Berita

buronan koruptor

X-Files

Tim Pemburu Koruptor Mesti Tangkap 23 Buronan Lagi

Setelah Sherny Dimasukkan Ke LP Wanita Tangerang
JUMAT, 15 JUNI 2012 | 11:13 WIB

RMOL. Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Terpidana Tindak Pidana Korupsi alias Tim Pemburu Koruptor, belum saatnya berpuas diri, meski telah memasukkan terpidana kasus BLBI Sherny Kojongian ke LP Wanita Tangerang. Soalnya, mereka masih harus menangkap 23 buronan lagi.

Ketua Tim Terpadu Pencari Ter­sangka dan Terpidana Tindak Pi­dana Korupsi Darmono menga­ku, pihaknya masih memburu para buronan itu.

“Secara resmi, nama dalam DPO yang ada pada kami ada 24 orang. Satu orang, Sherny Ko­jo­ngi­an sudah dide­portasi dari Ame­rika Serikat. Yang belum ter­tangkap, kita lan­jutkan pen­ca­rian­nya,” ujar Wakil Jaksa Agung ini.

Untuk mengejar para tersangka dan terpidana berbagai perkara korupsi itu, kata Darmono, Tim Ter­padu masih berkoordinasi de­ngan kepolisian internasional (Interpol) dan Imigrasi. Tim juga berkoordinasi dengan negara-negara yang diprediksi menjadi ne­gara tujuan para buronan. “Ma­sa­lahnya, belum ada kepastian bu­ronan itu berada di negara mana,” katanya di Gedung Ke­jaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.

Tim Terpadu yang terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri, lan­jut Darmono, masih mengem­bangkan informasi, data dan ke­terangan tentang keberadaan para buronan itu. “Terus dilacak. Se­te­lah ada hasil, baru kami sam­pai­kan,” katanya.

Ditanya, apakah sudah ada ke­majuan dari pelacakan itu, Dar­mono mengaku belum ada. “Tapi tahapan progresnya ada. Kita memperbaiki draft, mutual legal assistance, menyiapkan dan me­lakukan pertemuan-pertemuan de­ngan otoritas negara yang ber­sangkutan.  Tapi, belum ada ha­silnya,” kata dia.

Darmono berjanji, bila sudah ada hasil dari koordinasi tersebut, Tim Terpadu segera menyam­pai­kannya kepada masyarakat. Yang jelas, dia mengaku, pihaknya te­rus melakukan pengejaran ter­hadap para buronan itu.

Berdasarkan situs Kejaksaan Agung, buronan yang mesti dibawa ke Indonesia antara lain, Eko Edi Putranto. Bersama Hen­dra Rahardja selaku Komi­saris Utama PT BHS dan penerbit su­rat penunjukan loan committee, Eko selaku Komisaris dan Sherny selaku Direktur Kredit/HRD/Trea­sury antara tahun 1992 sam­pai 1996 telah memberikan per­se­tu­ju­an untuk memberikan kredit ke­pada enam perusahaan group.

Selain pemberian kredit kepa­da perusahaan group, para ter­pi­dana juga memberikan pers­e­t­u­ju­an untuk memberikan kredit ke­pa­da 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan reka­yasa. Karena kredit tersebut oleh lembaga pembiayaan disalurkan kepada perusahaan group dengan cara dialihkan dengan mener­bit­kan giro kepada perusahaan group, tanpa melalui proses ad­ministrasi kredit dan tidak dibu­ku­kan. Selanjutnya, beban pem­bayaran lembaga pembiayaan kepada PT BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan group. Kerugian negara dalam ka­sus ini hampir Rp 2 triliun. Per­sis­nya, Rp 1.950.995.354.200.

Info terakhir, Eko berada di Australia Barat. Tim Terpadu su­dah mengirim formal requestnya ke Pemerintah Australia. Se­lan­jut­nya, terpidana Samadikun Har­to­no yang alamat terakhirnya di Ja­lan Jambu Nomor 88, RT 05/002 Kelurahan Gondangdia, Men­teng, Jakarta Pusat. Komi­sa­ris Utama PT Bank Modern ini juga terlibat kasus BLBI.

Bank Modern sebagai bank umum swasta nasional yang men­galami saldo debet karena ter­ja­dinya rush, dimana untuk me­nu­tup saldo debet tersebut PT Bank Modern telah menerima ban­tuan likuidasi dari Bank Indo­ne­sia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp 2557.694.000.000.

Dari jumlah BLBI dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan dana ta­langan valas sebesar Rp 2.557.694.000.000 itu, Sama­di­kun selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern, telah meng­gu­na­kannya dengan cara menyim­pang dari tujuan yang secara ke­se­luruhan berjumlah Rp 80.742.270.528,81. Kerugian negara dalam kasus ini Rp 169.472.986.461,52.

Terpidana tidak dapat diek­se­kusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri. Info ter­akhir, Samadikun tinggal di Apartemen Beverly Hills Si­nga­pura. Punya pabrik film di China dan Vietnam.

Buronan berikutnya adalah Hes­ham Al Warraq, terpidana ka­sus Bank Century. Dia sempat diperkirakan berada di Kindom Tower 20th/Floor Riyadh, 1162, Kindom of Saudi Arabia.

REKA ULANG

Sherny Diusir Imigrasi Amerika

Imigrasi Amerika Serikat me­nemukan masalah keimigrasian atas nama Sherny Kojongian, se­hingga melakukan pengusiran.  Na­mun, terpidana kasus BLBI itu tak mau menyerah begitu saja. Dia melawan otoritas Amerika, ka­rena merasa dokumen imig­ra­si­nya sah. Intinya, wanita kela­hiran Manado ini merasa berhak tinggal di negara Paman Sam.

Usaha deportasi itu akhirnya me­ngalir ke pengadilan tingkat pertama di San Francisco. Hasil­nya, pengadilan tingkat pertama menyatakan Sherny bersalah. Pe­ngadilan memutus, penggugat un­tuk mematuhi perintah deportasi.

Tapi, Sherny belum puas. Dia mengajukan banding ke penga­di­lan tinggi Ninth Circuit Amerika Se­rikat. Hasilnya, pengadilan tinggi memutus sama dengan pengadilan sebelumnya. Dengan kepastian hukum yang mengikat itu, Sherny harus dideportasi.

“Sanksi deportasi harus dija­la­ni. Imigrasi dan Interpol Amerika me­nangkap Sherny dan meng­koordinasikannya dengan perwa­kilan Polri di sana,” kata Kepala Sekretariat NCB Interpol Polri Brigjen Sugeng Priyanto

Proses gugatan Sherny, lanjut­nya, membuat proses de­por­ta­si berlarut-larut. Praktis selama tiga tahun, jajaran Interpol mesti me­mantau pergerakan putri pe­ngusaha apotek tersebut.

Penantian panjang untuk menyeret terpidana kasus korupsi Bank BHS sebesar Rp 1,95 triliun itu ke Tanah Air, berakhir pada 11 Juni 2012, saat otoritas ke­ama­nan Amerika Serikat meng­ek­sekusi Sherny di San Fransisco.

Sesampainya di Bandara Soe­karno Hatta pada 13 Juni, Sherny dibawa Tim Terpadu ke Gedung Ke­­jaksaan Agung, Jalan Sultan Ha­sanuddin, Jakarta Selatan. Sherny digiring ke Kejagung pa­kai Mobil Toyota Kijang Innova berwarna silver bernomor B 1492 WQ.

Di Gedung Kejaksaan Agung, tim terpadu yang diketuai Wakil Jaksa Agung Darmono meng­ge­lar jumpa pers. Darmono me­nyam­paikan, ada tiga hal penting dalam proses pemulangan dan eksekusi Sherny. “Pertama, di da­lam pesawat, begitu memasuki wi­layah Indonesia, pihak Imig­rasi Amerika Serikat me­nye­rah­kan Sherny ke pihak Imigrasi In­donesia,” katanya.

Berdasarkan mekanisme resmi pemerintah Amerika Serikat, kata Darmono, pihak Imigrasi AS ha­rus mendampingi orang yang di­deportasi sampai memasuki batas wilayah hukum negara yang dituju. “Kedua, terjadi penyera­han ter­pidana dari Dirjen Imigrasi In­do­nesia kepada Tim Terpadu Pen­­cari Tersangka dan Terpidana Tin­dak Pidana Korupsi, untuk se­lanjutnya diambil tindakan hukum berupa proses eksekusi,” urainya.

Hal ketiga, lanjut Darmono, eksekusi terhadap Sherny yang dilakukan Kejaksaan Negeri Ja­karta Pusat selaku eksekutor. Sherny dieksekusi ke Lapas Wa­nita Tangerang.

Perburuan Koruptor Belum Maksimal

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyam­paikan, ada dua hal penting yang harus dilakukan Tim Pem­buru Koruptor.

Pertama, memburu sampai ketemu para buronan kelas kakap itu dan mengeksekusinya ke penjara. “Kedua, perburuan terhadap harta kekayaan me­re­ka dan aset-asetnya. Itu harus dikembalikan ke negara,” ujar Yahdil, kemarin.

Lebih lanjut dia me­nyam­pai­kan, kerja perburuan koruptor itu belum maksimal. Sebab, lan­jut politisi PAN ini, Tim Pem­buru belum fokus menang­kap dan mengembalikan ke­ru­gian negara yang diakibatkan para terpidana yang buron itu.

“Tim ini belum maksimal kerjanya. Ini adalah perma­sala­han yang harus benar-benar fo­kus mengatasinya. Perlu kerja-kerja yang intens, melakukan loby-loby dan perjanjian yang me­miliki payung hukum de­ngan sejumlah negara agar bisa segera ditangkap para bu­ro­nan­nya. Perlu ada juga tim kuasa hu­kum di dalam dan luar ne­geri,” katanya.

Memang, lanjut dia, ada saja kesulitan yang terjadi di lapa­ngan. Akan tetapi, semua itu pastinya bisa dilakukan bila be­nar-benar serius. “Negara-nega­ra lain tentunya punya kepe­dulian yang sama untuk me­nangkap penjahat dan koruptor.

Ada juga konsensus interna­sional untuk memberantas ko­rupsi. Pastinya bisa dilacak bila serius,” ujar Yahdil.

Dia mengingatkan, akibat ulah para terpidana kasus ko­rupsi yang buron itu, rakyat In­do­nesia menjadi terbebani mem­bayar utang negara yang sangat besar. “APBN kita habis juga untuk bayarin kerugian dan utang yang diakibatkan mereka. Jadi, itu semua harus diburu dan dikembalikan,” ujarnya.

Dia berharap, Tim ini bisa serius membuktikan kerjanya menangkap dan mengeksekusi para buronan itu, serta mengem­balikan kerugian negara. “Jadi tidak cukup hanya bergantung pada Interpol. Pihak Imigrasi kita, Kementerian Luar Negeri dan Kejaksaan harus serius mem­buru mereka,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Ko­misi III DPR lainnya Marthin Hutabarat menyampaikan, pen­ting bagi kejaksaan melakukan evaluasi atas kinerja perburuan mereka selama ini. Kejaksaan harus mengevaluasi apa pe­nyebab belum tertang­kap­nya para buronan lain. Koor­dinasi de­ngan kepolisian ha­rus di­tingkatkan.

Hambatan Ekstradisi Tak Bisa Jadi Alasan

Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Ja­karta Poltak Agustinus Sinaga mengakui, memburu buronan itu sulit karena ada hambatan aturan ekstradisi di negara lain. Tapi, hal itu jangan selalu dijadikan alasan, sebab masalah ekstradisi bisa dicarikan solusi yang sah.

“Kita tidak punya perjanjian ekstradisi atau perjanjian go­vernment to government yang se­rius untuk menangkap ter­sangka yang ada di luar negeri,” ujar Poltak, kemarin.

Keseriusan memberantas ko­rupsi, lanjut Poltak, juga masih belum terbukti. Pemberantasan korupsi, kata dia, masih sebatas wacana. “Ditambah lagi keti­dak­seriusan memberantas ko­rupsi yang dari tahun ke tahun hanya wacana. Bahkan, pem­be­rantasan korupsi cenderung di­jadikan jualan kampanye dari pe­milu ke pemilu,” katanya.

Sikap negara dan penegak hu­kum yang cenderung me­man­jakan para koruptor dengan hukuman yang rendah, yang ti­dak setimpal dengan nilai ke­ru­gian negaranya, semakin membuat masyarakat tidak yakin dengan keseriusan aparat hukum memberantas korupsi.

Kemudian upaya memburu koruptor, lanjut Poltak, tidaklah cukup dengan membentuk tim. “Yang efektif bukanlah mem­ben­tuk tim, satgas dan sejenis­nya. Itu malah memboroskan uang negara. Yang harus dila­ku­kan adalah pembenahan ins­tansi kejaksaan, mulai dari re­k­rutmen,” ujarnya.

Selain itu, kata Poltak, kinerja Jaksa Agung perlu dievaluasi. “Apakah sudah bisa me­ngem­balikan uang negara dalam jum­lah yang signifikan, kalau be­lum, ya harus diganti. Sehingga, Jaksa Agung tahu gunanya un­tuk apa dia menjabat sebagai Jak­sa Agung,” ucapnya.

Evaluasi dan memeriksa re­kam jejak setiap jaksa, termasuk Jaksa Agung, perlu dilakukan, untuk memastikan sejauh mana komitmennya terhadap penega­kan hukum dan pemberantasan korupsi. “Perlu diperiksa juga re­kam jejaknya, sudah me­la­ku­kan apa buat penegakan hu­kum? Kalau tidak ada, ya mun­durlah biar posisi itu diisi orang-orang yang lebih peduli sama bangsa ini,” ujar Poltak. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya