Berita

Anggoro Widjojo

X-Files

Anggoro Widjojo Berpeluang Disidang Secara In Absentia

KPK Belum Mampu Bekuk Kakak Anggodo
JUMAT, 25 MEI 2012 | 09:49 WIB

RMOL. Selain melacak jejak buronan Anggoro Widjojo alias Ang Tju Hong di Singapura dan China, KPK mengorek keterangan saksi-saksi tambahan. Terbuka peluang kasus Anggoro disidang secara in absentia.

Direktur PT Masaro Radio­kom ini dikenal licin. Ke­pia­wai­an­nya diperlihatkan ketika ia ber­hasil mengecoh penegak hukum. Sebelum dicekal dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, ia dan istrinya lebih dulu kabur ke Si­ngapura. Sejak meninggalkan Indonesia, bos perusahaan reka­nan Kementerian Kehutanan (Ke­menhut) itu seperti tak tersentuh.

Padahal, sepak terjangnya men­jungkirbalikan hukum Tanah Air sempat bikin geger jagat Nu­san­tara. Bagaimana tidak, tatkala trans­krip percakapan telepon Ang­goro dan sejumlah pihak di­buka di Mahkamah Konstitusi (MK), sederet nama penting di­seb­ut dalam skenario meng­kr­i­mi­na­lisasi pimpinan KPK itu.

Kini, setelah kasusnya nyaris tak terdengar, KPK kembali gen­car mengorek keterangan saksi-saksi, seperti dari Partai Golkar. Kedua saksi yang dipanggil ter­akhir adalah bekas Bupati Pono­rogo Maksum Singodimedjo dan politisi senior partai berlogo po­hon beringin, Bomer Pasaribu.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo me­nga­ku tidak tahu persis apa substansi pemeriksaan kedua saksi ter­se­but. Dia memastikan, peme­rik­sa­an saksi akan dikembangkan de­ngan pemeriksaan saksi-saksi lainnya.

Yang pasti, rangkaian p­e­me­rik­saan saksi tambahan ditujukan un­tuk menggali fakta dan bukti-bukti tambahan dalam perkara ini. Di luar itu, secara formil hasil pemeriksaan saksi juga bisa dilampirkan untuk melengkapi berkas perkara Anggoro.

Kelengkapan berkas, lanjut­nya, punya bobot penting. Se­lain bisa jadi peluru tambahan untuk me­ya­kinkan negara lain dalam mem­bantu perburuan KPK. Pa­ling tidak, kelengkapan berkas perkara menunjukkan bahwa KPK komit menye­le­sai­kan skan­dal ini.

Johan menggarisbawahi, ke­leng­kapan berkas perkara jadi per­hatian KPK. Dengan lengkap­nya berkas perkara, maka kasus ko­rupsi pengadaan sistem komu­ni­­kasi radio terpadu (SKRT) de­ngan tersangka Anggoro bisa se­gera dilimpahkan ke pengadilan.

Menjawab kendala tentang be­lum tertangkapnya kakak Ang­go­do tersebut, Johan tak me­nyang­gah apabila persidangan Anggoro bisa digelar secara in absentia (tan­pa kehadiran terdakwa). “Bisa saja, itu tergantung rangkaian pro­ses nantinya,” jelas dia.

Ia menambahkan, perburuan Anggoro masih dilanjutkan. Tim penyidik KPK maupun Sekre­tariat Interpol (Divisi Hubungan International) Polri terus beker­ja­sama melacak keberadaan pe­ngusaha asal Surabaya, Jawa Ti­mur itu. Namun ketika disoal tentang info keberadaan Anggoro di Singapura atau China, Johan tak berkomentar banyak. “Soal keberadaan Anggoro tidak bisa diungkap ke publik,” kelitnya.

Sebelumnya, tersiar kabar,  Anggoro telah  meninggalkan Si­ngapura. Buronan tersebut masuk ke China dan belum ter­iden­ti­fi­kasi keluar alias meninggalkan negeri tirai bambu tersebut.

Kabareskrim Polri Komjen Sutarman pun mengatakan, koor­dinasi untuk membawa Anggoro pulang ke Tanah Air dilakukan ke­polisian melalui Interpol ber­sama jajaran KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Dirjen Imig­rasi dan Kemen­teri­an Luar Ne­geri.  “Koordinasi an­tar lembaga sudah dilakukan. Pe­lacakan lewat Interpol juga di­intensifkan,” ucapnya.

Akan tetapi, dia tak mau me­nyebutkan di negara mana Anggoro sembunyi. Yang jelas,  tim gabungan masih mencari yang bersangkutan. Kalau tim sudah mengetahui kebe­radaan­nya, pemantauan pergerakan bu­ronan itu dilakukan secara ketat.

Diketahui, dalam perkara duga­an korupsi SKRT ini, KPK telah menggiring tiga tersangka ke Pengadilan Tipikor. Ketiga tersangka yang telah menjadi ter­pidana itu adalah Azwar Ches­putra dan Hilman Indra dari Frak­si PBB serta Fahri Andi Leluasa dari Fraksi Partai Golkar.

REKA ULANG

Jadi Tersangka Sejak 19 Juni 2009

KPK menetapkan Anggoro Wid­jojo sebagai tersangka kasus ko­rupsi pengadaan sistem kom­u­ni­kasi radio terpadu (SKRT) Ke­menterian Kehutanan pada 19 Juni 2009. Anggoro disangka mel­anggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 Undang Un­dang Nomor 31 tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keterlibatan Anggoro  dike­ta­hui dalam persidangan kasus suap proyek Tanjung Api-api dengan terdakwa Yusuf Erwin Faishal. Selain itu, diketahui berkat upaya KPK menggeledah kantor Yusuf Erwin di Gedung PT Masaro pada Juli 2008, terkait kasus suap pro­yek Tanjung Api-api. Dalam pro­yek senilai Rp 180 miliar ini, ne­ga­ra diduga dirugikan Rp 13 miliar.

Dalam persidangan, Yusuf Erwin didakwa menerima uang Rp 125 juta dan 220 ribu dolar Amerika Serikat. Uang tersebut se­bagai imbalan atas bantuannya me­nyetujui anggaran pada prog­ram revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan.

Proyek SKRT ini bermula pada Januari 2007, saat Kementrian Ke­hutanan mengajukan usulan rancangan program revitalisasi rehabilitasi hutan. Kementerian Kehutanan yang saat itu dipimpin MS Kaban, mengajukan angga­ran Rp 180 miliar.

Padahal, proyek ini sudah di­hen­tikan pada 2004, saat Menteri Kehutanan dijabat M Prakoso. Di sini, Anggoro diduga  mem­pe­ngaruhi anggota Komisi Keh­u­ta­nan DPR untuk melanjutkan pro­yek tersebut. Kemudian, Komisi Kehutanan DPR yang dipimpin Yusuf Erwin Faishal menge­luar­kan surat rekomendasi pada 12 Feb­ruari 2007. Surat reko­men­dasi itu juga ditandatangani oleh Hilman Indra dan Fachri Andi Laluasa.

Mengetahui adanya usulan itu, Yusuf Erwin meminta Much­tar­rudin melakukan pertemuan de­ngan perwakilan PT Masaro Ra­diocom, Anggoro Wijoyo sebagai rekanan pengadaan alat ko­mu­nikasi. Pertemuan itu, ditujukan untuk  membicarakan fee yang akan diberikan PT Masaro ke­pada Komisi Kehutanan.

Dalam surat itu, disebutkan me­m­inta Kementrian Kehutanan meneruskan proyek SKRT.  Dise­butkan pula,  untuk pengadaan SKRT sebaiknya menggunakan alat yang disediakan PT Masaro.  Pada 16 Juni 2007 anggaran dise­tujui. Lembar pengesahan, di­tandatangani juga oleh Menteri Kehutanan. Akibatnya, bekas Menhut itu diperiksa KPK se­bagai saksi.

Selain memberikan uang ke­pada Yusuf Erwin, Anggoro juga disangka membagikan uang ke­pada sejumlah anggota Komisi Kehutanan seperti Fahri Andi La­luasa senilai 30 ribu dolar Si­ngapura, Azwar Chesputera 30 ribu dolar Singapura, Hilman Indra 140 ribu dolar Singapura, Muctar­rudin 40 ribu dolar Si­ngapura dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta.

Tak terima dijadikan tersangka kasus SKRT, Anggoro melapor­kan dugaan pemerasan ke Ketua KPK. Dugaan pemerasan ini ter­ungkap pertama kali lewat testi­moni bekas Ketua KPK Antasari Azhar. Dalam testimoninya, An­tasari menulis, Anggoro pernah melaporkan adanya dugaan pe­merasan oleh oknum KPK.

Saat dugaan pemerasan ini mencuat, Anggoro dan adiknya, Anggodo Widjojo pun dituding sengaja membuat skenario untuk mengkriminalisasi pimpinan KPK. Pemerasan, menurut pe­nga­cara Anggodo, Bonaran Si­tumorang diduga dilakukan dua orang yang mengaku utusan dari KPK berinisial ES dan AM.

