kami akan men­dalami kasus ini lebih cer­mat, serta mengkonfirmasi kepa­da bidang yang menangani kasus lingkungan di KLH,” kata Henry ketika dikonfirmasi.

Kasus ini berawal dari per­ja­n­jian antara BP Migas dan Chev­ron. Salah satu poin perjanjian itu mengatur tentang biaya untuk me­lakukan pemulihan lingku­ngan dengan cara bioremediasi.

Menurut Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, bioremediasi yang seharusnya dilakukan sela­ma perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Pa­dahal, anggaran untuk proyek itu sudah dicairkan BP Migas se­besar 23,361 juta dolar AS. “Aki­bat proyek fiktif ini, negara diru­gi­kan Rp 200 miliar,” tegasnya.

Seperti Tak Diusut Kejaksaan Agung

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, ada keanehan dalam proses penyidikan kasus proyek fiktif pemulihan tanah bekas lahan eksplorasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI).

Sebab, dugaan keterlibatan unsur penyelenggara negara seperti tidak diusut Kejaksaan Agung. Soalnya, semua ter­sang­ka kasus ini dari pihak pe­ru­sa­haan. Padahal,  biasanya, ke­we­nangan penyelenggara nega­ra memicu tindak pidana korupsi.

Keanehan lainnya, kata Eva, Kejaksaan Agung tak kunjung membawa para tersangka kasus ini ke pengadilan. Sehingga, pe­nanganan kasus ini seperti ber­putar-putar di kejaksaan saja.

Dia menegaskan, bila penyi­dik sudah menjalankan mek­a­nisme pengusutan secara benar, yakni tanpa pandang bulu dan sesuai mekanisme hukum, ten­tunya semua pihak yang terlibat dalam kasus ini bisa diseret ke pengadilan.

“Kejaksaan Agung kan mem­punyai pedoman penanganan kasus, berapa lama tahap pe­nye­lidikan, penyidikan dan penun­tutan,” ujarnya. Sebaliknya, lan­jut Eva, jika memang tidak dite­mukan bukti yang kuat, maka Kejaksaan Agung bisa mener­bit­kan peng­hentian kasus.

Dia menegaskan, jika semua mekanisme sudah dijalankan namun tetap ada kejanggalan, bisa jadi itu karena alasan po­litis. “Jika tidak ada alasan tek­nis, maka dugaan ke arah po­litis. Maka, selain mem­per­t­a­nya­kan status kasus tersebut, Ko­misi III bisa melakukan pe­meriksaan khusus atau hearing sambil melibatkan para pihak, termasuk BPK yang akan mem­bantu melalui hasil audit beserta rekomendasinya.”

Eva menambahkan, dari hasil masing-masing proses bisa jadi bahan evaluasi untuk diambil tindakan-tindakan yang relevan. “Termasuk penggantian jaksa-jaksanya,”  kata anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.

Aneh Jika Berhenti Pada Pihak Swasta

Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN

Peneliti Senior LSM Kon­sor­sium Reformasi Hukum Na­sional (KRHN) Erna Ratna Ning­sih menyampaikan, pe­ngu­­sutan kasus bioremediasi fik­tif ini aneh jika berhenti pada keterlibatan pihak swasta.

Menurut Erna, semestinya sejak awal kasus ini bergulir, Kejaksaan Agung sudah mene­lisik, apakah ada pihak Kemen­te­rian Lingkungan Hidup (KLH) dan pihak BP Migas yang terlibat. “BP Migas seba­gai pi­hak yang mewakili pemerintah da­lam kontrak dengan PT Chev­ron, dan KLH patut dite­lisik,” ujarnya.

Dia pun mengingatkan Ke­jak­saan Agung agar tidak be­r­upaya melindungi kepentingan pihak tertentu yang diduga terli­bat kasus ini. Semua pihak yang terlibat dan bertanggung jawab harus diusut. “Seharusnya pe­me­riksaan tanpa tebang pilih, ar­ti­nya se­mua pihak yang ter­libat harus mem­per­tang­gung­ja­wab­kan tin­dakannya,” kata dia.

Persoalannya, lanjut Erna, penyidik dan para pimpinannya kerap hanya berani mengusut pihak-pihak yang relatif lemah atau tidak memiliki kewena­ngan sebagai penanggung ja­wab. “Jangan sampai orang-orang atau operatornya saja yang kena, namun yang me­nyuruh melakukan, tidak ter­sentuh hukum,” katanya.

Dia mengingatkan, kejaksaan dituntut masyarakat tak sekadar menemukan pelaku yang ber­tan­ggung jawab dalam kasus ter­sebut. Tapi, menuntaskan ka­sus tersebut secara keseluru­han. “Siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab,” ujar Erna.

Menurutnya, apabila dalam berita acara pemeriksaan para ter­sangka dan para saksi mun­cul dugaan keterlibatan pejabat BP Migas dan KLH, namun penyidik tidak memeriksanya atau mencoba menghilangkan keterlibatan orang tersebut, maka dapat diduga ada yang mencoba melindungi orang ter­sebut. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya