syahganda nainggolan/ist
syahganda nainggolan/ist
RMOL. Kebebasan pers di Tanah Air yang tercipta sejak era reformasi tidak bisa dilepaskan dari peran besar Letnan Jenderal TNI (Purn) Yunus Yosfiah, saat menjadi Menteri Penerangan (1998-1999). Namun disayangkan, makna kebebasan pers yang dipelopori seniornya itu, ternyata sulit dipahami oleh institusi TNI sehingga masih saja terjadi kasus kekerasan aparat TNI kepada wartawan yang bertugas di lapangan.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, Jumat (1/6), menanggapi peristiwa penganiayaan dan perampasan alat kerja peliputan oleh anggota TNI Angkatan Laut terhadap sejumlah koresponden televisi nasional dan wartawan lokal, saat meliput pembongkaran warung mesum di kawasan wisata Pantai Bungus, Padang, Sumatera Barat pada Selasa (29/5).
Empat wartawan televisi dihajar aparat yang sedang berada di lokasi pembakaran dan pembongkaran lapak-lapak yang berada di kawasan Bukit Lampu. Hal itu terjadi saat operasi gabungan yang dilakukan tim SK4 (Pol PP, Polisi, Trantib dan TNI), Selasa (29/5) sekitar pukul 15.00 WIB.
Empat wartawan itu masing-masing Budi Sunandar (Global TV), Afriyandi (Metro TV), Deden (Trans TV), dan Julian (Trans 7) dikabarkan sempat dihambat dan diambil kameranya oleh aparat yang tampak berjaga di jalan raya. Sementara, Ridwan (Padang Ekpress), Agus (Riau TV), Ejha (Favorit TV) disebutkan tidak sempat ditahan, tapi kamera Ridwan dilaporkan pecah.
"Harusnya Panglima TNI malu dengan kejadian tersebut, apalagi kasusnya di lokasi tidak terhormat yang dimusuhi masyarakat," tegas Syahganda.
Menurutnya, institusi dan aparat TNI seharusnya menjadikan dunia pers utamanya wartawan sebagai sahabat yang memiliki kebebasan pekerjaan jurnalistik di masyarakat. Lebih lagi, terkait hadirnya sejarah pers bebas pascapemerintahan rezim Soeharto justru dimulai oleh tokoh yang dibesarkan institusinya.
Syahganda mengatakan, saat ini bukan lagi masanya untuk TNI terlibat konflik atau menghalang-halangi tugas wartawan, karena hal itu akan merugikan wibawa sekaligus profesionalisme TNI. Kasus kekerasan juga dapat merendahkan citra TNI di tengah masyarakat selain berakibat tuntutan hukum.
"TNI tidak perlu kuatir atau bahkan takut dengan wartawan. Sebaliknya TNI harus menjaga dinamika kebebasan pers sebagai wujud kebanggaan yang dimulai oleh pendahulunya," ujarnya.
Ia menambahkan, tugas-tugas TNI termasuk dalam tragedi bencana baik kemanusiaan dan alam, sejauh ini menciptakan kerjasama yang baik dengan wartawan peliput yang berakibat pemberitaannya di publik penuh simpatik kepada TNI, seperti dalam kasus penanganan korban tsunami Aceh dan kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
"Nah, apakah pimpinan TNI melupakan peran wartawan yang begitu obyektif dalam menghargai kerja keras anggotanya melalui pemberitaan," tanya Syahganda. [zul]
Populer
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
UPDATE
Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14
Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05
Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46
Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41
Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33
Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11
Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43
Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36
Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35
Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34