Seperti Nazar & Nunun Anggoro Semestinya Bisa Ditangkap

Tjatur Sapto Edy, Wakil Ketua Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy yakin, KPK bisa membawa pulang Anggoro Widjoyo ke Tanah Air. Ke­ber­hasilan KPK membawa pulang buronan ini, akan jadi syok tera­pi buat tersangka korupsi yang berupaya kabur ke luar negeri. “Saya rasa KPK bisa. Tinggal kemauan mereka saja,” katanya.

Dia mempertanyakan, kena­pa bu­ronan lain seperti Na­za­ruddin dan Nunun Nurbaetie bisa di­tang­kap dan dibawa ke In­do­ne­sia. Tapi, ketika ber­ha­dapan de­ngan kasus Anggoro, KPK tidak mampu melakukan hal serupa.

Hal tersebut, lanjut dia, jelas mengundang tanda tanya besar. Dia mengingatkan, hal paling menentukan dalam membawa pulang Anggoro adalah niat dan kemauan keras. “Jadi ini sangat tergantung kemauan dan niat keras KPK saja,” ucap politisi PAN ini.

Apalagi saat ini, koordinasi KPK dengan penegak hukum negara lain sudah bagus. Koor­dinasi yang baik itu, tentu harus dimanfaatkan secara maksimal. Dia tak setuju apabila Anggoro di­sidang secara in absentia. Soal­nya, mekanisme sidang mo­del tersebut, sangat me­ngun­tungkan buronan itu.

Di luar hal tersebut, dia meni­lai, persidangan secara in ab­sen­tia justru berdampak buruk bagi penegak hukum. Sidang in absentia menunjukan bahwa penegak hukum tidak mampu menyeret para buronan kembali ke Tanah Air.

Ketakmampuan ini, sam­bung­nya, kemungkinan besar malah dimanfaatkan para ter­sangka kasus korupsi untuk ka­bur ke luar negeri. “Intinya, saya masih optimis bahwa KPK mampu membawa pulang buro­nan seperti Anggoro ini.”

Penangkapan Anggoro Hendaknya Tetap Jadi Prioritas

Togar M Sianipar, Wakil Ketua Umum PP Polri

Bekas Kepala Pelaksana Ha­rian Badan Narkotika Nasional Komjen (Purn) Togar M Siani­par menyatakan, persoalan bu­ronnya Anggoro Widjoyo hen­daknya tetap jadi prioritas KPK.

Menurutnya, kinerja KPK membawa pulang buronan seperti Nazaruddin maupun Nu­nun Nurbaetie hendaknya bisa dipertahankan. Eksistensi KPK di sini akan menunjukan bahwa mereka tidak tebang pilih dalam menuntaskan perkara yang ada.

“Prioritas KPK dalam kasus Anggoro semestinya membawa pulang buronan tersebut ke Tanah Air,” katanya.

Dia memandang, koordinasi KPK dengan kepolisian bela­ka­ngan ini sudah efektif. Hen­dak­nya, efektifitas itu ditingkatkan. Tujuannya, agar hasil per­bu­ru­an Anggoro yang sudah be­r­ja­lan tiga tahun lamanya tidak sia-sia.

“Jangan disia-siakan daya dan upaya yang sudah berjalan tiga tahun lamanya itu,” tandas Wakil Ketua Umum Persatuan Purnawirawan (PP) Polri ini.

Dia sepakat apabila KPK kini berupaya keras melengkapi ber­kas perkara Anggoro. Namun, lengkapnya berkas perkara Anggoro tidak boleh serta mer­ta dijadikan alat bagi KPK un­tuk menyidangkan Anggoro se­cara in absentia.

“Upaya me­lengkapi berkas perkara itu wajib dilakukan,” ucap bekas Kapolda Kaltim ter­sebut. Soalnya hal tersebut me­rupakan amanat konstitusi yang wajib dilaksanakan KPK.

Tapi lagi-lagi, persoalan si­dang in absentia harus di­pu­tus­kan secara bersama. Tanpa ada upaya maksimal KPK mem­ba­wa pulang buronannya ke Ta­nah Air, persidangan in ab­sentia tidak bisa dipaksakan begitu saja.

Sidang in absentia bisa dila­ku­kan sepanjang upaya-upaya maksimal yang dilakukan tidak membawa hasil. “Jadi KPK se­karang harus mengoptimalkan pemulangan buronan itu dulu. Ini prioritas pertama dan yang utama,” tegasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya