Neneng Sri Wahyuni
Neneng Sri Wahyuni
RMOL.KPK memanggil paksa seorang saksi penting kasus korupsi yang menyeret Neneng Sri Wahyuni, istri Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka.
Saksi yang dipanggil paksa peÂnyidik Komisi Pemberantasan KoÂrupsi itu adalah Direktur PT Anugrah Nusantara, Amin AnÂdoko. “Dia sudah dua kali diÂpanggil penyidik, tapi tidak daÂtang,†kata Kepala Bagian PemÂberitaan dan Informasi KPK PriÂharsa Nugraha pada Rabu (16/5).
Menurut Priharsa, Amin AnÂdoko dipanggil KPK untuk diÂpeÂriksa pada tanggal 3 Mei dan 7 Mei 2012. Akan tetapi, dalam dua kali pemanggilan tersebut, Amin tidak datang tanpa alasan. Maka, pada Selasa malam (15/5), peÂnyiÂdik menjemput paksa Amin.
Tidak terlalu jelas dari mana Amin dijemput paksa. Yang pasti, Amin tiba di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta SeÂlatan pada pukul 19.22 WIB. Dia dibawa tiga penyidik menuju lantai delapan Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.
Amin Andoko dihadirkan seÂcara paksa sebagai saksi bagi terÂsangka kasus pembangunan pemÂbangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008, Neneng Sri Wahyuni. “DiÂpeÂriksa sebagai saksi untuk NSW,†ujar Priharsa.
Dari Selasa malam, hingga Rabu esok harinya, Amin dipeÂrikÂsa secara maraton oleh peÂnyiÂdik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara itu, Neneng yang buÂron tak kunjung ditangkap KPK. Komisi yang diketuai Abraham Samad ini, baru sebatas mengorek keterangan saksi bagi tersangka Neneng. Intinya, KPK belum meÂngirim tim penjemput istri terÂpiÂdana kasus suap pemÂbangunan WisÂma Atlet SEA GaÂmes itu. PaÂdahal sebelumnya, NeÂneng telah terÂidentifikasi berada di Malaysia.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja menyatakan, KPK meÂningkatkan koordinasi dengan lembaga sejenis di luar negeri. Maksudnya, KPK bekerjasama dengan KPK negara lain dalam melacak keberadaan Neneng. Kerjasama KPK dengan KPK neÂgara lain sudah dijalin sejak lama. Hingga saat ini, upaya melacak keÂberadaan buronan tersebut maÂsih dilaksanakan.
Namun, bekas Ketua Bidang Pelaporan Masyarakat Komisi Kepolisian Nasional ini, menolak menyebutkan nama negara yang diduga jadi tempat persemÂbuÂnyian Neneng.
Saat dikonfirmasi seputar keÂbenaran informasi laporan atase Polri di KBRI Malaysia yang menyatakan, Neneng pernah terÂcatat masuk ke Malaysia pada 2011, dia mengaku, informasi terÂsebut tengah dikembangkan. UnÂtuk itu, koordinasi dengan lemÂbaga terkait seperti Kementrian Luar Negeri dan Ditjen Imigrasi terus dilakukan KPK.
Yang jelas, usaha melacak NeÂneng belum diikuti pengiriman tim penjemput dari KPK. “Kami mengoptimalkan kerjasama deÂngan meminta bantuan KPK neÂgara lain untuk mengetahui posisi yang bersangkutan. Jika sudah ada informasi yang pasti, KPK baru mengirim tim untuk mengÂeksekusi tersangka.â€
Dia menggarisbawahi, koorÂdiÂnasi KPK dengan Polri dan KeÂpolisian Internasional (Interpol) juga terjalin baik. Lewat koorÂdiÂnasi intensif tersebut, dia yakin, Neneng bisa dibawa pulang ke Indonesia.
Hal senada dikemukakan KaÂbareskrim Polri Komjen SutarÂman. Dia menyatakan, jejak NeÂneng masih dilacak Interpol. KoorÂdinasi Polri dengan Interpol dan negara yang diduga jadi temÂpat persembunyian Neneng, seÂbutnya, juga sudah terjalin baik. “Kami menunggu perkembaÂngan informasi dari Interpol,†katanya.
Reka Ulang
Katanya Di Malaysia, Tapi Belum Ditangkap
Dugaan keterlibatan Neneng Sri Wahyuni terungkap dalam perÂsidangan terdakwa Pejabat PemÂbuat Komitmen Direktorat PemÂbiÂnaan Pengembangan MaÂsyaÂrakat dan Kawasan TransÂmigrasi Kemenakertrans, Timas Ginting.
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Timas divonis bersalah dan diÂhukum dua tahun penjara serta denda Rp 50 juta subsider tiga buÂlan kurungan.
Timas dinilai terbukti melaÂkuÂkan penunjukan langsung terÂhaÂdap PT Alfindo Nuratama PerÂkasa dalam proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di KeÂmeÂÂnakertrans yang memakan angÂgaÂran negara Rp 8,93 miliar.
Majelis hakim menilai, tinÂdaÂkan Timas menguntungkan PT Anugerah Nusantara, perusahaan miÂlik Nazaruddin, kemudian NeÂneng Sri Wahyuni, Mindo RoÂsaÂlina Manulang dan Marusi MaÂtonÂdang sebesar Rp 2,92 miliar.
Bahkan, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah meÂnyeÂbutkan bahwa Neneng diduga menerima Rp 2 miliar dari proyek itu. Neneng diduga berperan seÂbaÂgai penghubung antara PT AlÂfindo dan PT Sundaya Indonesia yang dipercayakan sebagai peÂruÂsahaan sub kontrak.
Pada awal Agustus 2011, KPK menetapkan Neneng sebagai terÂsangka kasus pengadaan PemÂbangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans tahun anggaran 2008.
Tetapi, penetapan tersangka itu agak terlambat. Sebab, pada 23 Mei 2011, Neneng diketahui meÂninggalkan Jakarta menuju SiÂngapura bersama suaminya, NaÂzaruddin.
Setelah itu, Neneng tiÂdak dikeÂtahui keberadaannya samÂpai akÂhirnya KPK mengiÂrimÂkan red noÂtice melalui Mabes PolÂri ke InterÂnational Police (InterÂpol). ArÂtiÂnya, Neneng menjadi buronan keÂpolisian inÂternasional.
Tapi, Neneng belum bisa dibaÂwa pulang Indonesia. Padahal, WaÂkil Ketua KPK Busyro MuÂqoddas sudah menyampaikan bahÂwa Neneng, informasinya beÂrada di Malaysia. Namun, Busyro tidak bisa memastikan di negeri jiran, Neneng berada di kota mana.
Polri yang mempunyai jalur kerjasama resmi dengan Interpol pun belum mampu membawa NeÂneng ke Indonesia. Tapi, KeÂpala Bareskrim Polri Komjen SuÂtarman pernah menyatakan, peÂnangkapan buronan KPK itu tiÂdak bisa dilakukan kepolisian beÂgitu saja. Untuk itu, Polri meÂnunggu koordinasi dengan KPK.
Menurut Sutarman, jika KPK mÂÂeminta, maka Polri siap memÂbantu melakukan pengejaran. “KaÂlau KPK minta itu, nanti kita bersama-sama melakukan peÂngeÂjaran. Neneng ini kasusnya di KPK, jadi seharusnya KPK,†ujarnya saat itu.
Akan tetapi, kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK sudah mengÂinÂtenÂsifkan koordinasi dengan Polri. Ia berharap, intensitas koordinasi tersebut ditingkatkan Polri ke Interpol.
Dia menyatakan, fokus KPK dalam perburuan Neneng adalah meningkatkan koordinasi dengan kepolisian. Sejak Neneng dinyaÂtaÂkan buron, KPK sudah meÂlaÂkukan koordinasi dengan Mabes Polri. Soalnya, Mabes Polri yang punya kewenangan berkoordinasi dengan Interpol.
Menurut Kabareskrim Polri Sutarman, Neneng diduga berada di negara yang bertetangga deÂngan Indonesia. Namun, dia tidak mau memastikan nama negara tersebut. Dia hanya meÂnyamÂpaikan ciri-ciri lokasi yang jadi temÂpat persembunyian Neneng. “Lokasinya tidak jauh-jauh dari Indonesia,†ucap bekas Kapolda Metro Jaya ini.
Penegakan Hukum Jadi Taruhan
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat meÂnyaÂyangÂkan kinerja Interpol dan KPK yang belum menangkap terÂsangÂka Neneng Sri Wahyuni. PaÂdahal, informasi mengenai keÂberadaan Neneng sudah diÂketahui KPK..
Selain itu, KPK juga telah meÂngumpulkan keterangan sakÂsi-saksi kasus korupsi yang meÂlilit istri Nazaruddin terseÂbut. “Sangat disayangkan jika peneÂgak hukum kita belum mampu membawa pulang Neneng,†kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini.
