PT Merpati Nusantara Airlines (MNA)
PT Merpati Nusantara Airlines (MNA)
RMOL. Kejaksaan Agung baru bisa menyelesaikan satu berkas tersangka kasus sewa pesawat fiktif Boeing 737-400 dan 737-500 oleh PT Merpati Nusantara Airlines (MNA).
Berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P21) itu atas nama tersangka Tony Sudjiarto, bekas General Manager Air Craft Procurement PT MNA. “Baru satu berkas yang sudah P21, yakÂni untuk tersangka TS. Surat P21-nya telah keluar sejak 10 Mei lalu,†kata Kepala Pusat PeneÂraÂngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Tegarisman saat ditanya meÂngenai perkembangan penaÂngaÂnan kasus ini pada Rabu (16/5).
Berarti, masih ada dua tersangÂka yang berkasnya belum lengÂkap, yakni bekas Direktur Utama PT MNA Hotasi Nababan dan beÂkas Direktur Keuangan PT MNA Guntur Aradea. Padahal, Hotasi dan Guntur lebih dahulu ditetapÂkan sebagai tersangka dibanding Tony.
Hotasi dan Guntur ditetapkan KeÂjaksaan Agung sebagai terÂsangÂka pada Agustus 2011. EmÂpat bulan kemudian, barulah Tony ditetapkan sebagai terÂsangÂka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Print 196/F.2/Fd.1/12/2011 tanggal 22 Desember 2011.
“Untuk TS, tinggal menunggu jadwal persidangan. Sedangkan dua tersangka lainnya belum ramÂpung, masih dalam tahap peÂnyidikan untuk melengkapi berÂkas,†ujar Adi.
Mulai melakukan penyidikan sejak Agustus 2011, Kejaksaan Agung tidak melakukan upaya penahanan terhadap para terÂsangka. “Memang tidak dilaÂkuÂkan penahanan, sebab mereka kooperatif. Namun pencekalan telah dilakukan,†alasan Adi.
Bekas Kepala Kejaksaan TingÂgi Kepulauan Riau ini pun belum bisa memastikan, kapan berkas dua tersangka lainnya akan P21. “Tentu kami lengkapi dulu. PeÂnyidik terus bekerja,†ujarnya.
Padahal, sebelumnya Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw telah menyampaikan, berkas perkara atas nama tersangÂka Hotasi Nababan sudah lengÂkap, dan sedang dibuatkan renÂcana dakwaan (rendak) di Bagian Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Tapi beÂlaÂkaÂngan, malah berkas atas nama tersangka Tony Sudjiarto yang diÂnyatakan lengkap oleh KaÂpusÂpenkum Kejagung.
Menurut Arnold, proses selanÂjutÂnya terhadap Hotasi berada pada Bidang Penuntutan. “Kapan dilimpahkan ke pengadilan, siÂlakan tanya kepada Penuntutan dan Kapuspenkum,†ujarnya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 18 April lalu.
Arnold menambahkan, berkas dua tersangka lain, yakni Guntur dan Tony masih dilengkapi. “Tentu kami menginginkan berÂkas dua tersangka itu secepatnya menyusul lengkap,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi SulaÂwesi Utara ini.
Kasus ini bermula saat Direksi PT Merpati Nusantara Airlines menyewa dua pesawat Boeing dari Thirdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) di Amerika SeÂrikat pada tahun 2006. Namun, sejak biaya sewa sebesar 500 ribu dolar AS per pesawat dibayarkan ke rekening kantor lawyer Hume And Associates melalui transfer Bank Mandiri, kedua pesawat itu tidak pernah dikirim ke IndoÂnesia. Akibatnya, diduga terjadi kerugian negara sebesar satu juta dolar AS atau sekitar Rp 9 miliar pada salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
Terkait penyidikan kasus ini, bekas Direktur Utama PT MerÂpati Nusantara Airlines lainnya, yakni Cucuk Suryosuprojo juga suÂdah diperiksa sebagai saksi pada 16 Agustus 2011. SeÂdangÂkan bekas Dirut PT MNA SarÂdjoÂno Jhoni dimintai keterangan sebaÂgai saksi pada 25 Mei 2011.
REKA ULANG
Hampir Satu Tahun Di Kejagung
Kasus sewa pesawat fiktif ini, suÂdah cukup lama ditangani KeÂjakÂsaan Agung. Hampir satu tahun. Bekas Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan dan bekas DiÂrektur Keuangan PT MNA GunÂtur Aradea ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka pada Agustus 2011.
Sedangkan GeneÂral Manager Air Craft ProÂcuÂreÂment PT MNA Tony Sudjiarto diÂtetapkan sebaÂgai tersangka pada 22 Desember 2011. Namun, hingÂga kemarin, para tersangka itu belum dibawa Kejagung ke PeÂngadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto mengaku, kasus koÂrupsi sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 ini masih diÂkembangkan anak buahnya.
Penyidik pidana khusus, menurut Andhi, masih mengorek keterangan para saksi untuk menÂdalami perkara yang diduga meÂruÂgikan negara 1 juta dolar AmeÂrika Serikat atau sekitar Rp 9 miÂliar ini. Kejaksaan Agung, lanÂjutÂnya, juga meminta keterangan ahli hukum pidana dan ahli peÂngadaan barang dan jasa untuk menÂdalami perkara tersebut.
Kasus sewa pesawat ini terjadi pada tahun 2006. Saat itu, Direksi PT MNA menyewa dua pesawat Boeing 737 dari Thirdstone AirÂcaft Leassing Group Inc (TALG) di Amerika Serikat, seharga 500 ribu dolar AS untuk setiap pesaÂwat. Tapi, kata Andhi, setelah dilÂakukan pembayaran sebesar satu juta dolar AS ke rekening lawyer yang ditunjuk TALG, yakni Hume & Associates melalui transfer Bank Mandiri, hingga kini pesaÂwat tersebut belum pernah diterima PT Merpati NuÂsantara Airlines.
Kebijakan mengirim uang ke reÂÂkening lawyer itulah yang memÂbuat Merpati sulit menarik kemÂbali duit jaminan tersebut. SeÂhaÂrusnya, uang itu disimpan pada lemÂbaga penjamin resmi. MakaÂnya, Kejagung menyangka ada keinginan sejumlah pihak untuk menyelewengkan dana itu. KeÂmuÂdian, status perkara ini ditingÂkatÂkan dari penyelidikan ke penyidikan.
Tapi, tersangka Hotasi NabaÂban meminta Kejaksaan Agung tidak mengesampingkan putusan Pengadilan Distrik Washington DC, Amerika Serikat terkait peÂsawat yang tak kunjung datang meski sudah dibayar. MenuÂrutÂnya, Pengadilan Distrik WasÂhingÂton menerima gugatan Merpati dan mewajibkan TALG meÂngemÂbalikan uang milik Merpati.
“Upaya kami menggugat TALG menunjukkan tidak ada kongkalikong. Ini murni persoaÂlan wanprestasi. Bagi Merpati, ini merupakan risiko bisnis,†kaÂtaÂnya di Kejagung.
Kuasa hukum Hotasi, LawÂrenÂce TB Siburian mengatakan, peÂneÂtapan kliennya sebagai terÂsangÂka tidak tepat. Soalnya, menurut dia, kasus sewa pesawat ini murni perÂkara perdata, bukan pidana. LawÂrence menilai, Kejaksaan Agung terlalu memaksakan diri meÂneÂtapÂkan kasus ini ke ranah pidana.
Apalagi, lanjut Lawrence, tinÂdak pidana korupsi harus memiÂliki tiga unsur. Yakni melawan huÂkum, ada kerugian negara yang mengunÂtungÂkan diri sendiri, orang lain atau koorporasi. “KeÂtiga hal tersebut haÂrus terpenuhi, tidÂak bisa jika hanya ada satu unsur,†katanya.
Seperti Ada Upaya Mengambangkan
Nasir Djamil, Wakil Ketua Komisi III DPR
Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil mengingatkan Kejaksaan Agung agar segera membawa para tersangka kasus sewa pesawat fiktif ini, ke PeÂngadilan Tipikor.
Nasir menegaskan, setiap kasus mesti ada kepastiannya. Apalagi, Kejaksaan Agung teÂlah menetapkan dua tersangka perkara ini pada Agustus 2011. Sedangkan satu tersangka lainÂnya pada Desember 2011.
Artinya, Kejaksaan Agung sudah cukup lama melakukan penyidikan dalam perkara yang diduga merugikan negara sekiÂtar Rp 9 miliar ini. “Jangan diÂbiarkan mengamÂbang. Kami dari Komisi III berharap agar kasus ini bisa cepat dituntasÂkan,†ujar Nasir, kemarin.
Jika penyidikan yang sudah berjalan hampir satu tahun itu naik ke penuntutan, lanjut NaÂsir, maka status hukum orang-orang yang disangka terlibat itu bisa lebih pasti. Tidak selaÂmaÂnya menjadi tersangka. “Di peÂngadilan kan dibuktikan, mereÂka terlibat atau tidak, “ tandasnya.
Dia menegaskan, proses peÂnyidikan sampai pada peÂnunÂtutan, tentu sudah ada stanÂdarÂnya. “Mengapa seseorang diÂteÂtapkan sebagai tersangka, tentu karena penyidik memiliki bukti. Tinggal sekarang Kejagung mau atau tidak melanjutkan penyidikan itu ke penuntutan,†ucapnya.
Menurut Nasir, proses peÂnyidikan yang tergolong lama, apalagi bila para tersangkanya tidak ditahan, tentu menimÂbulÂkan kecurigaan publik. “Seperti ada upaya mengambangkan. Masyarakat tentu akan melihat ini semua,†tandasnya.
Semakin cepat para tersangka kasus ini dibawa ke proses penuntutan, katanya, maka akan semakin cepat dipastikan, apakah mereka bersalah atau tidak bersalah. “Pengadilan itu untuk meÂngeÂtahui kepastian status huÂkum seseorang,†ujarnya.
Bisa Diambil Alih KPK
Petrus Selestinus, Koordinator TPDI
Koordinator Tim PemÂbela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyamÂpaikan, semakin lama tersangka disidik tanpa ada kepastian kaÂpan ke penuntutan, maka keÂcuÂriÂgaan masyarakat semakin besar.
Petrus pun menilai, ada seÂsuatu yang mencurigakan di baÂlik penanganan kasus sewa peÂsawat fiktif ini. Soalnya, sudah hampir satu tahun, belum satu pun tersangka kasus ini yang dibawa ke pengadilan. “Apakah ada yang berupaya melindungi pelaku yang sebenarnya? Ingat, kasus ini sudah menjadi perÂhatian publik. Jadi, jangan main-main,†tegasnya, kemarin.
Keseriusan penanganan kaÂsus ini, lanjut Petrus, akan terÂlihat dari kecekatan penyidik KeÂjaksaan Agung melakukan pemberkasan terhadap para terÂsangka. Jika tidak, maka peÂnyiÂdik dan para pimpinannya bisa dinilai bermain-main.
“Apalagi para tersangkanya tidak ditaÂhan, ya bisa jadi celah bermain. Karena itu, kejaksaan haÂrus ungkap semua pelaku, usut semua dan percepat upaya pemberkasannya,†saran dia.
Petrus mengakui, persoalan meÂnahan tersangka memang didasari kepentingan subyektif penyidik. Tapi, bila proses peÂnyiÂdikan yang telah berjalan hamÂpir satu tahun tak diÂlimpahkan ke penuntutan, tentu menimbulkan kecurigaan pubÂlik. “Dengan tidak ditahannya para tersangka, ada indikasi meÂngulur-ulur waktu untuk meÂlindungi pelaku lainnya. Jika masih saja begini, maka pola kerja kejaksaan tampaknya belum berubah,†nilainya.
Dia berharap, Kejaksaan Agung tidak masa bodoh pada kriÂtikan masyarakat. Sikap masa bodoh, menurutnya, akan merugikan kejaksaan sendiri. “Kejaksaan jangan tutup mata dan tutup telinga pada kritik dan laporan masyarakat,†sarannya.
Nah, tegas Petrus, jika penaÂngaÂnan kasus korupsi di KejakÂsaan Agung sudah menahun tak selesai, ada baiknya diambil alih KPK. Namun, menurutnya, KPK tampak tak punya cukup nyali untuk melakukan itu.
“KPK sampai saat ini tak puÂnya nyali untuk mengambil alih kasus-kasus korupsi yang ditaÂngani kejaksaan dan keÂpolisian yang prosesnya sudah sangat lamÂban. Mestinya KPK bisa amÂbil alih, sebab memang itu bagian tugas mereka,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58