Abdul Hafiz Anshary
Abdul Hafiz Anshary
RMOL. Mabes Polri tak kunjung memeriksa Abdul Hafiz Anshary, setelah menarik SPDP yang menerangkan status tersangka bekas Ketua KPU itu, dalam kasus sengketa Pilkada Halmahera Barat.
Kabareskrim Polri Komjen Sutarman menyatakan, kepoÂliÂsiÂan sama sekali belum menÂjadÂwalÂkan pemeriksaan Abdul Hafis Anshary.
Menurut dia, sejak surat perinÂtah dimulainya penyidikan (SPDP) ditarik dari Kejagung, piÂhaknya masih mempelajari duÂgaÂan pelanggaran tindak pidana haÂsil Pilkada Halmahera Barat.
Bekas Kapolda Metro Jaya ini, tak merinci hasil analisa semenÂtara yang diperoleh jajarannya. NaÂmun, ia menyatakan, kepoliÂsian menemukan kendala dalam menghimpun data. Kasus ini suÂdah terjadi lama, sehingga peÂnyiÂdik butuh waktu ekstra untuk kemÂbali mengumpulkan data-data. Karena pengumpulan doÂkuÂmen kasus ini belum maksimal, polisi pun belum mengagendakan pemeriksaan bekas Ketua KPU tersebut. “Belum kita agendakan peÂmeriksaannya,†ucapnya kepaÂda RM, Kamis (24/5) petang.
Sebelumnya, sumber di DirekÂtoÂrat I Pidana Umum Bareskrim Polri menginformasikan, penyiÂdik sudah mengumpulkan keÂteÂraÂngan saksi. Saksi-saksi yang diÂmaksud adalah pelapor kasus ini, politisi Partai Hanura Abdul SyuÂkur Mandar, Ketua KPU Maluku Utara, empat anggota KPUD HalÂmaÂhera Barat dan dua orang beÂkas komisioner KPU pusat, Abdul Aziz serta Endang Sulastri.
Namun demikian, pemeriksaan saksi dilakukan tanpa diikuti peÂnyusunan berkas perkara. MakÂsudÂnya, keterangan saksi masih sebatas ditujukan untuk menÂgÂkonÂfirmasi duduk perkara. PeÂnyiÂdik ini juga memastikan, tiga beÂkas komisioner KPU lainnya seÂperÂti Abdul Hafiz Anshary, SyamÂsul Bahri dan I Gusti Putu Artha belum dijadÂwalkan menjaÂlani pemeriksaan kepolisian. “Belum ada pemeÂrikÂsaan terhaÂdap mereka,†ucapnya.
Lebih jauh, menjawab polemik seÂputar SPDP nomor B./81 DP/VII/2011/Dit.Tipidum yang ditarik kepolisian, Sutarman menegaskan, SPDP bersifat sebatas pemberitahuan pada jaksa penuntut umum. Bahwasannya, kepolisian menangani sebuah kasus. Kalaupun dalam SPDP tertulis status tersangka, hal itu merupakan kelengkapan syarat formil semata.
Artinya, jika dalam proses peÂnyelidikan dan penyidikan tak diÂtemukan tindak pidana, maka peÂnyidikan bisa dihentikan. “AtuÂranÂnya seperti itu. Jadi di sini, kita tidak pernah menarik atau memÂbatalkan SPDP. SPDP itu sifatnya pemberitahuan,†kata bekas KaÂpolres Bekasi tersebut.
Disoal kenapa polisi yang beÂlum pernah memeriksa bekas KeÂtua KPU berani menÂcanÂtumÂkan status tersangka dalam SPDP, dia beralasan, status itu merupakan syaÂrat formil yang harus dipeÂnuÂhi. Hal itu sesuai dengan aturan KUHAP. Namun demikian, dia menggarisbawahi, status bekas orang nomor satu di KPU itu sampai kini masih sebaÂgai saksi terlapor. “Penyelidikan dan peÂnyidikannya masih berÂlangsung,†ucapnya.
Dia menyatakan juga, penyidik yang membuat dan menangani SPDP tidak dikenai sanksi. SoaÂlÂnya, hal ini tidak masuk dalam kaÂtegori pelanggaran adminisÂtratif maupun pidana. “Tidak ada yang salah di sini. Penyidik menÂjalankan tugas sesuai keweÂnangannya.â€
Berlarutnya pengusutan kasus ini pun, tuturnya, tidak dipicu lanÂtaran telah diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). “Tidak ada itu SP3. Belum ada,†katanya. Penuturan SutarÂman ini terkait dengan pernyataan Jaksa Agung Basrief Arief.
SeÂbelumnya, Basrief bilang, SPDP atas nama tersangka Abdul Hafiz Anshary sudah dicabut kepoÂliÂsian. Sejak SPDP kasus ini ditarik kepolisian, kejaksaan belum menerima pelimpaÂhan berkas perkara atas nama Abdul Hafiz Anshary.
REKA ULANG
Bermula Dari Masalah Penghitungan Suara
Irjen Anton Bachrul Alam, saat menjabat Kadivhumas Polri meÂngatakan, rangkaian pemeriksaan saksi kasus ini untuk melengkapi dokumen rekapitulasi suara hasil pemilu legislatif di tingkat KabuÂpaÂten Halmahera Barat dan tingÂkat Provinsi Maluku Utara.
“Kami dapatkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sidang-sidang pleno di KPU,†ucapnya. Anton menambahkan, meski pernah memeriksa dua dari lima komisioner KPU, polisi beÂlum membuat Berita Acara PeÂmeriksaan (BAP) mereka.
Kepada Panja Mafia Pemilu DPR, bekas Ketua KPU Abdul Hafidz Anshary menjelaskan duduk perkara kasus Halmahera Barat yang sempat menyeretnya seÂbagai tersangka. Dia menyeÂbutÂkan, secara substansial kesalaÂhan diduga terjadi di tingkat provinsi.
Dia mengatakan, pada Kamis, 8 Mei 2009, KPU Maluku Utara mengadakan rekapitulasi hasil perolehan suara parpol dan caleg DPR di Hotel Pallace Ternate. RinÂciannya, KPU Halmahera BaÂrat menghasilkan perhitungan suara, dengan total akhir suara sah dari Hanura 18.197. Total suara yang diperoleh caleg HaÂnura M Syukur Mandar adalah 16.126. Sementara hasil rekap KPU Provinsi Maluku Utara, suara Hanura mencapai 41.074. Di sini M Syukur Mandar mengÂgaet 28.764 suara.
“Terhadap rekap itu, saksi PDIP menyampaikan keberatan ke Ketua KPU Halmahera Barat tanggal 8 Mei 2009,†jelasnya daÂlam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panja Mafia Pemilu KoÂmisi II DPR, Rabu (19/10).
Dalam perolehan suara disebut, untuk DPR Hanura 18.197 dan PDIP 10.993. Padahal, berdÂasÂarÂkan rekap pada tingkat PPK di 9 kecamatan wilayah Halmahera Barat, Hanura mendapat 12.712 dan PDIP 12.422. “KPU HalÂmaÂhera Barat rapat pleno. Namun perÂbaikan belum sempat disamÂpaiÂkan ke KPU Provinsi Maluku Utara, sehingga data yang dibawa KPU Maluku Utara pada rekap naÂsional masih data lama,†jelasnya.
Lanjutnya, pada 9 Mei 2009 KPU melaksanakan rekap suara secara nasional untuk DPR di kanÂtor KPU. KPU Maluku Utara memÂbacakan rekap, dan saksi PDIP keberatan, khususnya untuk suara kabupaten Halmahera Barat. Berdasarkan kesepakatan, maka dilakukan rekap ulang deÂngan melihat dokumen-dokumen yang ada karena masih di tangan KPU HalÂmahera Barat dan tidak dibawa ke Jakarta. “Alasannya ketinggaÂlan pesawat, masih rekap data kaÂbuÂpaten Halmahera Barat,†jelasnya.
Saksi-saksi PDIP ketika gugaÂtan ini dibawa ke MK meÂnyamÂpaikan bukti-bukti dan dokumen yang lengkap. Sementara Hanura tidak menyampaikan atau meÂnunÂjukkan bukti dan dokumen yang cÂukup. “Setelah melalui perÂsiÂdaÂngan, maka MK mengatakan bahÂwa bukti yang disampaikan HanuÂra lemah. Sebaliknya, bukti-bukti yang diajukan termohon, yakni KPU Provinsi Maluku UtaÂra dan pihak terkait lebih valid serta beralasan hukum karena meÂmuat data yang lebih terpeÂrinci hingÂga tingkat kecamatan,†ujarnya.
Akibat sengketa hasil penghiÂtungan suara tersebut, politisi ParÂtai Hanura Abdul Syukur ManÂdar melaporkan Abdul Hafiz Anshary ke Mabes Polri. Pada 15 Agustus 2011, Kejaksaan Agung menerima SPDP dari Mabes Polri yang berisi keterangan Ketua KPU berstatus tersangka Yang disangkakan kepada Abdul Hafiz antara lain, tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Kasus Pemilu Erat Dengan Persoalan Politis
M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyatakan, persoalan sengketa pilkada henÂdaknya diselesaikan secara obÂyektif. Jangan sampai penguÂsutan skandal hukum justru memicu konflik politis secara horisontal.
“Penegak hukum di sini menÂjaÂdi kunci. Mereka harus mamÂpu menunjukkan indepenÂdenÂsinya,†kata anggota DPR dari Fraksi PAN ini.
Dia menilai, perkara hukum dalam konflik pemilu dan pilÂkada erat kaitannya dengan perÂsoalan politis. Oleh karenanya, sangat diperlukan kepiawaian peÂnegak hukum dalam memaÂhami dan memproses kasus model begini.
Menurut dia, kasus pidana terÂkait sengketa pemilu atau pilÂkada biasanya unik dan rumit. “Unik karena melibatkan beÂraÂgam unsur di dalamnya. Rumit karena seringkali terjadi secara terstruktur. Terkoordinasi,†ucapnya.
Jadi, mau tidak mau, keÂmamÂpuan penegak hukum membaca perkara sangat diperÂluÂkan. Tanpa dilengkapi kemamÂpuan mumpuni dan dukungan penuh dari institusi penegak hukum, skandal-skandal terkait sengÂketa pemilu dan sejenisnya, buÂkan tak mungkin akan memicu persoalan baru yang lebih komÂpleks. “Kasus SPDP yang meÂnyÂeret pimpinan KPU itu menÂjadi contoh nyata.
Yang mencuat sudah dua kali, harusnya ini jadi perhatian, khuÂsusnya dari pimpinan kepoÂlisian,†tegasnya. Dia pun meÂminta kepolisian segera meÂninÂdaklanjuti semua rekomendasi Panja Mafia Pemilu DPR dalam menangani kasus hukum terkait pemilu dan pilkada. “Kan ada acuan dasarnya.â€
Penetapan Status Tidak Boleh Serampangan
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekjen Perhimpunan MagisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, peneÂtaÂpan status tersangka pada beÂkas Ketua KPU berpengaruh besar terhadap legitimasi peÂmiÂlu maupun pilkada. Karena itu, penetapan status hukum pada beÂkas pimpinan lembaga pemiÂlu hendaknya dilandasi bukti huÂkum yang kuat.
“Proses itu tidak boleh dilaÂkuÂkan serampangan. Harus melewati proses yang legal atau sah secara hukum,†ucapnya. Dia khawatir, penetapan status tersangka pada Ketua KPU dimanfaatkan pihak tertentu.
Bisa jadi, prediksinya, hal itu dimanfaatkan para mafia pemiÂlu untuk balas dendam. Pihak-pihak yang kalah pemilu atau pilkada, bisa dengan mudah menggugat panitia pemilu atauÂÂpun pemeÂnang pemilu mauÂpun pilkada. “Gugatannya beragam ada yang ditempuh secara administratif maupun piÂdana,†ujarnya.
Di situlah, menurut dia, peneÂgak hukum harus waspada. SeÂtiÂdaknya, menanggapi setiap perÂkara yang ada secara proporÂsioÂnal. Jangan sampai, penaÂngaÂnan kisruh pemilu maupun pilkada itu ditunggangi. Atau, diÂbonceng kepentingan penyusup.
Iwan pun meminta, Polri dan Kejagung segera berkoordinasi dalam mengentaskan polemik peÂnetapan status tersangka beÂkas Ketua KPU. Jika persoalan ini dianggap krusial oleh kedua lembaga hukum itu, hendakÂnya, penyelidikan dan penyiÂdiÂkan kasus ini segera dilaÂkÂsanaÂkan. “Bukan malah digantung. DiÂbiarkan hingga berlarut-laÂrut,†tuturnya.
Jika penegak hukum enggan menyelesaikan kasus tersebut, maka akan menjadi semacam api dalam sekam. Suatu waktu, tambahnya, kasus ini akan menÂcuat. Menjadi bahan pertanyaan masyarakat. Otomatis pula, preÂseden tersebut akan menunÂjukÂkan bahwa wibawa penegak huÂkum masih lemah tatkala berÂhadapan dengan kepentingan elit politik. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58