Dia mengharapkan silang sengÂketa soal perburuan NeÂneng dikesampingkan. HenÂdakÂnya, aparat fokus pada pengeÂjaÂran dan usaha membawa yang bersangkutan kembali ke InÂdonesia. Soalnya, lanjut dia, maÂsa depan penegakan hukum bisa terancam bila usaha membawa pulang buronan ini kandas.
Semestinya, penegak hukum yang bertugas memburu buÂroÂnan ini lebih proaktif melacak jeÂjak Neneng. Apalagi sejauh ini, Neneng sudah pernah meÂngirim surat berisi permintaan perlinÂdungan hukum kepada KPK. Jika persoalan buronnya NeÂneng tersebut tak kunjung seÂleÂsai, maka upaya penegakan huÂkum jadi taruhannya.
Kerja keras penyidik KPK menghimpun keterangan saksi-saksi untuk perkara atas nama terÂsangka Neneng bisa diÂangÂgap kurang lengkap. “KeÂhaÂdiÂran Neneng sangat penting. Dia tersangka yang keterangannya bisa menjadi vital dalam memÂbongkar rangkaian dugaan konsÂpirasi,†ucapnya.
Selain itu, kata Martin, KPK mesti lebih intensif menÂingÂkatÂkan koordinasi baik dengan keÂpolisian, Interpol maupun deÂngan KPK-KPK negara lain. “KaÂlangan DPR sejauh ini siap memberikan dukungan kepada KPK untuk menyingkap keterÂliÂbatan Neneng dalam skandal ini.â€
Sudah Seperti Layang-layang
Petrus Selestinus, Koordinator TPDI
Koordinator Tim PemÂbeÂla Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai, upaÂya KPK menangkap Neneng Sri Wahyuni mengandung sejumÂlah kejanggalan yang perlu dikritisi.
Menurutnya, KPK seperti diÂkangkangi sejumlah kekuatan dari luar yang membuat peÂnguÂsutan kasus Neneng terÂbengÂkaÂlai. Dengan demikian, kata PetÂrus, sejumlah keterkaitan kasus lain pun bisa dilokalisir.
“HamÂpir pada setiap kasus yang melibatkan orang kuat secara politik dan ekonomi, KPK seolah didikte kekuatan dari luar KPK,†ujar Petrus.
Petrus mengakui, beberapa aksi penangkapan yang dilakuÂkan KPK, memang meÂnimÂbulÂkan sisi heroisme. Akan tetapi, lanjut Petrus, upaya itu tidaklah sebanding dengan upaya peÂnguÂsutan kasus yang sesungÂguhÂnya. “Mengapa waktu meÂnangÂkap Nazar, tidak sekaligus menangkap Neneng? Mengapa KPK tidak segera melakukan perburuan terhadap Neneng seÂtelah Nazar ditangkap, tetapi membiarkan 9 bulan Neneng di luar negeri?†ujarnya.
Menurut Petrus, isteri NaÂzaruddin itu diduga sudah diÂcuci otaknya oleh kekuatan maÂfia politik agar tidak memÂbeÂriÂkan keterangan. “Di sini kita lihat independensi KPK hancur, nyali tidak ada, bahkan terdapat indikasi digarap atau diÂpeÂngaÂruhi kekuatan besar yang seÂdang mendikte. Lambannya peÂnangkapan Neneng adalah indikator bahwa nego antara KPK, kekuatan di luar dan pihak Nazar sangat alot,†ucap dia.
Parahnya lagi, kata Pertus, bisa saja saat Neneng diÂtangÂkap, malah memandulkan kiÂnerja KPK. “Kini saatnya KPK mendatangkan Neneng,†ujarÂnya. Contoh lain, ketika Nazar masih di pelarian, banyak inÂforÂmasi dan bukti berharga diÂumbar, tapi tidak sesuai dengan proses penuntutan.
“Ketika ditangkap malah hasilnya cuma vonis penjara 4 taÂhun. Di sinilah lemahnya pimÂpinan KPK, dari rezim ke rezim sama-sama ayam sayur, lebih heboh menangkap, mengumbar janji membongkar kasus kakap, tapi hasilnya loyo,†ujar dia.
Kondisi KPK, menurut PetÂrus, telah dikuasai hampir seÂmua kekuatan politik. “Karena kekuatan KPK bertumpu pada aparat Polri dan kejaksaan, seÂhingga KPK seperti layang-laÂyang putus dalam situasi di mana KPK harus tancap gas, tapi tidak fokus dan lamban,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58